tag:blogger.com,1999:blog-41964558005000548482024-03-14T06:19:38.019+08:00Pandita Mpu Jaya Prema AnandaUntuk kedamaian dari Rumah Budaya Pasraman Manikgeni, Pujungan, Tabanan, BaliPandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.comBlogger276125tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-1622847079535838882021-03-03T16:18:00.012+08:002021-03-03T16:26:17.539+08:00Blog Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda sudah dipindahkan. Silakan Beralih ke Blog Pasraman Manikgeni. Klik tautan di bawah ini:<a href="https://pasramanmanikgeni.blogspot.com/">https://pasramanmanikgeni.blogspot.com/</a>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-81225855103794387842021-02-13T19:45:00.016+08:002021-02-17T12:02:27.044+08:00Kritik<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; line-height: normal; margin: 0px; position: relative;"><p class="MsoNormal" style="color: black; font-family: "Times New Roman"; font-size: medium; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt;">Putu Setia @mpujayaprema</span></p><p class="MsoNormal" style="color: black; font-family: "Times New Roman"; font-size: medium; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="border: 1pt none windowtext; color: #333333; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt; mso-border-alt: none windowtext 0in; padding: 0in;"> </span><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt;">Ada yang perlu dikritik dari pernyataan Presiden Joko Widodo. Yakni ketika Jokowi menyampaikan secara terbuka bahwa masyarakat harus lebih aktif memberikan kritik dan penyelenggara pelayanan publik terus meningkatkan upaya perbaikan. Bagaimana bisa pernyataan ini keluar tatkala orang mulai ketakutan menyampaikan kritik?<span></span></span></p><a name='more'></a><p style="color: black; font-family: "Times New Roman"; font-size: medium;"></p><p class="MsoNormal" style="color: black; font-family: "Times New Roman"; font-size: medium; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="border: 1pt none windowtext; color: #333333; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt; mso-border-alt: none windowtext 0in; padding: 0in;"> </span><span style="border: 1pt none windowtext; color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt; padding: 0in;">Sehari setelah pernyataan presiden itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung ikut menambahkan. </span><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt;">"Kami memerlukan kritik yang terbuka, kritik yang pedas, kritik yang keras, karena dengan kritik itulah pemerintah akan membangun lebih terarah dan lebih benar,” ujar Pramono pada hari ulang tahun Persatuan Wartawan Indonesia yang dijadikan Hari Pers Nasional oleh pemerintah. Kritik pedas dan keras ini oleh Pramono diumpamakan sebagai jamu. Masalahnya, banyak orang yang menyampaikan “jamu” justru dapat celaka. Ada yang masuk penjara.</span></p><p class="MsoNormal" style="color: black; font-family: "Times New Roman"; font-size: medium; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in; vertical-align: baseline;"></p><div class="separator" style="clear: both; color: black; font-family: "Times New Roman"; font-size: medium; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-0V3ZGBbEEcU/YCocVCPEkvI/AAAAAAAABGs/VmpWxtThcB0f0IUaOjIqiKtBWHzjmpskACLcBGAsYHQ/s299/Jokowi%2BKritik.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="169" data-original-width="299" src="https://1.bp.blogspot.com/-0V3ZGBbEEcU/YCocVCPEkvI/AAAAAAAABGs/VmpWxtThcB0f0IUaOjIqiKtBWHzjmpskACLcBGAsYHQ/s0/Jokowi%2BKritik.jpg" /></a></div><br style="color: black; font-family: "Times New Roman"; font-size: medium;" /><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt;"><br /></span><p style="color: black; font-family: "Times New Roman"; font-size: medium;"></p><p class="MsoNormal" style="color: black; font-family: "Times New Roman"; font-size: medium; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt;">Catatan para pegiat demokrasi menyebutkan sejumlah orang berhadapan dengan kasus hukum tatkala melemparkan kritik ke alamat pemerintah. Terbanyak kasusnya dikaitkan dengan pelanggaran Undang-undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Begitu mudahnya undang-undang ini menjerat seseorang, ibaratnya pemerintah punya lahan yang subur untuk membungkam kritik. Tak perlu lagi disebutkan contoh-contoh kasus, karena semuanya sudah terbuka.</span></p><p class="MsoNormal" style="color: black; font-family: "Times New Roman"; font-size: medium; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt;">Apa yang ada di benak Jokowi ketika</span><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt;"> </span><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt;">merasa perlu mengundang masyarakat menyampaikan kritik? Jangan-jangan kriteria kritik yang dimaksudkan pemerintah dan yang disuarakan masyarakat tidak nyambung. Atau sejarah masa lalu berulang, penyampaian kritik boleh asalkan dalam jalur “demokrasi terpimpin”. Pers pun boleh mengkritik sepanjang “bertanggung jawab”. Tolok ukur itu ada di pemerintah.</span></p><p class="MsoNormal" style="color: black; font-family: "Times New Roman"; font-size: medium; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="border: 1pt none windowtext; color: #333333; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt; mso-border-alt: none windowtext 0in; padding: 0in;"> </span><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt;">Aktifis lingkungan mengkritik pembabatan hutan yang semena-mena untuk perkebunan kelapa sawit. Tetap saja hutan semakin gundul. Tanah digali berhektar-hektar atas nama tambang yang membuat ribuan danau kecil, menimbulkan korban dan banjir. Tapi izin tambang tetap saja mengalir. Petani Kendeng di Rembang bertahun-tahun memprotes pendirian pabrik semen, pemerintah jalan terus. Kasus di luar masalah lingkungan juga bejibun. “Aksi Kamisan” yang menyuarakan keadilan bagi korban pelanggaran HAM di depan Istana, sudah memasuki tahun ke-14. Meski ini warisan yang diterima Jokowi dari pendahulunya, kenapa tak dibuka dialog?</span></p><p class="MsoNormal" style="color: black; font-family: "Times New Roman"; font-size: medium; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt;">Semua ini juga sebuah kritik, bagaimana pendapat disampaikan. Tidak berarti pelempar kritik harus benar dan dituruti kemauannya, tapi seharusnya pemerintah “meningkatkan upaya perbaikan”.</span></p><p class="MsoNormal" style="color: black; font-family: "Times New Roman"; font-size: medium; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="border: 1pt none windowtext; color: #333333; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt; mso-border-alt: none windowtext 0in; padding: 0in;">Yang lebih memprihatinkan adalah tingkah para buzzer yang membela pemerintah, terutama jika kritik disampaikan lewat media sosial. Sebagus-bagusnya kritik jika itu dianggap berbeda dengan pemerintah akan diserang para buzzer. Kwik Kian Gie dan Susi Pudjiastuti – dua contoh saja – sudah menyatakan kekesalannya pada buzzer secara terbuka di media sosial. Kalau dua tokoh yang pernah menjabat Menteri itu saja diperlakukan demikian, bagaimana orang bisa “memberi jamu” ke pemerintah? Para buzzer menganggap musuh setiap orang yang tidak sejalan dengan politik Jokowi, termasuk yang masih menjabat. Sebut contoh kecil. Kalau banjir di berbagai daerah tidak ada yang menghujat gubernurnya, tetapi kalau Jakarta banjir maka Anies Baswedan jadi sasaran caci maki.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="color: black; font-family: "Times New Roman"; font-size: medium; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt;">Pantaslah indek demokrasi kita merosot pada peringkat ke-64 dunia, kalah dengan Malaysia, Timor Leste dan Filipina. Kemerosotan yang dipicu oleh tekanan terhadap kebebasan sipil. Lalu dalam situasi begini Jokowi masih mengharap kritik dari masyarakat. Itu yang aneh dan pantas kita kritik.</span></p><p class="MsoNormal" style="color: black; font-family: "Times New Roman"; font-size: medium; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt;"><i>(Koran Tempo 13 Februari 2021)</i></span></p><div><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt;"><i><br /></i></span></div></h3><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-24468886338444210652021-02-08T17:19:00.003+08:002021-02-15T19:50:50.807+08:00SKB 3 Menteri Tentang Seragam Sekolah<iframe frameborder="0" height="270" src="https://youtube.com/embed/DxETcEO6sC0" style="background-image: url(https://i.ytimg.com/vi/DxETcEO6sC0/hqdefault.jpg);" width="480"></iframe><div><br /></div><div><span style="background-color: #f9f9f9; color: #030303; font-family: Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 14px; white-space: pre-wrap;">Bisakah SKB 3 Menteri meredam pro dan kontra soal atribut keagamaan di sekolah negeri? Banyak kalangan menyambut baik SKB ini.</span></div>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-59646701464438987562021-02-07T12:09:00.001+08:002021-02-17T12:10:40.301+08:00Naskah Teks: Urun Rembug Reformasi PHDI<p><b>(Catatan: Ini teks lengkap versi video di Channel YouTube)</b></p><div><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Om Swastyastu. Salam sehat sahabat semuanya. Urun rembug ini saya mulai dengan masalah yang ramai belakangan ini dibicarakan di media sosial. Menyangkut urusan agama, tapi bisa juga dikaitkan dengan masalah sosial atau malah budaya. Yaitu menjelang Mahasabha PHDI, organisasi umat Hindu yang paling kontroversial belakangan ini. Mahasabhanya masih jauh, di bulan Oktober nanti, akan digelar di Jakarta. Itu pun mungkin secara virtual pula, apakah covid-19 sudah reda bulan itu, kita tak tahu.</span></div><a name='more'></a><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Mahasabha ini disoroti sejumlah kalangan karena PHDI sendiri dalam sorotan. Bahkan sorotan ke PHDI sudah sampai kepada hujatan kalau tak bisa dikatakan sebagai caci maki. Persoalannya apalagi kalau bukan soal HK, di mana PHDI melakukan kesalahan yang luar biasa memberi pengayoman kepada HK sebagai sampradaya. Tapi okelah, soal itu kita singgung sambil lalu nantinya. Yang penting mau saya katakan saat ini adalah Mahasabha akan digelar tahun ini dan banyak orang mengharapkan agar Parisada direformasi. Begitu banyak kelemahan yang dilihat orang saat ini. Desakan agar PHDI mencabut pengayoman kepada HK yang sudah disetujui oleh beberapa pengurus PHDI daerah tidak direspon oleh PHDI Pusat yang punya wewenang untuk itu. Singkatnya elemen Hindu yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat dalam bentuk perkumpulan sepakat untuk berjuang membersihkan PHDI dari unsur sampradaya – begitulah bahasa versi mereka yang menghendaki perubahan itu.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Persoalannya adalah apakah bisa elemen Hindu yang banyak bersuara lewat media sosial itu mau mengubah PHDI lewat Mahasabha? Memangnya siapa mereka dan bagaimana hubungan mereka dengan Parisada? Apakah mereka bisa ikut Mahasabha? Lewat apa kalau ikut? Terus kalau tidak ikut siapa yang membawa suara mereka ke Mahasabha?<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Karena itu saya mau mengawali urun rembug ini dengan membedah bagaimana status PHDI sekarang ini. PHDI saat ini adalah ormas dalam bentuk perkumpulan. Ini bukan saya mengarang, tetapi nyata ada di dalam anggaran dasarnya. Pasal 3 AD PHDI menyebutnya soal itu: Ayo kita baca sama-sana.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;"> </span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-Tak-bS4X7ug/YCtMKkrnnAI/AAAAAAAABHY/8UD9oHTd7D86QHbHxgr_zUY8t0fThUUcQCLcBGAsYHQ/s1212/Pasal%2B3%2BAD.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1212" data-original-width="720" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-Tak-bS4X7ug/YCtMKkrnnAI/AAAAAAAABHY/8UD9oHTd7D86QHbHxgr_zUY8t0fThUUcQCLcBGAsYHQ/w238-h400/Pasal%2B3%2BAD.jpg" width="238" /></a></div><br /><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Saya termasuk mempermasalahkan hal ini. Oya, saya cerita dulu soal keaktifan saya di PHDI. Saya sudah terlibat di PHDI Pusat sejak 1996 saat Mahasabha di Solo. Namun saat itu saya belum bersedia menjadi pengurus. Pada Mahasabha 2001 di Hotel Radison Sanur – ini Mahasabha yang paling heboh – saya bertarung berebut jabatan Sekretaris Umum PHDI. Belum pernah dalam sejarah Mahasabha ada rebutan jabatan dengan voting, saya ingin memelopori sekaligus ingin mengajarkan berorganisasi yang baik. Yealah…<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Ternyata dalam pemungutan suara saya dikalahkan oleh Pak Adi Soeripto, tokoh Hindu Jawa yang sangat popular di Jakarta. Kini beliau sudah almarhum. Waktu itu Ketua Umum terpilih Bapak I N Suwandha, mantan wakil Jaksa Agung, yang kini juga sudah almarhum. Dalam Mahasabha di Radison ini saya tak ikut menjadi pengurus harian, maklum kalau sudah jadi pecundang jangan ikut jabatan – begitu etikanya. Tapi beberapa bulan kemudian, Pak Suwandha menunjuk saya menjadi Ketua Badan Penyiaran Hindu. Saya bersedia karena saya punya teman banyak di stasiun televisi swasta. Jadi mudah bikin siaran Hindu.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Mahasabha selanjutnya, tahun 2006 di Jakarta saya masuk sebagai anggota Sabha Walaka, lalu ditunjuk sebagai Wakil Ketua Sabha Walaka. Ketuanya waktu itu Pak Ketut Wiana. Ketua Umum PHDI saat itu terpilih Pak Errata, orang pajak. Tapi tahun 2009 karena saya sudah melinggih dan didiksa sebagai pandita Mpu, saya mengundurkan diri. Tidak boleh Pandita menjadi Sabha Walaka, itu dua lembaga yang berbeda. Nah pada Mahasabha tahun 2011 di Bali Beach Sanur dalam posisi sebagai sulinggih saya terpilih sebagai anggota Sabha Pandita. Ketua Sabha Pandita atau Dharma Adhyaksa adalah Pedanda Sebali Tianyar, malah ini jabatannya yang ketiga kalinya.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Lalu kapan ada upaya menjadikan PHDI sebagai ormas? Rupanya dimulai pada periode ini saat Ketua Umum PHDI dipegang Pak Suwisma. Entah kapan persisnya, saya baru tahu ketika ada Pesamuhan Agung di Palangkaraya pada tahun 2015. Saat itu saya Bersama beberapa orang lain sudah protes, tak bisa PHDI dijadikan ormas, harus tetap majelis umat. Tapi pengurus tetap ngotot harus berbentuk ormas karena memudahkan untuk mendapatkan bantuan dana dari pemerintah. Sebagai pandita tentu saya mengalah, toh keputusan Paruman Agung itu hanyalah masukan untuk Mahasabha. Biarlah nanti Mahasabha yang memutuskan.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Tibalah saatnya Mahasabha di Surabaya tahun 2016. PHDI sebagai ormas dimasukkan resmi dalam AD, meski pun pada pasal 3, sementara di pasal 2 masih ada sebutan majelis umat. Coba kita baca lagi pasal 2 lalu pasal 3.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-U-015858Rt0/YCtMnYjp2II/AAAAAAAABHg/UR-bDw_SxLc4NW3b5tr6Q5QUTxFm6zxNACLcBGAsYHQ/s1151/Pasal%2B2%2BAD.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1151" data-original-width="720" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-U-015858Rt0/YCtMnYjp2II/AAAAAAAABHg/UR-bDw_SxLc4NW3b5tr6Q5QUTxFm6zxNACLcBGAsYHQ/w250-h400/Pasal%2B2%2BAD.jpg" width="250" /></a></div><br /><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;"><br /></span><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Saya katakan kita tak bisa mendua, di satu sisi PHDI majelis umat di satu sisi ormas perkumpulan. Saya usulkan, ormas itu adalah urusan kita untuk mendaftar ke Menhumkam, karena memang untuk mendaftar ke Menhunkam harus ada badan hukum: ormas, Yayasan, PT, CV, koperasi. Jadi, kita bisa saja berbentuk ormas ketika pendaftaran di Menhumkam, tetapi dalam prakteknya kita harus tetap majelis umat. Jadi yang masuk dalam pasal2 AD/ART adalah majelis, ormasnya urusan interen kita menghadapi pendaftaran di Menhumkam. Saya kalah karena orang lebih ngotot harus jelas PHDI ormas perkumpulan. Lalu di Mahasabha Surabaya 2016 itu saya mengndurkan diri atau lebih tepat disebut sebagai tak mau lagi duduk di Sabha Pandita. Tak ikut lagi dalam rapat sampai Mahasabha selesai. Demikian ceritanya.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-rykVUQUOu3A/YCtPaVpAU6I/AAAAAAAABIw/CYYz467NCo8v1zq7bkIhJ9GDsbmsDJaGgCLcBGAsYHQ/s1134/Mahasaba%2BSby%2B1.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="850" data-original-width="1134" height="480" src="https://1.bp.blogspot.com/-rykVUQUOu3A/YCtPaVpAU6I/AAAAAAAABIw/CYYz467NCo8v1zq7bkIhJ9GDsbmsDJaGgCLcBGAsYHQ/w640-h480/Mahasaba%2BSby%2B1.jpg" width="640" /></a></div><br /><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;"><br /></span><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Nah apa resiko dari keormasan PHDI itu? Seluruh AD/ART jadinya bernuansa ormas. Namanya saja ormas perkumpulan, yang berkumpul itu adalah pemilik dari ormas itu sendiri. Yang tak ikut berkumpul di sana, ya, bukan memiliki Parisada. Artinya, PHDI itu ada pengurus pusat, pengurus daerah tingkat I, pengurus tingkat II, pengurus kecamatan, pengurus desa/kelurahan. Sama dengan partai atau ormas lainnuya. Pengurus daerah tunduk pada pengurus pusat dan seterusnya. Coba baca seluruh AD/ART.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Jadi, kalau ada Mahasabha, seperti bulan Oktober nanti, siapa yang bisa hadir di sana? Ya pengurus daerah, pengurus kabupaten, atau bisa yang bukan pengurus tetapi harus mendapat rekomendasi dari PHDI Kabupaten dan Provinsi. Artinya, Mahasabha itu hanya dihadiri oleh orang2 itu saja, wong mereka anggotanya kok. Yang koar-koar sekarang di medsos, apakah itu yang bernama Taksu Bali, Puskor,<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Kearifan Hindu dan entah apa lagi, kalau bukan pengurus PHDI ya tak bisa ikut. Yuk kita baca bunyi ART soal siapa yang boleh ikut Mahasabha.<o:p></o:p></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-b_Xm6hFDbS0/YCtM8TEZNVI/AAAAAAAABHo/5p_3CuysgXU9RKcZGY6_xQAQz14Ta1M-QCLcBGAsYHQ/s1211/Pasal%2B14%2BART.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1211" data-original-width="699" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-b_Xm6hFDbS0/YCtM8TEZNVI/AAAAAAAABHo/5p_3CuysgXU9RKcZGY6_xQAQz14Ta1M-QCLcBGAsYHQ/w231-h400/Pasal%2B14%2BART.jpg" width="231" /></a></div><br /><p class="MsoNormal"><br /></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Jadi yang koar-koar mau mereformasi PHDI paling banter hanya bisa menjadi peninjau Mahasabha. Itu pun kalau diundang.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Bagaimana mau mereformasi PHDI? Ketika Mahasabha di Surabaya saja, bahkan saat itu belum resmi jadi ormas dalam AD/ART, sekitar 30 sulinggih dari Bali tak bisa masuk ke ruang Mahasabha karena bukan anggota. Padahal mereka sudah sampai di Surabaya.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Karena itu sangat tidak masuk akal kalau ada yang mau mereformasi PHDI lewat Mahasabha semasih yang bisa hadir di Mahasabha adalah sistem yang diterapkan dalam ormas ini. Ke depan ini yang harus dibenahi. Kembalikan PHDI menjadi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>majelis umat, bukan saja dimasukkan dalam AD/ART tetapi praktek menjalankan majelis itu tercermin di sana. PHDI milik umat, bukan milik perkumpulan orang-orang sebagaimana bunyi AD-nya. Karena PHDI milik umat maka Mahasabha haruslah tercermin bagaimana wakil-wakil umat ada di sana, bukan cuma pengurus daerah saja. Ini yang harus dipikirkan. Bagaimana mekanismenya? Ayo kita cari jalan keluarnya, kembali ke Piagam Campuhan sebagai cikal bakalnya PHDI.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Dalam bayangan saya, maaf ini pemikiran awal saja yang bisa dikembangkan, peserta Mahasabha itu sebanyak-banyaknya wakil umat. Siapa yang menunjuk? Kita harus lihat tatanan masyarakat Bali saat ini. Ada desa dinas, ada desa adat. Mereka itu yang harusnya mewakili umat Hindu. Desa dinas hulunya di pemerintahan, siapa organ pemerintah yang mengurusi agama Hindu? Ada kantor agama atau mungkin dinas kebudayaan atau ya pemda kabupaten dalam hal ini bupati. Lalu desa adat hulunya MDA atau dinas pemajuan adat yang sudah terbentuk. Nah, kedua lembaga ini berembug dengan pengurus PHDI untuk menentukan siapa peserta Mahasabha. Jika perlu atau mungkin harus dilibatkan adalah bupati dan walikota sebagai penentu akhir. Nah, mereka inilah yang berangkat ke Mahasabha untuk menentukan jalannya majelis umat PHDI ini beserta memilih pengurusnya.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Sekali lagi ini pemikiran awal, bisa dicari alternatif lain atau dikembangkan. Yang jelas bukan pengurus PHDI saja yang ikut Mahasabha, nantinya akan dapat pengurus yang itu itu saja bertahun-tahun.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;"> </span></p><p class="MsoNormal"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Banyak yang Perlu Dibenahi<o:p></o:p></span></b></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Memang banyak yang perlu dibenahi di PHDI, terutama tentu saja di mulai dari AD ARTnya, karena di sini arah dari perjalanan organisasi. Coba saya uraikan beberapa hal yang perlu diperbaiki. Mulai dari yang paling ramai saat ini, soal pengayoman kepada sampradaya HK. Kalau PHDI sudah di awal AD mencantumkan diri sebagai majelis umat, otomatis pengayoman itu melekat kepada umat Hindu. Lha, apa gunanya majelis kalau tidak mengayomi, majelis itu otomatis mengayomi. Jika perlu pasal 2 tentang majelis itu ditambahkan kata mengayomi sehingga bunyinya begini:<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">PHDI adalah majelis tertinggi umat Hindu di Indonesia yang mengayomi seluruh umat Hindu Nusantara yang independen.<o:p></o:p></span></b></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Tak usah ada kata bersifat keagamaan, memangnya ini majelis tukang pancing, kan jelas majelis agama.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Nah, kalau di pasal awal sudah jelas begitu apalagi pasal 3 soal ormas perkumpulan itu dicabut, maka tak perlu lagi ada pasal soal pengayoman, seperti AD sekarang ini. Coba baca pasal 41 AD saat ini soal pengayoman.<o:p></o:p></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-osvGNBqwjeM/YCtNSWXefrI/AAAAAAAABH0/xoLkEPsjHiws5OWG_XhSPvjMykkal9hwgCLcBGAsYHQ/s1040/Psl%2B41%2BAD.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1040" data-original-width="699" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-osvGNBqwjeM/YCtNSWXefrI/AAAAAAAABH0/xoLkEPsjHiws5OWG_XhSPvjMykkal9hwgCLcBGAsYHQ/w269-h400/Psl%2B41%2BAD.jpg" width="269" /></a></div><br /><p class="MsoNormal"><br /></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Pasal ini tidak perlu, hapus pasal ini. Setiap umat Hindu dan siapa pun yang mengaku Hindu, tinggal di Indonesia, otomatis diayomi oleh majelis PHDI. Tak peduli mereka dari Bali, Jawa, Sulawesi dan seterusnya. Apakah warga pasek, pande, bujangga, dalem dan seterusnya. Semua diayomi karena PHDI majelis. Dengan begitu tak berlaku lagi apa yang disebut surat pengayoman ke HK. Artinya surat pengayoman, kepada siapa pun tak perlu ada. Memangnya PHDI harus membuat jutaan surat pengayoman, kan tidak.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-47Oqc7HLVbI/YCtP2abq7FI/AAAAAAAABI4/ExNltXfznUgDBKFMpSXQcdyAL56k716hgCLcBGAsYHQ/s793/Pengayoman%2BIscon.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="793" data-original-width="625" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-47Oqc7HLVbI/YCtP2abq7FI/AAAAAAAABI4/ExNltXfznUgDBKFMpSXQcdyAL56k716hgCLcBGAsYHQ/w315-h400/Pengayoman%2BIscon.jpg" width="315" /></a></div><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lagi pula, pengayoman PHDI ke HK itu bukan pengayoman lembaga. Itu pengayoman Ketua Umum PHDI sendirian, hanya memakai kop surat PHDI dan stemple. Tak ada tanda tangan sekretaris Umum PHDI, tak pernah ada dibahas di rapat-rapat, minimal tak pernah dilaporkan ke paruman Sabha Pandita. Di PHDI itu Sabha Pandita kedudukan tertinggi, pengurus harian hanya pelaksana. Saya katakan ini surat pengayoman abal-abal karena pada saat surat itu dikeluarkan saya masih pengurus di Sabha Pandita. Tak pernah mendengar ada pengayoman itu. Lagi pula aneh, kalau HK dapat surat pengayoman, apa yang lain juga dapat? Tak ada, jadi di mana keadilan? Ini kalau kita bicara formal dan menganggap surat itu penting. Jadi lupakan surat pengayoman itu, otomatis tidak berlaku kalau pasal pengayoman ini dicabut dalam AD. Ya boleh saja resminya dicabut meski pun aneh juga, surat tanpa pernah dibahas oleh majelis tiba-tiba dicabut oleh majelis.</span><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Soal desakan HK dikeluarkan dari PHDI karena mengembangkan budaya asing di Hindu Nusantara, ada benarnya juga. PHDI itu jelas ada kata I artinya Indonesia. Artinya lagi ini Hindu berbudaya Indonesia, berbudaya Nusantara. MDA menyebutnya Hindu dresta Bali, meski pun saya tak merasa cocok disebut dresta. Dresta itu beda dengan budaya, tapi sudahlah… ini panjang kalau diuraikan. Dalam AD PHDI jelas disebutkan PHDI mengembangkan Hindu dengan kearifan lokal. Coba baca pasal 9 AD.<o:p></o:p></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-gc1Elx5ttGM/YCtNlGu5QrI/AAAAAAAABH8/f2Qa6EaWh50gbkMR1NHq_vbJf9C3rtztQCLcBGAsYHQ/s1022/Pasal%2B9%2BAD.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1022" data-original-width="720" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-gc1Elx5ttGM/YCtNlGu5QrI/AAAAAAAABH8/f2Qa6EaWh50gbkMR1NHq_vbJf9C3rtztQCLcBGAsYHQ/w281-h400/Pasal%2B9%2BAD.jpg" width="281" /></a></div><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Banyak yang menyimpang sekarang ini. Masa jabatan pengurus dan rangkap jabatan, misalnya. Ada yang sudah tiga kali menjabat, jadi kesannya kok dia dia terus. Padahal ART PHDI ada pembatasan pengurus. Coba baca pasal 6 ART.</span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;"> </span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-K2HcAMchVDQ/YCtNxN_B8NI/AAAAAAAABIA/jDk0eC5N5DkOhAww-AeHykCSLwlC8dnygCLcBGAsYHQ/s1145/Pasal%2B6%2BART.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1145" data-original-width="699" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-K2HcAMchVDQ/YCtNxN_B8NI/AAAAAAAABIA/jDk0eC5N5DkOhAww-AeHykCSLwlC8dnygCLcBGAsYHQ/w244-h400/Pasal%2B6%2BART.jpg" width="244" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: 12pt; text-align: left;"><br /></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: 12pt; text-align: left;"><br /></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: 12pt; text-align: left;">Coba baca pasal 27 AD</span></div><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;"> </span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-ljMgPv_t7qw/YCtOmt-R86I/AAAAAAAABIY/R6zU9aYjh2MYKg_REKigW8KS8QZ_kPT2gCLcBGAsYHQ/s890/Pasal%2B27%2BAD.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="890" data-original-width="696" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-ljMgPv_t7qw/YCtOmt-R86I/AAAAAAAABIY/R6zU9aYjh2MYKg_REKigW8KS8QZ_kPT2gCLcBGAsYHQ/w313-h400/Pasal%2B27%2BAD.jpg" width="313" /></a></div><br /><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;"> </span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Nah jelas sekali, rangkap jabatan itu dilarang AD. Tapi apa kenyataannya? Putu Wirata, menjadi pengurus di Sabha Walaka Pusat merangkap menjadi Sekretaris di PHDI Bali. Gde Rudia juga di Sabha Walaka Pusat merangkap sebagai Ketua PHDI Kabupaten Badung. Masalahnya, apakah mereka kemaruk jabatan? Belum tentu juga, karena tidak ada yang lain. Kenapa tak ada yang lain? Lagi-lagi karena ini ormas perkumpulan, mungkin yang mau berkumpul di PHDI itu tidak banyak tokohnya. Jadi bolak balik begitu saja.</span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Banyak yang perlu diluruskan. Misalnya soal domisili pengurus. Pasal 4 ART.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;"> </span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-lpedxvPkU3Y/YCtOzzLuxnI/AAAAAAAABIc/TGkrzb-ng9wJPZtsHvQGjtOYYKuVYjVTgCLcBGAsYHQ/s1196/Pasal%2B4%2BART.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1196" data-original-width="684" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-lpedxvPkU3Y/YCtOzzLuxnI/AAAAAAAABIc/TGkrzb-ng9wJPZtsHvQGjtOYYKuVYjVTgCLcBGAsYHQ/w229-h400/Pasal%2B4%2BART.jpg" width="229" /></a></div><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Baca bagian huruh h. Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan Bendahara Umum berdomisili di Jabodetabek. Kenapa harus dipersempit begini? Banyak tokoh-tokoh di daerah yang pintar dan mau mengabdikan dirinya, tak bisa menjadi ketua umum PHDI, sekretaris umum pun tidak. Dalam dunia modern sekarang ini komunikasi dan transportasi tidak ada masalah. Ormas Islam Muhammadiyah tetap berkantor pusat di Yogyakarta, di Jakarta hanya cabangnya saja. Kalau menurut saya lebih baik kantor pusat PHDI itu di Bali dan di mana Ketua Umumnya tinggal tak masalah.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Mumpung menyinggung soal Bali, coba lihat AD ART soal PHDI daerah. Baca pasal 19 AD.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;"> </span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-FtEu1GrOMI4/YCtPAgYINSI/AAAAAAAABIk/DJXxdhOTrmQ5-OTqswLsOW18uC3R-bgCQCLcBGAsYHQ/s1049/Pasal%2B19%2BAD.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1049" data-original-width="687" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-FtEu1GrOMI4/YCtPAgYINSI/AAAAAAAABIk/DJXxdhOTrmQ5-OTqswLsOW18uC3R-bgCQCLcBGAsYHQ/w263-h400/Pasal%2B19%2BAD.jpg" width="263" /></a></div><br /><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Pasal 19 AD huruf b dan c tentang Paruman Pandita dan Paruman Walaka ada keterangan dalam kurung: bila dipandang perlu. Bukan harus ada. Nah sekarang PHDI Bali punya apa tidak Paruman Pandita? Tidak jelas, kalau ada siapa orangnya, berapa jumlahnya. Mungkin ada, tapi saya tidak tahu dan tak pernah mendengarnya. Setiap ada surat edaran dari PHDI, baik sendiri maupun edaran Bersama MDA, yang tanda tangan cuma Ketua PHDI. Kesannya bagaimana ya, kok urusan nyejer daksina yang mengimbau walaka, bukan pandita. Nah mungkin paruman Pandita tidak dipandang perlu. Menurut saya sih sangat perlu, Bali itu mayoritas umat Hindu kok urusan kepanditaan tergantung PHDI Pusat yang jauh di Jakarta.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Demikianlah urun rembug saya kali ini, mungkin agak panjang, dan kalau semua dibicarakan bisa lebih panjang lagi. Bukan bermaksud untuk memperpanjang keruwetan, tapi mencoba menawarkan jalan keluar dari keramaian yang sesungguhnya tak perlu ada. Banyak yang perlu dibenahi lagi untuk perbaikan lewat Mahasabha yang akan datang. Masalahnya adalah, siapa yang bisa ikut Mahasabha, ini persoalan penting lagi. Lain kali saya urun rembugkan lagi.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Rahayu. Om Shanti, Shanti, Shanti, Om.</span></p><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-11623715706446697942021-02-06T19:51:00.001+08:002021-02-15T19:53:38.900+08:00Perlunya Reformasi Parisada<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: 30px; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; line-height: normal; margin: 0px; position: relative;">UrunRembug Parisada - REFORMASI PHDI LEWAT MAHASABHA Bag 2</h3><div class="post-header" style="background-color: white; color: #979797; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 12.6px; line-height: 1.6; margin: 0px 0px 1.5em;"><div class="post-header-line-1"></div></div><div class="post-body entry-content" id="post-body-5267731247965649760" itemprop="description articleBody" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.86px; line-height: 1.4; position: relative; width: 758.011px;"><iframe frameborder="0" height="270" src="https://youtube.com/embed/jSXyUgOC2t4" style="background-image: url("https://i.ytimg.com/vi/jSXyUgOC2t4/hqdefault.jpg");" width="480"></iframe><div><br /></div><div><span style="color: rgba(0, 0, 0, 0.87); font-family: Roboto, Noto, sans-serif; font-size: 15px; white-space: pre-wrap;">Bagian 2 ini membahas tentang pelanggaran AD/ART PHDI yang dilakukan pengurus periode ini sehingga Parisada memang perlu direformasi.</span></div><div><span style="color: rgba(0, 0, 0, 0.87); font-family: Roboto, Noto, sans-serif; font-size: 15px; white-space: pre-wrap;"><br /></span></div><div style="clear: both;"></div></div><div class="post-footer" style="background-color: white; color: #979797; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 12.6px; line-height: 1.6; margin: 0.5em 0px 0px;"></div><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-73882625354801643562021-02-06T19:48:00.001+08:002021-02-15T19:50:12.664+08:00Seragam Sekolah<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: 30px; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; line-height: normal; margin: 0px; position: relative;"><span style="font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.86px;">(Catatan: Naskah ini bermula dari Cari Angin Koran Tempo 6 Februari 2021 yang kemudian saya kembangkan lebih lanjut untuk kepernitingan tayangan di YouTube. Aslinya tentu lebih pendek dan tidak ditayangkan).</span></h3><div class="post-body entry-content" id="post-body-7534163726907417011" itemprop="description articleBody" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.86px; line-height: 1.4; position: relative; width: 758.011px;"><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Salam sejahtra. Salam sehat. Urun rembug saya kali ini soal yang hangat, namun ringan, masalah sosial budaya menyangkut Pendidikan pula. Soal seragam sekolah. Pro dan kontra tentang seragam sekolah yang disertai atribut khusus keagamaan atau pun budaya local, nampaknya bisa reda. Entah reda sejenak atau syukur-syukur reda seterusnya. Ini berkat turunnya SKB tiga Menteri belum lama ini yang mengatur seragam sekolah itu. Dengan aturan baru ini, siswi boleh saja mengenakan jilbab atau hijab ke sekolah, boleh memakai rok yang Panjang, orang banyak bilang rok menyerupai sarung. Itu bagi siswi yang Muslimah, karena pemakaian atribut jilbab itu adalah berkaitan dengan keyakinan agama. Begitu pula bagi siswi yang beragama Hindu, khususnya di Bali, boleh saja memakai pakaian adat pada hari-hari tertentu.<span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><a name="more"></a><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Namun dari SKB 3 menteri itu jelas-jelas disebutkan, semua pemakaian itu adalah murni kemauan para anak didik, bukan karena kewajiban dari sekolah atau pemerintah. Artinya lagi, kalau murid perempuan itu tidak memakainya, dan tetap memakai seragam murni yang selama ini ditetapkan, itu pun juga boleh. Jadi tak boleh pula, guru, kepala sekolah, wali kota, gubernur mewajibkan siswi memakai atrubut melambangkan kekhasan daerah atau keyakinan agama.</span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Masalah seragam, seragam apa pun, baik disekolah maupun di luar sekolah, jika ditambah atribut lainnya, sudah lama menjadi bahan pro dan kontra. Dulu, polisi wanita (polwan) tidak ada yang memakai jilbal. Ketika ada usulan polwan muslimah diperbolehkan mengenakan jilbab, ada yang menganggapnya aneh.</span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-kaqsRmBioto/YCn3kDPTKII/AAAAAAAABF8/uAQJbAaGYqgQBZONpaVKxR2xbr7n9ZnDQCLcBGAsYHQ/s247/SKB%2B3%2BMenteri%2B1.jpg" imageanchor="1" style="color: #901016; margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-decoration-line: none;"><img border="0" data-original-height="247" data-original-width="204" src="https://1.bp.blogspot.com/-kaqsRmBioto/YCn3kDPTKII/AAAAAAAABF8/uAQJbAaGYqgQBZONpaVKxR2xbr7n9ZnDQCLcBGAsYHQ/s0/SKB%2B3%2BMenteri%2B1.jpg" style="border: none; position: relative;" /></a></div><br /><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span><p></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Meski perdebatan tidak ramai diumbar, yang menolak polwan berjilbab memakai alasan, itu bukan seragam polisi. Sebagai sebuah kesatuan yang taat pada aturan, polisi punya seragam yang tak bisa dipermainkan, baik warna mau pun tata cara pemakaiannya. Kalau ingin berjilbab, ya, jangan menjadi polisi.</span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><a href="https://youtu.be/DxETcEO6sC0" style="color: #901016; text-decoration-line: none;">https://youtu.be/DxETcEO6sC0</a><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pada akhirnya, seperti kita lihat sekarang, banyak polwan yang berhijab. Ada perubahan kebijakan seirama dengan perubahan pimpinan. Sekarang banyak polwan memakai jilbab. Ada polwan yang mengenakan warna jilbab disesuaikan dengan warna bajunya, ada pula yang tidak persis sama. Kuncinya, terserah kepada masing-masing pribadi, mau memakai jilbab atau tidak, kalau memakai warna apa jilbabnya, terserah masing-masing polwan.</span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Ribut-ribut soal seragam sekolah juga sudah lama ada. Bukan hanya baru-baru ini dengan kasus yang muncul di SMK Negeri 2 Padang, Sumatra Barat, yang menghebohkan itu. Usia keributan ini jangan2 sudah lebih dasa warsa. Sering kita dengar, ada orangtua murid yang protes karena anaknya dilarang mengenakan jilbab. Kasus di Bali juga pernah muncul, kalau tak salah di sebuah SMA di Denpasar, ada orangtua yang tak terima anaknya dilarang mengenakan jilbab. Kepala sekolah bersikukuh bahwa itu pelanggaran terhadap pakaian seragam sekolah. Alasannya normative, ketika sang murid didaftarkan di sekolah, orangtua sudah disodori berbagai persyaratan, antara lain busana. “Warna dan potongan baju, rok, kaos sepatu, semuanya sudah jelas dengan gambar, tak ada asesoris lainnya,” kurang lebih alasan Kepala Sekolah. Orangtua ngotot: “Kami ingin melaksanakan ajaran agama kami, kenapa dilarang?” Kepala Sekolah menjawab: “Kami tidak melarang anak ibu menjalankan ajaran agamanya.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tapi aturan seragam di sekolah ini kan seperti gambar itu. Kalau ibu mau seragam yang lain, carilah sekolah yang lain. Ada sekolah Muhammadiyah di sini, atau ke pesantren.”<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Saya jadi ingat ketika anak saya, dulu sekali, mencari sekolah di Yogya. Saya daftarkan di sekolah yang dikelola Yayasan katolik. Bagus sekali dan dekat rumah. Ternyata syaratnya adalah, anak saya akan mendapat Pendidikan agama Katolik. Tidak ada Pendidikan agama lain. Kalau tak mau menandatangani pernyataan itu, ya, cari sekolah negeri yang agak jauh. Atau sekolah Taman Siswa yang mengajarkan agama pa saja. Saya dan anak saya tetap memilih sekolah yang dikelola Yayasan katolik itu.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Kembali ke soal jilbab, belakangan ini pada akhirnya mengenakan jilbab dan busana muslimah, menjadi hal yang biasa. Tak ada lagi ribut-ribut, mungkin sudah capek. Atau ada kedewasaan berpikir bahwa hak menjalankan kewajiban ajaran agama adalah hak asasi manusia. Jilbab diizinkan dan rok yang sepanjang sarung dibolehkan asal warnanya sama. Jadi, yang seragam tinggal warna, modelnya tidak. Siswi bebas mau mengenakan jilbab atau tidak.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dengan kompromi seperti itu, seragam sekolah menjadi hal yang seharusnya tak membuat masalah apa-apa di negeri yang majemuk ini. Cuma kemudian ada beberapa sekolah, dan bahkan beberapa kepala daerah, yang menambah-nambahi aturan. Yakni, mewajibkan siswi memakai jilbab dengan alasan menuntun mereka untuk lebih memahami ajaran agamanya.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lalu aturan ini pun kebablasan, semua siswi harus mengenakan jilbab untuk ciri khas daerahnya. Hal itu yang terjadi di Padang, aturan siswi wajib berhijab datang dari Walikota, bukan dari kepala sekolah atau guru. Alasannya selain masalah keyakinan agama, juga kekhasan daerahnya. Karena ada kewajiban ini maka yang menolak memakai jilbab mengadu ke mana-mana, sampai ke presiden. Akhirnya heboh dan itu memicu SKB 3 Menteri. Sebenarnya ini bukan kasus di Padang saja. Di Bali juga hampir sama, meski sedikit beda. Gubernur Bali Wayan Koster dengan semangat slogannya Nangun Sad Kerti yang intinya melestarikan budaya Bali, membuat Pergub tentang Busana Adat. Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018 itu mengatur soal penggunaan Bahasa Bali dan pakaian adat Bali pada hari tertentu, yakni hari Tilem (bulan mati), Hari purnama, hari Kamis, hari jadi Pemda Bali.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Peraturan ini ditujukan kepada semua pegawai negeri di lingkunngan Pemda Bali. Penggunaan Busana Adat Bali dikecualikan bagi pegawai lembaga pemerintah, lembaga swasta, dan tenaga profesional yang oleh karena tugasnya mengharuskan untuk menggunakan seragam khusus tertentu.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dalam peraturan itu juga disebutkan, pegawai negeri yang tidak beragama Hindu atau bukan orang Bali, boleh memakai pakaian adat dari daerahnya masing2. Namun dalam prakteknya, yang bukan asal Bali pun mengenakan pakaian adat Bali. Barangkali menyesuaikan saja, dan juga lebih praktis.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pergub ini yang berlaku sejak Oktober tahun 2018 sesungguhnya hanya ditujukan kepada pegawai negeri dan pegawai daerah di lingkungan Pemda Bali saja. Entah kenapa kemudian melebar ke dunia Pendidikan. Guru, murid, juga karyawan swasta ikut mengenakan busana adat Bali ini pada hari yang ditentukan.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tak dikecualikan apa pun agamanya, dari mana pun asalnya. Tidak jelas sesungguhnya, siapa yang mewajibkan itu, pihak sekolah atau pihak pemerintah. Maka kita melihat busana yang sedikit aneh. Pakaian adat Bali tetapi memakai jilbab dan kopiah, seperti foto ini. Maklum siswa siswi ini bukan asli Bali dan tidak beragama Hindu.</span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Nah, jika mengacu kepada kasus-kasus ini, SKB tiga menteri (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama) sebenarnya bagus sekali dan patut didukung. Yang diluruskan adalah pemakaian seragam sekolah saja, seragam pegawai baik negeri mau pun swasta tak diatur. Dan cara mengaturnya pun sangat jelas.</span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Yakni tidak ada larangan mengenakan jilbab di sekolah. Tetapi juga tak ada kewajiban. Murid lah yang dibebaskan untuk memilih, mau memakai atau tidak memakai. Jika ada kewajiban atau malah larangan dari pihak lain dalam hal ini pemerintah, maka peraturan itu harus dicabut dalam waktu 30 hari sejak SKB dikeluarkan. Rupanya ini ditujukan kepada Gubernur, bupati dan walikota, karena itu SKB ini melibatkan Menteri Dalam Negeri. Jika melihat kasus di Bali, seandainya pemakaian busana adat bali untuk murid2 itu berdasarkan kewajiban dari pihak pemerintah (bupati, wali kota atau gubernur) maka surat yang mewajibkan itu harus dicabut. Artinya, busana adat Bali tidak wajib dikenakan pada saat jam-jam belajar ke sekolah.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Apakah dengan lahirnya SKB 3 Menteri ini pro dan konta akan reda? Mungkin ya, tapi mungkin juga tidak. </span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Soalnya sudah mulai ada suara-suara bahwa anak didik dalam usia seperti itu (SD sampai SMA) masih labil dalam pemahaman agama, setidaknya perlu bimbingan. Salah satu bimbingannya adalah mewajibkan mereka taat menjalankan agamanya termasuk atribut mengenakan busana keagamaan. Khususnya dalam pemakaian jilbab bagi para siswi. Tapi sesungguhnya hampir sama pula di kalangan siswi yang beragama Hindu. Memangnya dengan berpakaian seragam sekolah murid2 Hindu tak bisa melakukan persembahyangan, sehingga harus mengenakan pakaian adat?</span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Nah, kalau pro kontra masih berlanjut, sepertinya harus dipikir ulang, apa memang harus anak-anak SD, SMP, SMA dan SMK berpakaian seragam? Kenapa tidak berpakaian bebas saja, asalkan rapi, sebagaimana mahasiswa kalau lagi kuliah?<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Kecuali sekolah khusus, seperti sekolah Muhammadiyah atau pesantren bagi yang muslim, boleh menentukan seragamnya sesuai nafas gamanya. Juga sekolah swasta bernafaskan Hindu seperti sekolah2 yang dikelola Perguruan Saraswati, bisa saja muridnya memakai pakaian adat. Tapi, urun rembug saya soal dihilangkannya seragam sekolah itu, baru relevan kalau SKB 3 Menteri ini masih diributkan. Namanya saja urun rembug.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Begitulah, sampai jumpa. Salam sehat.<o:p></o:p></span></p><div><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></div><div style="clear: both;"></div></div><div class="post-footer" style="background-color: white; color: #979797; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 12.6px; line-height: 1.6; margin: 0.5em 0px 0px;"></div><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-13318594845012133672021-02-06T08:41:00.001+08:002021-02-16T08:43:06.911+08:00Seragam Sekolah<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: 30px; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; line-height: normal; margin: 0px; position: relative;"><span style="font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.86px;">(Catatan: Naskah ini bermula dari Cari Angin Koran Tempo 6 Februari 2021 yang kemudian saya kembangkan lebih lanjut untuk kepernitingan tayangan di YouTube. Aslinya tentu lebih pendek dan tidak ditayangkan).</span></h3><div class="post-body entry-content" id="post-body-7534163726907417011" itemprop="description articleBody" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.86px; line-height: 1.4; position: relative; width: 758.011px;"><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Salam sejahtra. Salam sehat. Urun rembug saya kali ini soal yang hangat, namun ringan, masalah sosial budaya menyangkut Pendidikan pula. Soal seragam sekolah. Pro dan kontra tentang seragam sekolah yang disertai atribut khusus keagamaan atau pun budaya local, nampaknya bisa reda. Entah reda sejenak atau syukur-syukur reda seterusnya. Ini berkat turunnya SKB tiga Menteri belum lama ini yang mengatur seragam sekolah itu. Dengan aturan baru ini, siswi boleh saja mengenakan jilbab atau hijab ke sekolah, boleh memakai rok yang Panjang, orang banyak bilang rok menyerupai sarung. Itu bagi siswi yang Muslimah, karena pemakaian atribut jilbab itu adalah berkaitan dengan keyakinan agama. Begitu pula bagi siswi yang beragama Hindu, khususnya di Bali, boleh saja memakai pakaian adat pada hari-hari tertentu.<span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><a name="more"></a><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Namun dari SKB 3 menteri itu jelas-jelas disebutkan, semua pemakaian itu adalah murni kemauan para anak didik, bukan karena kewajiban dari sekolah atau pemerintah. Artinya lagi, kalau murid perempuan itu tidak memakainya, dan tetap memakai seragam murni yang selama ini ditetapkan, itu pun juga boleh. Jadi tak boleh pula, guru, kepala sekolah, wali kota, gubernur mewajibkan siswi memakai atrubut melambangkan kekhasan daerah atau keyakinan agama.</span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Masalah seragam, seragam apa pun, baik disekolah maupun di luar sekolah, jika ditambah atribut lainnya, sudah lama menjadi bahan pro dan kontra. Dulu, polisi wanita (polwan) tidak ada yang memakai jilbal. Ketika ada usulan polwan muslimah diperbolehkan mengenakan jilbab, ada yang menganggapnya aneh.</span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-kaqsRmBioto/YCn3kDPTKII/AAAAAAAABF8/uAQJbAaGYqgQBZONpaVKxR2xbr7n9ZnDQCLcBGAsYHQ/s247/SKB%2B3%2BMenteri%2B1.jpg" imageanchor="1" style="color: #901016; margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-decoration-line: none;"><img border="0" data-original-height="247" data-original-width="204" src="https://1.bp.blogspot.com/-kaqsRmBioto/YCn3kDPTKII/AAAAAAAABF8/uAQJbAaGYqgQBZONpaVKxR2xbr7n9ZnDQCLcBGAsYHQ/s0/SKB%2B3%2BMenteri%2B1.jpg" style="border: none; position: relative;" /></a></div><br /><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span><p></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Meski perdebatan tidak ramai diumbar, yang menolak polwan berjilbab memakai alasan, itu bukan seragam polisi. Sebagai sebuah kesatuan yang taat pada aturan, polisi punya seragam yang tak bisa dipermainkan, baik warna mau pun tata cara pemakaiannya. Kalau ingin berjilbab, ya, jangan menjadi polisi.</span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><a href="https://youtu.be/DxETcEO6sC0" style="color: #901016; text-decoration-line: none;">https://youtu.be/DxETcEO6sC0</a><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pada akhirnya, seperti kita lihat sekarang, banyak polwan yang berhijab. Ada perubahan kebijakan seirama dengan perubahan pimpinan. Sekarang banyak polwan memakai jilbab. Ada polwan yang mengenakan warna jilbab disesuaikan dengan warna bajunya, ada pula yang tidak persis sama. Kuncinya, terserah kepada masing-masing pribadi, mau memakai jilbab atau tidak, kalau memakai warna apa jilbabnya, terserah masing-masing polwan.</span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Ribut-ribut soal seragam sekolah juga sudah lama ada. Bukan hanya baru-baru ini dengan kasus yang muncul di SMK Negeri 2 Padang, Sumatra Barat, yang menghebohkan itu. Usia keributan ini jangan2 sudah lebih dasa warsa. Sering kita dengar, ada orangtua murid yang protes karena anaknya dilarang mengenakan jilbab. Kasus di Bali juga pernah muncul, kalau tak salah di sebuah SMA di Denpasar, ada orangtua yang tak terima anaknya dilarang mengenakan jilbab. Kepala sekolah bersikukuh bahwa itu pelanggaran terhadap pakaian seragam sekolah. Alasannya normative, ketika sang murid didaftarkan di sekolah, orangtua sudah disodori berbagai persyaratan, antara lain busana. “Warna dan potongan baju, rok, kaos sepatu, semuanya sudah jelas dengan gambar, tak ada asesoris lainnya,” kurang lebih alasan Kepala Sekolah. Orangtua ngotot: “Kami ingin melaksanakan ajaran agama kami, kenapa dilarang?” Kepala Sekolah menjawab: “Kami tidak melarang anak ibu menjalankan ajaran agamanya.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tapi aturan seragam di sekolah ini kan seperti gambar itu. Kalau ibu mau seragam yang lain, carilah sekolah yang lain. Ada sekolah Muhammadiyah di sini, atau ke pesantren.”<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Saya jadi ingat ketika anak saya, dulu sekali, mencari sekolah di Yogya. Saya daftarkan di sekolah yang dikelola Yayasan katolik. Bagus sekali dan dekat rumah. Ternyata syaratnya adalah, anak saya akan mendapat Pendidikan agama Katolik. Tidak ada Pendidikan agama lain. Kalau tak mau menandatangani pernyataan itu, ya, cari sekolah negeri yang agak jauh. Atau sekolah Taman Siswa yang mengajarkan agama pa saja. Saya dan anak saya tetap memilih sekolah yang dikelola Yayasan katolik itu.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Kembali ke soal jilbab, belakangan ini pada akhirnya mengenakan jilbab dan busana muslimah, menjadi hal yang biasa. Tak ada lagi ribut-ribut, mungkin sudah capek. Atau ada kedewasaan berpikir bahwa hak menjalankan kewajiban ajaran agama adalah hak asasi manusia. Jilbab diizinkan dan rok yang sepanjang sarung dibolehkan asal warnanya sama. Jadi, yang seragam tinggal warna, modelnya tidak. Siswi bebas mau mengenakan jilbab atau tidak.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dengan kompromi seperti itu, seragam sekolah menjadi hal yang seharusnya tak membuat masalah apa-apa di negeri yang majemuk ini. Cuma kemudian ada beberapa sekolah, dan bahkan beberapa kepala daerah, yang menambah-nambahi aturan. Yakni, mewajibkan siswi memakai jilbab dengan alasan menuntun mereka untuk lebih memahami ajaran agamanya.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lalu aturan ini pun kebablasan, semua siswi harus mengenakan jilbab untuk ciri khas daerahnya. Hal itu yang terjadi di Padang, aturan siswi wajib berhijab datang dari Walikota, bukan dari kepala sekolah atau guru. Alasannya selain masalah keyakinan agama, juga kekhasan daerahnya. Karena ada kewajiban ini maka yang menolak memakai jilbab mengadu ke mana-mana, sampai ke presiden. Akhirnya heboh dan itu memicu SKB 3 Menteri. Sebenarnya ini bukan kasus di Padang saja. Di Bali juga hampir sama, meski sedikit beda. Gubernur Bali Wayan Koster dengan semangat slogannya Nangun Sad Kerti yang intinya melestarikan budaya Bali, membuat Pergub tentang Busana Adat. Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018 itu mengatur soal penggunaan Bahasa Bali dan pakaian adat Bali pada hari tertentu, yakni hari Tilem (bulan mati), Hari purnama, hari Kamis, hari jadi Pemda Bali.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Peraturan ini ditujukan kepada semua pegawai negeri di lingkunngan Pemda Bali. Penggunaan Busana Adat Bali dikecualikan bagi pegawai lembaga pemerintah, lembaga swasta, dan tenaga profesional yang oleh karena tugasnya mengharuskan untuk menggunakan seragam khusus tertentu.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dalam peraturan itu juga disebutkan, pegawai negeri yang tidak beragama Hindu atau bukan orang Bali, boleh memakai pakaian adat dari daerahnya masing2. Namun dalam prakteknya, yang bukan asal Bali pun mengenakan pakaian adat Bali. Barangkali menyesuaikan saja, dan juga lebih praktis.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pergub ini yang berlaku sejak Oktober tahun 2018 sesungguhnya hanya ditujukan kepada pegawai negeri dan pegawai daerah di lingkungan Pemda Bali saja. Entah kenapa kemudian melebar ke dunia Pendidikan. Guru, murid, juga karyawan swasta ikut mengenakan busana adat Bali ini pada hari yang ditentukan.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tak dikecualikan apa pun agamanya, dari mana pun asalnya. Tidak jelas sesungguhnya, siapa yang mewajibkan itu, pihak sekolah atau pihak pemerintah. Maka kita melihat busana yang sedikit aneh. Pakaian adat Bali tetapi memakai jilbab dan kopiah, seperti foto ini. Maklum siswa siswi ini bukan asli Bali dan tidak beragama Hindu.</span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Nah, jika mengacu kepada kasus-kasus ini, SKB tiga menteri (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama) sebenarnya bagus sekali dan patut didukung. Yang diluruskan adalah pemakaian seragam sekolah saja, seragam pegawai baik negeri mau pun swasta tak diatur. Dan cara mengaturnya pun sangat jelas.</span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Yakni tidak ada larangan mengenakan jilbab di sekolah. Tetapi juga tak ada kewajiban. Murid lah yang dibebaskan untuk memilih, mau memakai atau tidak memakai. Jika ada kewajiban atau malah larangan dari pihak lain dalam hal ini pemerintah, maka peraturan itu harus dicabut dalam waktu 30 hari sejak SKB dikeluarkan. Rupanya ini ditujukan kepada Gubernur, bupati dan walikota, karena itu SKB ini melibatkan Menteri Dalam Negeri. Jika melihat kasus di Bali, seandainya pemakaian busana adat bali untuk murid2 itu berdasarkan kewajiban dari pihak pemerintah (bupati, wali kota atau gubernur) maka surat yang mewajibkan itu harus dicabut. Artinya, busana adat Bali tidak wajib dikenakan pada saat jam-jam belajar ke sekolah.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Apakah dengan lahirnya SKB 3 Menteri ini pro dan konta akan reda? Mungkin ya, tapi mungkin juga tidak. </span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Soalnya sudah mulai ada suara-suara bahwa anak didik dalam usia seperti itu (SD sampai SMA) masih labil dalam pemahaman agama, setidaknya perlu bimbingan. Salah satu bimbingannya adalah mewajibkan mereka taat menjalankan agamanya termasuk atribut mengenakan busana keagamaan. Khususnya dalam pemakaian jilbab bagi para siswi. Tapi sesungguhnya hampir sama pula di kalangan siswi yang beragama Hindu. Memangnya dengan berpakaian seragam sekolah murid2 Hindu tak bisa melakukan persembahyangan, sehingga harus mengenakan pakaian adat?</span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Nah, kalau pro kontra masih berlanjut, sepertinya harus dipikir ulang, apa memang harus anak-anak SD, SMP, SMA dan SMK berpakaian seragam? Kenapa tidak berpakaian bebas saja, asalkan rapi, sebagaimana mahasiswa kalau lagi kuliah?<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Kecuali sekolah khusus, seperti sekolah Muhammadiyah atau pesantren bagi yang muslim, boleh menentukan seragamnya sesuai nafas gamanya. Juga sekolah swasta bernafaskan Hindu seperti sekolah2 yang dikelola Perguruan Saraswati, bisa saja muridnya memakai pakaian adat. Tapi, urun rembug saya soal dihilangkannya seragam sekolah itu, baru relevan kalau SKB 3 Menteri ini masih diributkan. Namanya saja urun rembug.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: normal; margin-bottom: 12pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Begitulah, sampai jumpa. Salam sehat.</span></p></div><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-31993839268825202382021-02-05T19:57:00.001+08:002021-02-15T19:58:15.212+08:00UrunRembug - REFORMASI PHDI LEWAT MAHASABHA Bag 1<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: 30px; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; line-height: normal; margin: 0px; position: relative;"><iframe frameborder="0" height="270" src="https://youtube.com/embed/OA9JS_Uy1_4" style="background-image: url("https://i.ytimg.com/vi/OA9JS_Uy1_4/hqdefault.jpg"); font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.86px;" width="480"></iframe></h3><div class="post-body entry-content" id="post-body-8908621928893784315" itemprop="description articleBody" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.86px; line-height: 1.4; position: relative; width: 758.011px;"><div><br /></div><div><span style="color: rgba(0, 0, 0, 0.87); font-family: Roboto, Noto, sans-serif; font-size: 15px; white-space: pre-wrap;">Mahasabha Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) direncanakan Oktober mendatang. Tapi dari sekarang sudah ribut suara-suara yang ingin mereformasi lembaga ini. Apa bisa?</span></div><div><span style="color: rgba(0, 0, 0, 0.87); font-family: Roboto, Noto, sans-serif; font-size: 15px; white-space: pre-wrap;"><br /></span></div><div style="clear: both;"></div></div><div class="post-footer" style="background-color: white; color: #979797; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 12.6px; line-height: 1.6; margin: 0.5em 0px 0px;"></div><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-62232939241862273462021-01-30T08:44:00.001+08:002021-02-16T08:44:58.393+08:00Satu Juta<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: 30px; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; line-height: normal; margin: 0px; position: relative;"><span style="color: #2a2a2a; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt;">Putu Setia @mpujayaprema</span></h3><div class="post-body entry-content" id="post-body-4255938036086672599" itemprop="description articleBody" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.86px; line-height: 1.4; position: relative; width: 758.011px;"><p class="MsoNormal"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #2a2a2a; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Apa sesungguhnya yang terjadi? Apakah kita sedang memenangi pertempuran melawan Covid-19, musuh yang tidak kelihatan itu? Atau justru kewalahan dan nyaris kalah? Sepertinya membingungkan.<span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><a name="more"></a><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #2a2a2a; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Lonjakan kasus positif mengkhawatirkan. Tembus ke satu juta penduduk, angka yang entah bagaimana cara menghitungkan, dijadikan batasan sebagai sesuatu yang gawat. Rumah sakit kewalahan, yang darurat mau pun tidak darurat. Hotel yang menampung pasien orang tanpa gejala (OTG) terus ditambah. Lahan kuburan, khususnya di DKI Jakarta, juga ditambah – berita yang sesungguhnya mengerikan. Pembatasan sosial berskala besar yang istilahnya direvisi menjadi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) diperpanjang untuk Jawa dan Bali. Bukan sekadar diperpanjang, juga yang terkena PPKM ditambah. Di Jawa Barat, misalnya, dari 5 kabupaten yang PPKM kini seluruh kabupaten/kota ikut PPKM. Di Bali dari dua yang ditetapkan pusat, ditambah menjadi 5 kabupaten/kota yang kena PPKM.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #2a2a2a; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Ada yang hilang dalam perang melawan wabah ini. Yakni, kebersamaan. Kalau di awal pandemi gencar ada slogan “bersama melawan corona” kini gemanya hilang. Bukan saja spanduk berbunyi seperti itu tak ada lagi, pos komando Covid-19 yang ada di pedesaan sudah bubar. Tak ada lagi aparat desa yang berjaga-jaga dan siap dengan menyemprotkan cairan desinfektan. Tak ada lagi orang saling menegur, mengingatkan untuk memakai masker. Razia masker memang sesekali ada, tapi itu dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja, bukan lagi oleh aparat desa. Kita tahu keterbatasan Satpol PP ini yang tak bisa menjangkau pedesaan.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-anA3AIvdU64/YCoc7-m2qtI/AAAAAAAABG0/g8CMNU4T0ZoQyKN0nBpxI8Az5n9A5tM5gCLcBGAsYHQ/s700/Pasien%2BCovid.jpeg" imageanchor="1" style="color: #901016; margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-decoration-line: none;"><img border="0" data-original-height="468" data-original-width="700" src="https://1.bp.blogspot.com/-anA3AIvdU64/YCoc7-m2qtI/AAAAAAAABG0/g8CMNU4T0ZoQyKN0nBpxI8Az5n9A5tM5gCLcBGAsYHQ/s320/Pasien%2BCovid.jpeg" style="border: none; position: relative;" width="320" /></a></div><br /><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #2a2a2a; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;"><br /></span><p></p><p class="MsoNormal"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #2a2a2a; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Satu juta positif virus corona. Apa arti satu juta itu dibandingkan penduduk negeri ini yang jumlahnya 271 juta? Masyarakat pedesaan tak tahu bagaimana cara membaca dan membandingkan angka itu. Mereka jadi tak mampu mencerna, angka satu juta itu mengerikan atau tidak, apalagi angka itu sejak awal pandemi. Mungkin lebih mudah dipahami jika dijelaskan seperti ini. Jika kasus positif baru berjumlah 13.695 orang (per Jumat pagi) sementara yang sembuh 10.792 orang dan meninggal 476 orang, maka pasien baru Covid-19 yang perlu perawatan bertambah sebanyak 2.427 orang. Ini per hari, bagaimana tidak kewalahan mencari tempat perawatan, karena masih banyak yang belum sembuh dan ada pasien penyakit lain di luar Covid-19.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #2a2a2a; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Rumah sakit yang kolaps, tenaga medis yang lelah, bisa menyebabkan angka kematian bertambah. "Angka kematian kita tertinggi nomor satu di negara Asean, baik presentase maupun jumlahnya,” kata Ketua Ikatan Dokter Indonesia DKI Jakarta Slamet Budiarto. Maka perang melawan Covid-19 seharusnya diulang kembali kepada semangat awal, semangat yang dijadikan lirik lagu oleh mendiang Didi Kempot: “Bersama Melawan Corona”.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #2a2a2a; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Ini yang pasti susah. Masyarakat jenuh berada “di rumah saja”. Murid sekolah sudah bosan “libur panjang”. Mereka rindu berkumpul dengan kawan sekolahnya di kelas, meski pun bisa kumpul di tepi sawah bermain layang-layang. Apakah memakai masker dan jaga jarak? Masker memang dipakai kalau ke jalanan umum karena takut kalau ada razia dan disuruh <i>push up</i>. Kalau jaga jarak sudah pasti tidak. Bagaimana masyarakat patuh, <i>wong</i> Gubernur Bali bersama undangan meniup lilin ulang tahun (dan menyuapi hadirin) tanpa jaga jarak? Padahal yang ulang tahun adalah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati yang berada entah di mana. Artinya, pejabat juga jenuh dan mungkin perlu hiburan.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #2a2a2a; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Jadi, sudah sampai di mana kita melawan Covid-19? Membingungkan. Karena angka satu juta sudah bertambah 50 ribuan, seharusnya kita kembali “bersama melawan corona”. Tak ada pilihan lain.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #2a2a2a; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;"><i>(Koran Tempo 30 Januari 2021)</i></span></p></div><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-52076062199359163522021-01-23T08:46:00.004+08:002021-02-16T08:46:54.473+08:00Doa Bencana<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: 30px; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; line-height: normal; margin: 0px; position: relative;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt;">Putu Setia @mpujayaprema</span></h3><div class="post-body entry-content" id="post-body-7887734917906588018" itemprop="description articleBody" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.86px; line-height: 1.4; position: relative; width: 758.011px;"><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Ada kelompok yang menamakan diri Generasi Pemuda Indonesia Bersatu, disingkat Gapinsa. Kelompok ini menyebar poster di media sosial. Isinya, “Waktunya Indonesia Berdoa”. Digambarkan peta Indonesia, lalu diurai ada bencana dari ujung Sumatra Utara sampai Sulawesi, sementara provinsi yang ada di Nusa Tenggara, Maluku dan Papua tidak ada tanda bencana. Itu bencana di tahun 2021yang belum genap sebulan.<span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><a name="more"></a><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Ada berbagai bencana. Gunung erupsi ada di Sumatra Utara, yakni Gunung Sinabung. Lalu Gunung Merapi di Yogyakarta dan Gunung Semeru di Jawa Timur. Ada banjir di Sumatra Barat, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Jember, Malang, Manado, ditambah banjir rob (air laut meluap) di Makasar. Ada tanah longsor di Sumedang dan Manado. Yang paling menyita perhatian, tentulah gempa di Mamuju, Sulawesi Barat, dan jatuhnya pesawat Sriwijaya Air di Kepulauan Seribu.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-F8qmkzFm8jE/YCoZdcGrkFI/AAAAAAAABGI/kqoQaDbA6pUCvS3uuI2zw8FWhe8cTWongCLcBGAsYHQ/s720/20210121_105839%255B1%255D.jpg" imageanchor="1" style="color: #901016; margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-decoration-line: none;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="720" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-F8qmkzFm8jE/YCoZdcGrkFI/AAAAAAAABGI/kqoQaDbA6pUCvS3uuI2zw8FWhe8cTWongCLcBGAsYHQ/s320/20210121_105839%255B1%255D.jpg" style="border: none; position: relative;" /></a></div><br /><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;"><br /></span><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Adakah korelasi antara doa dan bencana? Sebagai masyarakat religius, tentu saja segala bencana dihubung-hubungkan dengan “cobaan Tuhan” yang harus diterima umatNya. Karena itu wajar umat berdoa saat Tuhan memberi cobaan. Ebiet G Ade sudah menulis syair lagu yang suka diputar televisi saat menayangkan bencana. <i>Mungkin Tuhan mulai bosan, melihat tingkah kita, yang selalu salah…</i> kata Ebiet sebagai pertanda Tuhan sedang memulai cobaannya. Tapi Ebiet juga ragu apa benar Tuhan memerlukan doa, karena lagunya ditutup dengan <i>coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang</i>.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Jika ditanya tetua masyarakat Bali yang tinggal di lereng gunung, doa pasti ada kaitannya dengan bencana. Kalau ada pohon besar di hutan, maka pohon itu diselimuti <i>kain poleng</i> (hitam putih kayak papan catur), lalu orang berdoa kepada Tuhan di sana – dan orang yang tidak paham bisa saja menuduh “memuja berhala” atau bahkan “memuja setan”. Padahal dengan cara itu penduduk tak berani menebang pohon karena sudah “dilindungi Tuhan”. Begitu pula jurang-jurang pinggir sungai, tetap pohonnya dibiarkan rimbun supaya “air suci mengalir dengan teduh”. Pembangunan geothermal di Bedugul dibatalkan karena diprotes masyarakat. Gunung dianggap kawasan suci. Maka selamatlah hutan yang menyangga dua danau, Tamblingan dan Buyan. Para ahli lingkungan menyebut kelestarian hutan ini membuat jarang ada berita longsor dan banjir bandang di Bali. Entahlah, tetua di Bali hanya menyebut, kami cuma berdoa.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Banjir besar di Kalimantan Selatan, begitu laporan koran ini, disebabkan karena sepanjang aliran Sungai Barito hutannya rusak oleh tambang batubara. Dari 1,8 juta hektare luas aliran sungai Barito, 27 persen atau 466.642 hektare dikuasai para penambang, sebagian perusahaan milik keluarga pejabat tinggi. Hampir senada di daerah lain, banjir dan longsor karena lingkungan yang hancur. Termasuk banjir dan longsor di Kawasan Puncak, Bogor, yang belum dimasukkan dalam peta bencana di poster Gapinsa.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">“Indonesia berdoa” tak ada yang salah. Tapi, “Indonesia maju tanpa merusak hutan” seharusnya dijadikan gerakan nyata. Selama ini kita lebih banyak retorika. Menanam seribu pohon, gerakan yang hampir setiap tahun ada, namun mengobral izin tambang juga gerakan yang tak kalah banyaknya.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Untuk bencana lain seperti jatuhnya pesawat, apalagi gempa bumi dan gunung erupsi, memang sukar diprediksi. Itu betul-betul kehendak Tuhan dan tentu karena Tuhan tetap bekerja menyeimbangkan alam. Untuk “pekerjaan Tuhan” ini, kita memang harus berdoa agar dalam keseimbangan itu tak terlalu banyak malapetaka, namun taburkan kesejahtraan – misalnya membuat tanah menjadi subur dan penambang pasir tetap punya lahan bertahun-tahun. Ayo kita mulai berdoa.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;"><i>(Koran Tempo 23 Januari 2021)</i></span></p></div><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-1930366242616593472021-01-16T08:47:00.004+08:002021-02-16T08:48:24.478+08:00Ayo Divaksin<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: 30px; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; line-height: normal; margin: 0px; position: relative;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt;">Putu Setia @mpujayaprema</span></h3><div class="post-body entry-content" id="post-body-8138478983178135201" itemprop="description articleBody" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.86px; line-height: 1.4; position: relative; width: 758.011px;"><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Ini pertemuan kedua saya dengan Romo Imam di tahun 2021. Panjang lebar kami ngobrol tentang musibah yang menimpa pesawat Sriwijaya Air. Kecelakaan pesawat adalah tragedi yang sangat memilukan sekaligus misteri, kenapa itu terjadi. Karena itu pentingnya mencari penyebab kecelakaan yang terekam pada alat yang disebut kotak hitam. Pencarian itu sendiri menghadirkan drama keuletan para penyelam.<span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><a name="more"></a><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">“Kita selalu belajar banyak dari musibah pesawat terbang. Tapi, sudahlah. Yang juga menyedihkan adalah musibah pandemi Covid-19. Kita selalu tak mau belajar dari kesalahan dalam menangani pandemi ini. Yakni, komunikasi kita yang buruk,” kata Romo.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-K4AbiEtXwjA/YCoa0n8-tsI/AAAAAAAABGg/sDpwd7SuToA9XaR0bwMtrZCLTLjGChglwCLcBGAsYHQ/s1080/FB_IMG_1610525268057%255B1%255D.jpg" imageanchor="1" style="color: #901016; margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-decoration-line: none;"><img border="0" data-original-height="1080" data-original-width="720" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-K4AbiEtXwjA/YCoa0n8-tsI/AAAAAAAABGg/sDpwd7SuToA9XaR0bwMtrZCLTLjGChglwCLcBGAsYHQ/s320/FB_IMG_1610525268057%255B1%255D.jpg" style="border: none; position: relative;" /></a></div><br /><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;"><br /></span><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Saya agak kaget, tiba-tiba pembicaraan ke masalah pandemi <i>corona</i>. Barangkali Romo sudah bosan bicara kecelakaan pesawat yang begitu menyita tayangan televisi. “Komunikasi kita yang mana buruk itu, Romo?” tanya saya. Romo tertawa. “Sejak awal pandemi, komunikasi kita kacau. Soal penting tidaknya dan siapa yang patut mengenakan masker. Soal jenazah terpapar Covid-19, lalu soal rapid tes dan tes antigen dalam kaitan perjalanan orang. Kini soal vaksin,” ujar Romo.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">“Divaksin itu penting kan Romo?” saya menyela. Romo langsung menyambar. ”Sangat penting. Dibutuhkan Rp 70 trilyun untuk program vaksin ini. Tapi apa yang dilakukan pemerintah? Komunikasi yang buruk membuat masyarakat bertanya-tanya, di mana efektifitas vaksin itu. Kenapa vaksin yang dipakai Sinovac buatan Cina, kenapa bukan Pfizer atau Moderna. Kenapa usia tertinggi yang divaksin 59 tahun, padahal penerima vaksin pertama di dunia adalah Margaret Keenan di Inggris yang usianya 91 tahun. Kenapa pemerintah sudah membuat jadwal jauh hari, vaksin dimulai Rabu 13 Januari. Padahal BPOM dan MUI belum mengeluarkan izin darurat dan sertifikat halal saat jadwal diumumkan. Pada akhirnya orang berpikir, jangan-jangan BPOM memaksakan izin darurat itu diterbitkan agar jadwal pemerintah tak berubah. Ini jadi perbincangan di masyarakat, ada apa di balik vaksinasi itu?”<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Saya memancing Romo. “Memangnya banyak yang menolak divaksin?” Romo Imam makin bersemangat. “Itu politisi PDI Perjuangan, Ribka Tjiptaning, terang-terangan dalam rapat kerja DPR menyebutkan menolak divaksin. Bahkan jika didenda, dia memilih bayar denda ketimbang divaksin. Ini dari partai terbesar pemenang pemilu dan pendukung utama Jokowi. Kalau wakil rakyat saja begitu, bagaimana dengan rakyatnya? Ini tanda kurangnya komunikasi betapa pentingnya vaksinasi itu. Padahal Prof. Abdul Muthalib, dokter yang menyuntikkan vaksin ke Jokowi, punya cara komunikasi yang jitu. Beliau menyebutkan, vaksinasi bukan masalah kesehatan pribadi saja, tapi mencegah penularan dan membentuk <i>herd immunity</i>. Imunitas kolektif ini bisa terjadi jika 70 persen orang divaksin. Artinya orang divaksin bukan saja melindungi dirinya sendiri tapi juga untuk melindungi orang lain yang tak bisa divaksin seperti orang usia lanjut, orang punya penyakit bawaan akut dan seterusnya. Anda mau berbuat baik untuk melindungi orang lain? Ayo divaksin.”<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Saya menyeletuk. “Setelah divaksin kita bisa bebas tanpa masker ya Romo.” Romo Imam tertawa. “Sampeyan salah besar. Vaksin tidak serta merta melenyapkan <i>corona</i>. Kita tetap ikuti protokol kesehatan, memakai masker, jaga jarak dan mencuci tangan. Kalian ini mau meniru Raffi Ahmad? Pagi-pagi diundang ke Istana untuk ikut divaksin bersama Jokowi, malamnya ketemu teman-teman artisnya tanpa masker. Ini lagi-lagi kesalahan komunikasi pemerintah, kok masih percaya pada selebritas yang labil untuk kampanye vaksin. Aduh…”<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">“Oh…” saya ikut tertawa. “Pemerintah sering kecolongan pada hal-hal yang kecil.”<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;"><i>(Koran Tempo 16 Januari 2021)</i></span></p></div><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-751914664954224372021-01-09T08:49:00.004+08:002021-02-16T08:50:21.874+08:00Tunawisma<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: 30px; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; line-height: normal; margin: 0px; position: relative;"><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; letter-spacing: 0.1pt;">Putu Setia | @mpujayaprema</span></h3><div class="post-body entry-content" id="post-body-794072525577963910" itemprop="description articleBody" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.86px; line-height: 1.4; position: relative; width: 758.011px;"><p class="MsoNormal" style="line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; letter-spacing: 0.1pt;">Kata “tuna” umumnya merujuk ke nama ikan. Tapi kalau kata itu bersanding dengan kata lain, baik kata benda maupun sifat, artinya menjadi “kurang” atau “tidak memiliki”. Misalnya “tunasusila”, orang yang tidak memiliki susila. Ini penghalusan dari kata “pelacur”. Ada “tunawisma”, orang yang tak punya rumah. Ini penghalusan dari kata “gelandangan”.<span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><a name="more"></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; letter-spacing: 0.1pt;">Mari kita berbicara soal gelandangan. Orang yang berada di mana-mana karena tak menentu tempat tinggalnya. Profesi mereka bisa sebagai pemulung atau sekadar minta belas kasihan orang alias mengemis. Golongan ini termasuk kaum fakir miskin dan sesuai amanat konstitusi mereka dipelihara negara. Kementrian Sosial salah satu tugasnya adalah membina mereka.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in; vertical-align: baseline;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-RLi2hzRkWmI/YCodZBOyxHI/AAAAAAAABHA/5UzSM9HH_68_Oo6GaN6lgreZyWtnnNUagCLcBGAsYHQ/s720/Risma%2BBlusukan.jpg" imageanchor="1" style="color: #901016; margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-decoration-line: none;"><img border="0" data-original-height="405" data-original-width="720" src="https://1.bp.blogspot.com/-RLi2hzRkWmI/YCodZBOyxHI/AAAAAAAABHA/5UzSM9HH_68_Oo6GaN6lgreZyWtnnNUagCLcBGAsYHQ/s320/Risma%2BBlusukan.jpg" style="border: none; position: relative;" width="320" /></a></div><br /><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; letter-spacing: 0.1pt;"><br /></span><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; letter-spacing: 0.1pt;">Dari sudut pandang inilah kita gembira mendengar bahwa Menteri Sosial Tri Rismaharini turun ke kolong jembatan di Pegangsaan, Jakarta, untuk menemui para gelandangan. Menteri yang baru dilantik ini berdialog dengan para tunawisma. Esoknya dilanjutkan ke Pasar Baru dan ke kawasan elit Sudirman-M.H.Thamrin. Kepada kaum tunawisma yang ditemuinya itu, Menteri Risma menjanjikan rumah murah yang segera dibangun Kementrian Sosial. Blusukan Ibu Menteri ini langsung diviralkan media massa dan para gelandangan semakin “menampakkan diri”. Tentu ingin mendapatkan janji Ibu Menteri.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; letter-spacing: 0.1pt;">Yang heran, tapi tetap tenang, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, kenapa tiba-tiba ada gelandangan di kawasan elite Sudirman – Thamrin. </span><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; letter-spacing: 0.1pt;"> </span><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; letter-spacing: 0.1pt;">“Saya sudah hidup di Jakarta sejak umur 4 tahun. Baru dengar ada tunawisma di Jalan Sudirman-Thamrin,” kata Riza. Ia mengatakan, Gubernur Anies Baswedan telah memerintahkan Kepala Dinas Sosial untuk mengecek siapa tunawisma itu. “Kalau di kolong jembatan, betul masih ada,” ucap Riza lagi. Mungkinkah ini soal kebetulan? Pas Mensos Risma blusukan ketemu apa yang dicarinya. Tak usah ditanya kenapa kebetulan itu terjadi hanya beberapa hari setelah Risma menjabat Menteri Sosial. Bisa jadi Ibu Risma sulit melepas karakter kepemimpinannya, seperti dikatakan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, yang ingin ketemu rakyatnya. Dan dia mengira tugasnya masih setingkat Walikota.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 16.5pt; margin: 12pt 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; letter-spacing: 0.1pt;">Risma Triharini harus dibisiki. Tugas Menteri Sosial adalah mengurusi seluruh kaum fakir miskin di Nusantara. Dari Sabang sampai Merauke ada 34 provinsi yang isinya banyak para gelandangan. Kalau itu harus ditemui satu persatu dan diberi janji-janji yang bisa diviralkan media massa, mustahil sekali. Biarlah itu urusan para gubernur dan wakilnya. Bahkan cukup urusan Kepala Dinas Sosial atau bahkan seorang Lurah, seperti yang dilakukan Lurah Pegangsaan, yang langsung menangani gelandangan di kolong jembatan yang sebelumnya ditemui Bu Risma.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 16.5pt; margin: 12pt 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; letter-spacing: 0.1pt;">Tugas menteri amat berat, apalagi Menteri Sosial di masa pandemi ini. Ia harus membuat terobosan bagaimana bantuan sosial bisa diterima dengan baik dan merata di seluruh Indonesia. Apalagi besok lusa beberapa daerah di Jawa dan Bali berstatus pembatasan sosial berskala besar. Rakyat yang sudah jenuh di rumah hanya bisa betah kalau kebutuhan pokoknya bisa dibantu pemerintah.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 16.5pt; margin: 12pt 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; letter-spacing: 0.1pt;">Kalau pun pandemi menurun, syukur dalam waktu tak lama, data orang miskin yang kacau harus segera disempurnakan. Ini masalah klasik di pedesaan, orang yang berpunya mendapat “beras miskin”, yang tak punya tak dapat apa-apa. Tak selalu kesalahan Lurah dalam mendata, bisa jadi <i>update</i> data yang macet entah di mana.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 16.5pt; margin: 12pt 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; letter-spacing: 0.1pt;">Kita percaya Bu Risma bisa mengatasi masalah ini asalkan tidak terjebak pada ambisi kekuasaan, misalnya, ingin berebut jabatan lain. Menjadi menteri itu sudah amanah yang harus dipertanggungjawabkan.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 16.5pt; margin: 12pt 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; letter-spacing: 0.1pt;"><i>(Koran Tempo 9 Januari 2021)</i></span></p><div><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; letter-spacing: 0.1pt;"><i><br /></i></span></div><div style="clear: both;"></div></div><div class="post-footer" style="background-color: white; color: #979797; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 12.6px; line-height: 1.6; margin: 0.5em 0px 0px;"></div><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-26567781178758248382021-01-02T08:50:00.004+08:002021-02-16T08:51:43.143+08:00Bersyukur<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: 30px; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; line-height: normal; margin: 0px; position: relative;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt;">Putu Setia | @mpujayaprema</span></h3><div class="post-body entry-content" id="post-body-813982408175892849" itemprop="description articleBody" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.86px; line-height: 1.4; position: relative; width: 758.011px;"><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Selamat tahun baru Romo Imam, sehat dan sejahtera selalu. Itu kalimat pertama yang saya ucapkan kepada sahabat yang lama tak saya kunjungi. Pandemi global dasyat ini merenggangkan jarak saya dengan Romo.<span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><a name="more"></a><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">“Mana korannya? Saya ingin tahu berita malam tahun baru,” katanya. Saya kaget karena tidak membawa koran apa pun, kali ini. “Romo ketinggalan informasi. Persis mulai hari ini <i>Koran Tempo</i> tidak terbit lagi dalam edisi cetak. <i>Koran Tempo</i> hanya ada edisi digitalnya. Romo bisa membacanya di <i>handphone</i>, lebih praktis,” saya menjelaskan.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Kami duduk di teras, memandang bunga-bunga yang asri. “Perubahan terus terjadi, termasuk di dunia informasi. Kelebihan media digital membuat informasi cepat sampai dan Romo tak harus menunggu loper koran yang mungkin kena macet. Romo tinggal klik di <i>hape</i> dan informasi yang Romo dapatkan sama cepatnya dengan yang didapat keluarga Romo di Solo, Medan dan lainnya. Saya ajari cara berlangganannya.”<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;"> “Perubahan memang dasyat, sama dasyatnya dengan pandemi yang tak jelas kapan berakhir,” kata Romo sambil menyodorkan gawainya. “Belum pernah ada pergantian tahun yang sesepi ini dari mercon dan kembang api, meski saya tak suka juga situasi itu, hanya bakar-bakar uang. Romo memaklumi banyak yang melanggar larangan pemerintah. Di beberapa kota pejabatnya juga rada bingung antara membiarkan ada keramaian tetapi melarang kerumunan. Malah beberapa obyek wisata ditutup mendadak.”<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Romo saya biarkan bicara tanpa saya komentari. Saya mendaftarkan Romo berlangganan <i>Koran Tempo Digital</i>. “Setiap pergantian tahun kita selalu mengharap perubahan. Banyak orang bahkan bertekad akan mengubah cara hidupnya. Bumi dan planet memang berputar terus lalu kita menandainya dengan pergantian waktu, termasuk pergantian tahun. Padahal apa beda bumi, matahari, dan bulan pada hari kemarin dan esok? Tapi kita ingin berubah atau sesungguhnya merasa perlu berubah. Kalau memang ada perubahan yang lebih baik, ya, kita bersyukur. Tapi kalau biasa-biasa saja, ya, tetaplah bersyukur. Bahkan kalau lebih buruk apa salahnya tetap bersyukur karena kita masih bisa mengatasinya? Menerima kenyataan itu dengan tetap bersyukur lebih baik dari memaki keadaan.”<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-5sarOU2lRbg/YCoes0lPHtI/AAAAAAAABHM/52po7GnmATgWq_ZRyROeJ7jXcI0cLzQHACLcBGAsYHQ/s257/Koran%2BTempo.jpg" imageanchor="1" style="color: #901016; margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-decoration-line: none;"><img border="0" data-original-height="257" data-original-width="196" src="https://1.bp.blogspot.com/-5sarOU2lRbg/YCoes0lPHtI/AAAAAAAABHM/52po7GnmATgWq_ZRyROeJ7jXcI0cLzQHACLcBGAsYHQ/s0/Koran%2BTempo.jpg" style="border: none; position: relative;" /></a></div><br /><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;"><br /></span><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">“Romo menyinggung soal pandemi <i>corona</i>?” Saya menyela. Romo cepat menanggapi: “Tak cuma soal pandemi, semua masalah yang dihadapi bangsa ini. Menteri yang masih korupsi bahkan yang dikorupnya bantuan sosial, itu kan keterlaluan. Soal hoaks, caci maki di media sosial, masalah keyakinan beragama yang masih ada dikotomi mayoritas minoritas, pembubaran Front Pembela Islam yang terlalu didramatisir, apa sih akar masalahnya? Bukannya soal ketidak-adilan dan hukum yang masih tebang pilih? Kalau akarnya tidak dibenahi, pohon itu akan dipenuhi ranting yang tak jelas, bisa-bisa benalu pun tumbuh di pohon. Habis energi kita mengurus hal ini berulang-ulang.”<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Saya menimpali. “Lalu apa yang kita lakukan di tahun baru ini, Romo?” Romo minum sejenak. “Bertindaklah yang adil, kerja yang baik, jangan mengumbar harapan, intropeksi diri dan beri teladan. Selebihnya mari kita berusaha tetap bersyukur.”<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Saya menyerahkan gawai Romo yang sudah menjadi pelanggan Tempo Digital. “Nanti Romo tinggal klik tombol ini. Dan saya janji akan lebih sering ketemu Romo meminta pendapat untuk bahan tulisan, dibandingkan saya menulis hal-hal yang sudah diketahui umum. Tahun baru ini harus ada inovasi baru dan Tempo tetap menyajikan jurnalisme yang berkualitas.”<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Romo tersenyum. Saya langsung mohon pamit tanpa perlu mencium tangannya.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><i>(Koran Tempo 2 Januari 2021)</i></p></div><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-11341913116832595762020-12-26T08:52:00.004+08:002021-02-16T08:53:31.971+08:00LIBUR NATAL<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: 30px; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; line-height: normal; margin: 0px; position: relative;"><span style="font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 15px; white-space: pre-wrap;">Libur akhir tahun kali ini kacau karena syarat tes usap yang mendadak. Ribuan tiket penerbangan ke Bali dibatalkan dan kerugian ratusan milyar. Gubernur Bali Wayan Koster dihujat di media sosial, padahal surat edarannya berdasar petunjuk pusat.</span></h3><div class="post-body entry-content" id="post-body-2386323154632007603" itemprop="description articleBody" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.86px; line-height: 1.4; position: relative; width: 758.011px;"><a name="more"></a><p></p><p><span color="rgba(0, 0, 0, 0.87)" face="Roboto, Noto, sans-serif" style="font-size: 15px; white-space: pre-wrap;"><a href="https://youtu.be/6R3CbOnAT74" style="color: #901016; text-decoration-line: none;"> https://youtu.be/6R3CbOnAT74<span></span></a></span></p><a name='more'></a><br /><p></p><p></p><p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: 0.1pt;">Putu Setia | @mpujayaprema</span></p><p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: 0.1pt;"> </span></p><p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: 0.1pt;">Inilah Natal yang paling heboh. Tapi bukan ritualnya. Juga bukan urusan boleh tidaknya mengucapkan Selamat Natal. Atau soal topi Santa yang dipakai pekerja pasar swalayan. Mudah-mudahan itu sudah kedaluwarsa. Heboh kali ini adalah soal liburnya.<o:p></o:p></span></p><p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: 0.1pt;"> </span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="color: #333333; letter-spacing: 0.1pt;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-PD0rYWRx--g/X93lRJsphSI/AAAAAAAABEo/L_FIQkdiapMz1zJTOelr4HOyFqd9zUYBwCLcBGAsYHQ/s1476/BANNER%2BCA%2B19%2BDesember%2B2020.jpg" imageanchor="1" style="color: #901016; margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-decoration-line: none;"><img border="0" data-original-height="902" data-original-width="1476" src="https://1.bp.blogspot.com/-PD0rYWRx--g/X93lRJsphSI/AAAAAAAABEo/L_FIQkdiapMz1zJTOelr4HOyFqd9zUYBwCLcBGAsYHQ/s320/BANNER%2BCA%2B19%2BDesember%2B2020.jpg" style="border: none; position: relative;" width="320" /></a></span></div><span style="color: #333333; letter-spacing: 0.1pt;"><br /></span><p></p><p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: 0.1pt;">Libur Natal ternyata urusan segala umat, bukan cuma yang merayakan. Umat yang masih punya tabungan meski dilanda pandemi hampir setahun. Umat yang tak pusing dengan bantuan sosial, namun pusing jika berdiam diri di rumah. Mereka kini merencanakan liburan di saat umat Nasrani merayakan Natal.<o:p></o:p></span></p><p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: 0.1pt;"> </span></p><p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: 0.1pt;">Seperti biasa sejak lama, libur Natal bersambung ke libur Tahun Baru. Pemerintah pun merancang cuti bersama yang lumayan jumlahnya. Namun, dengan alasan Covid-19 yang masih ganas, kedua cuti bersama ini direvisi untuk dipecah. Usai Natal harus bekerja lagi tiga hari sebelum ketemu cuti bersama Tahun Baru.<o:p></o:p></span></p><p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: 0.1pt;"> </span></p><p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: 0.1pt;">Ternyata itu tak ada pengaruhnya bagi umat ber-uang banyak. Sudah pesan tiket pesawat dan hotel jauh-jauh hari, mereka tetap saja mau berlibur. Tiga hari masuk kerja di tengah-tengah liburan bisa disiasati dengan berbagai cara. Misalnya, cuti beneran. Terus apanya yang heboh? Ada peraturan baru bahwa setiap yang berlibur ke daerah yang masih zone merah, harus melampirkan “surat bebas corona”. Daerah itu adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, dan Bali. Mereka yang berkunjung ke daerah ini harus mengikuti tes usap PCR jika naik pesawat udara, dan rapid tes antigen jika lewat darat. Tes itu harus dilakukan dua hari sebelum perjalanan dan berlaku sejak 18 Desember kemarin sampai 4 Januari tahun depan.<o:p></o:p></span></p><p style="line-height: 16.5pt; margin: 12pt 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: 0.1pt;">Kalau uang ada, apa arti biaya untuk tes usap itu? Kenapa bisa heboh? Ini bukan sekadar uang, meski alasan itu tetap relevan karena harga tiket dengan masa promosi lebih murah ketimbang biaya tes usap. Masalahnya, ada yang mengaku libur dengan anak-anak kecil, yang ketakutan jika di tes usap. Lagi pula keputusan tes swab itu sangat mendadak. Diputuskan dalam rapat yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Rabu lalu. Gubernur di wilayah zone merah langsung membuat surat edaran dan syarat itu berlaku sejak Jumat kemarin.<o:p></o:p></span></p><p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: 0.1pt;">Paling heboh di Bali. Pengusaha dan karyawan hotel sudah bersiap menyambut tamu domestik. Denyut wisata Bali dipastikan segera datang. Memang, di kawasan wisata sudah mulai ramai dan virus corona pun mulai dilupakan orang, meski protokol kesehatan terus dikumandangkan. Tiba-tiba Bali dinyatakan zone merah dan angka penambahan positif Covid-19 melonjak naik. Di bulan November yang positif masih di bawah 400 lalu di awal Desember naik jadi 880 kasus. Di mana penyebaran? Ternyata ada kampus Politeknik Transportasi Darat di sebuah desa di Kabupaten Tabanan yang 248 mahasiswanya positif Covid-19. Gubernur Wayan Koster dianggap gagal menjelaskan bahwa kluster itu jauh dari kawasan wisata. Maka Bali terkena persyaratan tes usap bagi pelancong yang mau berlibur.<o:p></o:p></span></p><p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: 0.1pt;"> </span></p><p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Akibatnya, menurut Ketua PHRI Hariyadi Sukamdani, ada 133 ribu tiket yang dibatalkan menuju Bali. Nilai transaksinya fantastis sampai Rp 317 miliar. “Sedangkan </span><i style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">impact </i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">ke ekonomi Bali Rp 997 miliar,” ujar Hariyadi.</span></p><p class="MsoNormal" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Kini, Gubernur Koster dihujat habis-habisan. Padahal surat edaran yang dibuatnya atas perintah Menko Luhut Binsar Pandjaitan. Lagi-lagi corona sulit dilawan. Bisa jadi kita melawannya kurang kompak dan tak jelas apa prioritasnya, kesehatan ataukah kebangkitan ekonomi. Libur Natal pun jadi heboh.</span></p></div><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-2384927461934437972020-12-12T08:54:00.004+08:002021-02-16T08:55:08.185+08:00ANDREI ANGOUW<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: 30px; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; line-height: normal; margin: 0px; position: relative;"><iframe frameborder="0" height="270" src="https://youtube.com/embed/rQ9WAuwqGyA" style="font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.86px;" width="480"></iframe></h3><div class="post-body entry-content" id="post-body-767473363064646114" itemprop="description articleBody" style="background-color: white; color: #1e1e1e; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.86px; line-height: 1.4; position: relative; width: 758.011px;"><div><br /></div><div><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Putu Setia | @mpujayaprema</span></div><div><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Anda mengenal nama Andrei Angouw? Ia kurang populer dibandingkan Gibran Rakabuming dan Bobby Nasution, yang memenangi pemilihan wali kota di Solo dan Medan. Padahal Andrei juga memenangi pemilihan wali kota di Manado. Yang membedakan adalah status keluarga. Gibran adalah anak Presiden Joko Widodo dan Bobby menantu Presiden, sementara Andrei bukan siapa-siapa.<span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><a name="more"></a><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Andrei Angouw layak diperkenalkan. Dia tidak ujuk-ujuk menjadi calon Wali Kota Manado. Dia sudah tiga periode menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Sulawesi Utara. Malah sejak Februari 2016 jabatannya adalah Ketua Dewan.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Andrei berasal dari keluarga Tionghoa. Ah, apakah ini menarik? Negeri yang beragam penduduk ini tak layak masih mempersoalkan asal-usul etnis. Semua orang punya kedudukan yang sama, cinta pada tanah air yang sama, dan punya hak yang sama untuk membangun negeri. Ini ungkapan klise, namun perlu dikatakan. Ada yang lebih penting, sekaligus pujian untuk masyarakat Manado, Andrei penganut Konghucu. Pertama kalinya di Indonesia, kepala daerah meski itu baru setingkat wali kota beragama Konghucu.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-2gJP1XjlT-I/X93l_32uf9I/AAAAAAAABEw/OrVwIajRzjww0FziXTljV_d11Sx2MUgCACLcBGAsYHQ/s1476/BANNER%2BCA%2B12%2BDes%2B2020.jpg" imageanchor="1" style="color: #901016; margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-decoration-line: none;"><img border="0" data-original-height="902" data-original-width="1476" src="https://1.bp.blogspot.com/-2gJP1XjlT-I/X93l_32uf9I/AAAAAAAABEw/OrVwIajRzjww0FziXTljV_d11Sx2MUgCACLcBGAsYHQ/s320/BANNER%2BCA%2B12%2BDes%2B2020.jpg" style="border: none; position: relative;" width="320" /></a></div><br /><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;"><br /></span><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Agama seringkali dikaitkan dengan jabatan. Belum lama ini, seorang petinggi Majelis Ulama Indonesia menyatakan keheranannya, ada rencana kepala polisi dijabat oleh orang nonmuslim. Padahal kandidat Kapolri masih setingkat rumor. Yang sudah terjadi berkali-kali adalah protes sebagian kelompok masyarakat yang menolak seorang pejabat lantaran beragama beda dengan agama mayoritas warga. Karena itu, berita dari Manado jadi menarik. Umat Konghucu minoritas di sana. Berdasarkan sensus tahun 2010, agama terbesar adalah Kristen Protestan, menyusul Katolik, Islam, Buddha, Hindu dan Konghucu. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Perjalanan Konghucu sebagai agama resmi juga menarik. Di masa Orde Baru, Presiden Soeharto tak mengizinkan keberadaan agama ini. Hari raya Imlek tak boleh dirayakan. Orde Baru tumbang dan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur memimpin bangsa ini. Gus Dur mencabut Inpres No. 14 tahun 1967 yang membelenggu umat Konghucu. Agama Konghucu dinyatakan sebagai agama yang sah di republik ini dan semua perayaan keagamaan mereka diperbolehkan. Megawati, yang menggantikan Gus Dur sebagai presiden, juga berjasa menjadikan Imlek sebagai hari libur nasional. Barongsay marak dan lampion ada di mana-mana.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Tapi tak berarti umat Konghucu diperlakukan dengan adil. Pencantuman kolom agama di kartu tanda penduduk harus menunggu lama dengan berbagai alasan administrasi. Di Kementrian Agama tidak jelas siapa yang mengurusi Konghucu. Tidak ada direktorat jenderal bimbingan masyarakat Konghucu seperti yang dimiliki agama-agama lain.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi janji. Saat perayaan nasional Tahun Baru Imlek pada 2014, Presiden SBY menyetujui usulan<b> </b><strong><span style="color: #222222; font-weight: normal;">Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia</span></strong><b><span style="color: #222222;"> (</span></b><strong><span style="color: #222222; font-weight: normal;">MATAKIN</span></strong><b><span style="color: #222222;">) </span></b><span style="color: #222222;">soal dibentuknya<b> </b><strong><span style="font-weight: normal;">Direktorat Jenderal Agama Konghucu</span></strong><b> </b>di<b> </b><strong><span style="font-weight: normal;">Kementerian Agama</span></strong><b>. </b>Janji itu belum ditepati sampai SBY lengser.<o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal"><span style="color: #222222; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Presiden Joko Widodo, yang menggantikan SBY, rupanya asyik dengan infrastruktur, terutama jalan tol. Jokowi kurang tertarik mengurusi masalah agama. Umat Konghucu juga tak begitu ngotot bicara masalah pengayoman, agama bagi mereka bukan untuk digembar-gemborkan. Maka sampai hari ini, tak ada direktorat bimbingan agama Konghucu di Kementrian Agama.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="color: #222222; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">Andrei Angouw pasti tak ada kaitannya dengan urusan itu. Namun, s</span><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #202122; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;">emboyan masyarakat Manado yaitu <i>Torang samua basudara</i> (Kita semua bersaudara) perlu dibawa ke Jakarta. Sekadar mengingatkan kita bahwa pemeluk agama perlu pengayoman yang adil.<o:p></o:p></span></p></div><div><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #202122; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 17.12px;"><br /></span></div></div><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-45339044328736207942020-12-05T11:40:00.005+08:002020-12-10T11:51:58.175+08:00Berkerumun<p style="margin-bottom: 11.25pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;"><span style="background-color: white; color: #2a2a2a;">Putu Setia |@mpujayaprema</span></p>
<p style="margin-bottom: 11.25pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;"><span style="background: white; color: #2a2a2a;">Pemilihan kepala daerah
serentak 2020 tinggal menghitung hari. Sabtu ini hari terakhir masa kampanye,
hajatan yang tak terasa gaungnya akibat pandemi Covid-19. Kampanye sangat
terbatas. Masyarakat tak bergairah. Tak ada pertemuan besar, tak ada pembagian
baju kaos.<span></span></span></p><a name='more'></a><o:p></o:p><p></p>
<p style="margin-bottom: 11.25pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;"><span style="background: white; color: #2a2a2a;">Rabu nanti hari pencoblosan.
Apakah ada kegairahan mendatangi tempat pemungutan suara? Tentu itu yang
diharapkan para calon gubernur, bupati dan walikota di 270 wilayah yang ikut
hajatan politik ini. Andai kegairahan itu tak ada, jangan pula salahkan rakyat.
Ini bukan soal memilih pemimpin atau tidak. Ini semata-mata urusan menjaga kesehatan,
mengikuti anjuran Presiden Jokowi, “Kesehatan yang utama”. Kita dilarang
berkerumun.<o:p></o:p></span></p>
<p style="margin-bottom: 11.25pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;"><span style="background: white; color: #2a2a2a;">Memang simpang siur sampai
batas mana kumpulan orang di suatu tempat disebut kerumunan. Pernah ada batasan
dari segi jumlah, 25 orang dianggap sudah kerumunan. Kemudian batasan jumlah
orang diperlonggar menjadi ukuran ruang, seperempat dari kapasitas ruangan
sudah maksimum. Lalu batasan dinaikkan menjadi separoh kapasitas ruangan.
Pelonggaran ini bukan karena pandemi menurun, melainkan upaya menggerakkan sektor
ekonomi. Sedangkan jumlah orang yang positif Covid-19 terus bertambah.<o:p></o:p></span></p><p style="margin-bottom: 11.25pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-aPRwkPfXCTA/X9GZUSpYbGI/AAAAAAAAAtA/FHuQqpoGfgghy5NS5mBDDtBKFiuc0qhAACLcBGAsYHQ/s1476/BANNER%2BCA%2B5%2BDesember%2B2020.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="902" data-original-width="1476" src="https://1.bp.blogspot.com/-aPRwkPfXCTA/X9GZUSpYbGI/AAAAAAAAAtA/FHuQqpoGfgghy5NS5mBDDtBKFiuc0qhAACLcBGAsYHQ/s320/BANNER%2BCA%2B5%2BDesember%2B2020.jpg" width="320" /></a></div><br /><span style="background: white; color: #2a2a2a;"><a href="https://youtu.be/6OSEs9oCyn0">https://youtu.be/6OSEs9oCyn0</a><br /></span><p></p>
<p style="margin-bottom: 11.25pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;"><span style="background: white; color: #2a2a2a;">Tempat pemungutan suara
umumnya tidak besar. Apalagi ruang pencoblosan. Di ruang itu nantinya ada 7
orang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Lalu ada saksi
dari para calon, sebutlah 2 orang setiap calon. Ada petugas lain yang tak diatur
dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum, misalnya, orang yang meladeni petugas,
tenaga bantuan keamanan dan para pemantau – ini kalau situasi normal. Lalu
ditambah para pencoblos yang antre, apakah itu tidak terjadi kerumunan?<o:p></o:p></span></p>
<p style="margin-bottom: 11.25pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;"><span style="background: white; color: #2a2a2a;">Ada aturan ketat 3M, memakai masker,
menjaga jarak, dan mencuci tangan. Menjaga jarak sudah pasti akan dilanggar.
Ada interaksi yang tak memungkinkan jaga jarak. Belum lagi kebiasaan ngerumpi
antarpenduduk yang mau nyoblos. Ini yang mencemaskan, munculnya kluster baru,
kluster pilkada.<o:p></o:p></span></p>
<p style="margin-bottom: 11.25pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;"><span style="background: white; color: #2a2a2a;">Virus <i>corona</i> memang
bandel benar. Delapan bulan lebih corona gentayangan belum juga mau hilang,
malah bertambah bandel. Padahal manusia yang menjadi korbannya, sudah bosan
tinggal di rumah. Orang-orang ingin bebas, perlu bekerja di luar rumah, dan
sekarang harus memilih bupati, walikota dan gubernur. Ternyata kita jadi
bingung, baik para pemegang kebijakan apalagi masyarakat kelas bawah. Kita
maunya virus menurun agar bisa bebas bergerak. Tapi <i>corona</i> tak mau,
virus ini tetap memangsa para dokter dan membuat sejumlah bupati dan gubernur
harus isolasi di rumahnya. Bisa jadi <i>corona</i> marah: “Kalau kamu tetap
berkerumun, aku tak mau pergi…”<o:p></o:p></span></p>
<p style="margin-bottom: 11.25pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;"><span style="background: white; color: #2a2a2a;">Oh, <i>corona</i>. Izinkan
kami berkerumun untuk mencoblos. Ada calon walikota yang tak sabar menduduki
jabatannya. Sebagai gantinya, liburan akhir tahun akan kami perpendek. Dari
rencana 11 hari menjadi 8 hari dengan jeda di tengah-tengahnya. Empat hari
libur Natal dan empat hari libur tahun baru, di tengah-tengahnya masuk kerja 3
hari. Mungkin <i>corona</i> tertawa: “Memang ada pengaruhnya?”<o:p></o:p></span></p>
<p style="margin-bottom: 11.25pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;"><span style="background: white; color: #2a2a2a;">Andai <i>corona</i> bisa
ngomong begitu, ada benarnya juga. Masuk kerja tanggal 28, 29, dan 30 Desember
tak akan mengurangi kerumunan. Yang sudah berencana liburan, tetap akan libur. Yang
bekerja melayani orang libur, karyawan hotel, pedagang dan sejenisnya tetap
akan bekerja. Mereka punya pembenaran, ekonomi harus bergerak di era pandemi.<o:p></o:p></span></p>
<p style="margin-bottom: 11.25pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;"><span style="background: white; color: #2a2a2a;">Jadi, kapan kita berhenti
mendua? Kalau penularan Covid-19 disebabkan oleh kerumunan, kenapa tidak ada
tindakan tegas, cegah kerumunan? Kecuali kita pasrah dan hidup berdampingan
dengan virus ini.<o:p></o:p></span></p><p style="margin-bottom: 11.25pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;"><span style="background: white; color: #2a2a2a;"><i>(Koran Tempo 5 Desember 2020)</i></span></p><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-47063579247566501802020-11-28T14:31:00.006+08:002020-12-10T11:51:19.541+08:00Rolex<p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;">Putu Setia |
@mpujayaprema</span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;">Ini merek
jam tangan. Untuk orang-orang kaya yang tak tahu bagaimana menghabiskan uang. Hanya
untuk mengetahui waktu, orang harus mengenakan jam tangan yang harganya
milyaran rupiah. Padahal penunjuk waktu ada di setiap tempat. Di mobil, di setiap
ruang, di taman kota ada jam penunjuk waktu itu. Di <i>handphone</i> juga ada. Lebih
sering mana Anda melihat <i>handphone</i> dibanding melihat jam tangan?<span></span></span></p><a name='more'></a><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;">Jam tangan
Rolex itu dibeli Edhy Prabowo di Hawai. Juga ada tas Hermes dan entah barang
mewah apa lagi. Beliau adalah Menteri Kelautan dan Perikanan yang sedang
kunjungan kerja. Edhy lagi banyak uang. Didampingi istri mereka belanja
barang-barang mewah itu untuk dibawa ke Indonesia, sebuah negeri yang lagi
terpuruk karena pandemi Covid-19. Sayang sekali kemewahan itu tak bisa
dipamerkan kepada koleganya. Di Bandara Soekarno Hatta, simbol kemewahan itu
berubah menjadi simbol kehinaan ketika penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi
menyita Rolex itu. Rupanya, uang yang dipakai menukar adalah hasil korupsi.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;">Kehidupan
keluarga Edhy runtuh. Kini ia menghadapi masalah berat. Tapi apa perlu lagi kita
menambahkan beban berat itu kepadanya dengan mengolok-olok? Bahwa langkah
pertamanya masuk ke Kementrian Kelautan dengan mengizinkan ekspor lobster sudah
menjadi tanda tanya besar karena bertentangan dengan kebijakan menteri
sebelumnya, Susi Pudjastuti. Apalagi adanya izin ekspor itu disertai dengan
munculnya secara mendadak eksportir lobster yang kebanyakan kerabat-kerabatnya
separtai. Tak perlu lagi kita berdebat apakah ekspor ini akan menambah
pundi-pundi negara lewat pajak dan kesejahtraan nelayan meningkat. Orang lebih
mudah mencium akan adanya penyalahgunaan wewenang yang berbuntut pada korupsi.
Bagai permainan catur, langkah bidak sudah bisa ditebak ke mana menteri
bergerak.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-BbikCm8TDhM/X8Xj-NoZFeI/AAAAAAAAAsI/NDI6z3kYM3cRbJaRE1uJMwaFp-E90Il0gCLcBGAsYHQ/s1476/BANNER%2BCA%2B28%2BNov%2B2020.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="902" data-original-width="1476" src="https://1.bp.blogspot.com/-BbikCm8TDhM/X8Xj-NoZFeI/AAAAAAAAAsI/NDI6z3kYM3cRbJaRE1uJMwaFp-E90Il0gCLcBGAsYHQ/s320/BANNER%2BCA%2B28%2BNov%2B2020.jpg" width="320" /></a></div><br /><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><a href="https://youtu.be/fnbvH-YkMQU">https://youtu.be/fnbvH-YkMQU</a><br /></span><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;">Kasus memalukan
buat negeri ini lebih baik dibicarakan dari sisi mental dan juga akhlak.
Presiden Jokowi pernah mencanangkan revolusi mental dalam kaitan dengan
maraknya korupsi. Para menterinya menyambut antusias. Edhy Prabowo, jelang hari
antikorupsi internasional yang lalu, mengunggah cuitan di akun Twitternya. Ia
menulis: “Korupsi adalah musuh utama yang harus kita perangi. Bersama-sama
membangun komitmen KKP menjadi birokrat yang bersih dan melayani untuk
mewujudkan masyarakat kelautan dan perikanan yang sejahtra. Selamat Hari
Antikorupsi Sedunia”.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;">Dan sekarang
Edhy melakukan korupsi. Bersama istrinya ia membeli Rolex dan Hermes dengan uang
hasil korupsi. Bayangkan, pejabat setingkat menteri belum selesai dengan
hidupnya karena masih membutuhkan gengsi duniawi. Jam tangan harganya milyaran
rupiah, padahal apa bedanya dengan jam tangan merek Alba, Seiko dan lainnya,
seharga ratusan ribu, kalau hanya untuk melihat waktu?<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;">Jadi, revolusi
mental Jokowi belum merasuk ke orang dekatnya. Sementara yang ditunggu rakyat
adalah pejabat panutan yang seirama antara ucapan dan perbuatan. Revolusi
mental tak mempan kalau hanya diucapkan tanpa teladan. Lalu kini muncul apa
yang disebut revolusi akhlak. Unik bin ajaib, revolusi akhlak dikumandangkan
dari panggung kebencian. Bagaimana kata itu bisa meresap ke masyarakat kalau
yang berkoar tentang revolusi akhlak justru bicaranya kasar?<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;">Tentunya ada
banyak tokoh yang masih bisa memperbaiki mental dan akhlak bangsa, tokoh yang
tak memerlukan Rolex. Sayang mereka masih diam. Barangkali kesal dan malas
berhadapan dengan pendengung. Padahal diamnya mereka itulah yang salah, karena
rakyat jadinya hanya mendengar dengung para pendusta.</span><span face=""Helvetica",sans-serif" style="color: #cccccc; font-size: 12pt; letter-spacing: 0.1pt; line-height: 107%;"><o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><i>(Koran Tempo 29 November 2020)</i></span></p><p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;">
</p><p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"> </span></p><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-14174588908016775562020-11-25T14:53:00.005+08:002020-12-01T15:01:31.078+08:00Bersihkan Hati dari Caci Maki dan Kebencian<p>Om
Swastyastu. Umat sedharma yang terkasih. Semoga selalu dalam lindungan Hyang
Widhi. Kita bertemu lagi dalam rubrik Pesan Bijak. Yang bijak bukan pesan dari
saya, tetapi yang bijak adalah pesan-pesan yang saya kutip dari berbagai kitab
untuk kita jadikan renungan.<span></span></p><a name='more'></a><o:p></o:p><p></p>
<p>Kali ini saya
ingin mengajak kita semua merenungi situasi sosial budaya politik yang dipenuhi
dengan <span lang="IN">berbagai kebencian dan saling menjegal atau
saling melaporkan</span> ke polisi<span lang="IN">. Pertentangan begitu tajam dan masalah pun
sering berakhir di pengadilan, bukan lagi lewat perdamaian yang penuh
musyawarah. Padahal pengadilan duniawi tak selamanya adil, bahkan sering
terkesan sebagai ajang balas dendam.</span><span lang="IN"> </span>Apalagi ada yang menyindir hukum bisa dibelokkan
sesuai kebutuhan. Bahkan bisa dibeli.<o:p></o:p></p>
<p>Padahal,
k<span lang="IN">alau kita hidup dalam suasana yang penuh kerukunan
berlandaskan ajaran agama, tidak ada pengadilan yang lebih adil dibandingkan
pengadilan dari Tuhan. Sayangnya, tempat pengadilan itu adalah ketika kita
sudah meninggalkan dunia ini. Di dunia akhiratlah kita diadili</span> seadil-adilnya.<span lang="IN"> Karma kita selama hidup diadili di dunia sana. </span>Perbuatan b<span lang="IN">aik </span>yang <span lang="IN">kita </span>lakukan <span lang="IN">di dunia baik pula
tempat kita di alam sana, buruk karma kita di dunia tempatnya pun buruk pula</span> di sana<span lang="IN">. </span>Maka<span lang="IN"> dikenal</span>lah <span lang="IN">istilah
sorga dan neraka, sorga untuk kedamaian </span>tanpa batas<span lang="IN">,
neraka untuk menjalani hukuman akhirat.<o:p></o:p></span></p>
<p><span lang="IN">Pengadilan akhirat pun tidak berjenjang sebagaimana
yang kita alami di dunia ini</span>, ada pengadilan banding, kasasi dan seterusnya<span lang="IN">. </span>Di akhirat kita <span lang="IN">hanya sekali </span>di<span lang="IN">adili dan </span>final. <span lang="IN">Kitab Bhagawad Gita </span>Percakapan 9 sloka<span lang="IN"> 20 menyebutkan: <i>samo ‘ham sarva-bhutesu, na me dvesyo ‘sti na
priyah</i></span><i>,</i><i><span lang="IN"> ye bhajanti tu
mam bhaktya, mayi te tesu capy aham.</span></i><span lang="IN"> </span><span lang="IN"> </span><span lang="IN">Terjemahan bebasnya:
Aku bersikap sama terhadap setiap makhluk, tidak ada yang Aku benci dan tidak
ada yang Aku kasihi. Akan tetapi mereka yang memujaKu dengan penuh rasa bhakti,
maka dia akan selalu bersamaKu dan Aku ada pada dirinya.<o:p></o:p></span></p><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-5OTIJqeMCvk/X8XqGDpNjbI/AAAAAAAAAsg/97sMWws1GRsh25QPjxeJpuM69qIQCuvpACLcBGAsYHQ/s984/Banner%2BPesan%2BBijak%2B-%2BBersihkan%2BDiri%2Bdari%2BKebencian.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="580" data-original-width="984" src="https://1.bp.blogspot.com/-5OTIJqeMCvk/X8XqGDpNjbI/AAAAAAAAAsg/97sMWws1GRsh25QPjxeJpuM69qIQCuvpACLcBGAsYHQ/s320/Banner%2BPesan%2BBijak%2B-%2BBersihkan%2BDiri%2Bdari%2BKebencian.jpg" width="320" /></a></div><br /><span lang="IN"><br /></span><p></p>
<p><span lang="IN">Itulah keadilan sejati. Setiap orang dari mana pun
berasal, semuanya dipandang sebagai hal yang sama. Bahwa hukuman bisa berbeda
di alam sana, ada sorga dan ada neraka, itu semata-mata karena perbuatan kita
di dunia yang berbeda.</span> Bukan karena Tuhan pilih kasih. <span lang="IN">Tuhan Maha Penyayang
dan Maha Pengasih, tetapi sifat itu tak mempengaruhi dalam mengambil keputusan.
Seperti orang tua yang sesekali memarahi atau menegor anaknya, bukan dalam
pengertian tidak sayang, tetapi memberikan pelajaran agar tidak mengulangi perbuatan
yang buruk. Maka kalau ada </span>pahala atau kejadian <span lang="IN">buruk yang </span>kita <span lang="IN">terima di dunia</span>, <span lang="IN">orang
sering menyebutkan itulah cobaan Tuhan. Kalau tahu itu percobaan Tuhan,
segeralah minta ampun dan bertobat, sehingga ketika kita “diadili di dunia
sana” persoalannya menjadi lebih jelas.</span><o:p></o:p></p>
<p><span lang="IN">Bertobat untuk perbuatan yang buruk adalah kata
lain dari mendekatkan diri kepada Tuhan. Bertobat</span>,<span lang="IN"> mau tak mau berarti
kita memuja Beliau Yang Maha Suci. Bukankah </span>kitab Bhagawad Gita sudah menye<span lang="IN">butkan, “mereka yang memujaKu dengan penuh rasa bhakti, maka dia akan
selalu bersamaKu dan Aku ada pada dirinya.” <o:p></o:p></span></p>
<p><span lang="IN">Masalahnya apakah kita </span>benar-benar <span lang="IN">mau “lebih dekat” atau “selalu dekat” dengan Sang Maha Kuasa. Atau kita
baru ingat Tuhan kalau dalam keadaan berduka, entah itu </span>saat <span lang="IN">sakit atau kemalangan yang lain. </span>Saat kita<span lang="IN">
ditangkap karena korupsi</span>, kita baru teringat Tuhan dan bilang ini cobaan<span lang="IN">. </span>Tapi saat kita<span lang="IN"> bersenang-senang </span>menikmati hasil
korupsi, kita <span lang="IN">lupa memuja-</span>Tuhan. Seharusnya kita selalu berbuat baik<span lang="IN">. Kalau jiwa kita bersih dan selalu dekat denganNya maka pantulan
kemaha-besaran Tuhan itu akan bisa kita rasakan dalam batin.<o:p></o:p></span></p>
<p><span lang="IN">Kita bisa menganalogikan Tuhan ibarat </span>cahaya saat kita
ber<span lang="IN">cermin. Kalau cermin itu kotor dan berdebu, maka
pantulan cahayanya sangat buram. Kalau cermin itu bersih maka cahaya yang
dipantulkan jadi terang dan jernih. Padahal kadar cahaya itu sama saja
besarnya. Masalah ada pada cermin yang memantulkannya, bukan pada cahaya. Maka
kembali kepada sang pemilik cermin, yakni kita sendiri, apakah kita sudah
bersih secara rohani untuk menerima cahaya Tuhan, sehingga cahaya itu bisa kita
jadikan sesuluh dalam kehidupan ini? Atau kita biarkan cermin dalam diri kita
kotor, sementara cahaya tidak pernah bertanya apakah cermin itu kotor atau
tidak. Cahaya tetap memancar tanpa peduli bagaimana kondisi </span>sang p<span lang="IN">enerima cahaya itu. </span>Kitab<span lang="IN"> Bhagawad Gita jelas
menyimpulkan kasih sayang Tuhan dalam “mengadili” umat</span>-<span lang="IN">Nya tidak pernah pilih kasih.<o:p></o:p></span></p>
<p><span lang="IN">Minta ampun dan bertobat itu sangatlah penting,
ibaratnya perbuatan itulah yang bisa membersihkan cermin</span>,<span lang="IN"> agar cahaya Tuhan bisa kita terima lebih jernih. Pada sloka </span>30 Kitab<span lang="IN"> Bhagawad Gita </span>percakapan 9, <span lang="IN">disebutkan
dengan gamblang: “walau orang yang paling berdosa sekali pun datang kepada-Ku,
memuja-Ku dengan penuh rasa bhakti tanpa menyimpang, maka orang seperti itu
diterima sebagai orang suci</span>,<span lang="IN"> karena dia memiliki
itikad yang</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN">benar.”<o:p></o:p></span></p>
<p><span lang="IN">Marilah
kita selalu membersihkan cermin bathin kita dengan lebih dekat kepadaNya dan </span>hindari perbuatan yang buruk, mencaci,
memaki, berkata kasar, dan saling bermusuhan<span lang="IN">. </span>Gunakan media sosial dengan baik karena semua
ini adalah anugrah dari Tuhan pula.<o:p></o:p></p>
<p>Rahayu, Om Shanti, Shanti, Shanti, Om<o:p></o:p></p><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-50207506380401919582020-11-21T14:28:00.001+08:002020-12-01T14:31:28.640+08:00Jerinx<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #666666; letter-spacing: 0.1pt;">Putu Setia | @mpujayaprema</span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="border: none windowtext 1.0pt; color: #666666; letter-spacing: .1pt; mso-border-alt: none windowtext 0in; padding: 0in;"> </span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="border: none windowtext 1.0pt; color: #666666; letter-spacing: .1pt; mso-border-alt: none windowtext 0in; padding: 0in;">Nama aslinya lumayan bagus, I
Gede Ari Astina. Tapi, pemukul drum band Superman Is Dead ini perlu nama aneh,
menyesuaikan nama bandnya yang tak kalah aneh. Dipakailah nama Jerinx. Apa arti
kata itu? Di dalam Bahasa Bali ada kata “jering” mengacu kepada rambut yang
acak-acakan tanpa pernah kena sisir. Simbol dari orang yang tak peduli pada
dirinya. Entah kalau itu yang dimaksudkan.<span></span></span></p><a name='more'></a><o:p></o:p><p></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #666666; letter-spacing: 0.1pt;">Tapi Jerinx peduli pada nasib
orang. Ia suka membantu orang miskin, misalnya, memberi nasi bungkus kepada
gelandangan. Ia pencinta lingkungan yang sangat vokal menyerang keserakahan
investor mencaplok lahan yang masih asri. Postingannya di media sosial tajam
dalam membela orang miskin. Ketika pengenaan masker menjadi suatu kewajiban
sementara pemerintah tak membagikan masker, Jerinx menolak menggunakan masker.
Ia bahkan menantang para dokter, siap menjadi sukarelawan tanpa masker menolong
penderita Covid-19 di rumah sakit. “Dokter jangan menjadi kacung WHO,”
tulisnya.</span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="border: none windowtext 1.0pt; color: #666666; letter-spacing: .1pt; mso-border-alt: none windowtext 0in; padding: 0in;"> </span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="border: none windowtext 1.0pt; color: #666666; letter-spacing: .1pt; mso-border-alt: none windowtext 0in; padding: 0in;">Di situ kesalahan Jerinx.
Ikatan Dokter Indonesia Denpasar melaporkan penghinaan ini ke polisi. Jerinx
ditangkap. Pengikutnya semakin bertambah dan meminta Jerinx terus melawan.
Setiap sidang pengadilan pengikutnya melakukan aksi, banyak yang tanpa masker,
juga tanpa jarak. Namun pada akhir sidang, Jerinx meminta maaf kepada para
dokter. Dia menyesal dan berjanji akan sopan dalam bermedia sosial. Tanpa berwajah
memelas, dia minta dihukum percobaan karena ingin menghadiahkan orangtuanya
seorang cucu. Kelahiran cucu bagi keyakinan orang Bali akan melapangkan kakek
neneknya menuju alam lain setelah kematian. Dan ibu Jerinx memercikkan anaknya
air suci.<o:p></o:p></span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="border: none windowtext 1.0pt; color: #666666; letter-spacing: .1pt; mso-border-alt: none windowtext 0in; padding: 0in;"> </span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-B2SMYXMtuho/X8XjIADBvsI/AAAAAAAAAsA/MBPY7ZiZZrUutXELn3fUU5OxB9M6QqHNgCLcBGAsYHQ/s1476/BANNER%2BCA%2B21%2BNovember.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="902" data-original-width="1476" src="https://1.bp.blogspot.com/-B2SMYXMtuho/X8XjIADBvsI/AAAAAAAAAsA/MBPY7ZiZZrUutXELn3fUU5OxB9M6QqHNgCLcBGAsYHQ/s320/BANNER%2BCA%2B21%2BNovember.jpg" width="320" /></a></div><br /><p></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="border: none windowtext 1.0pt; color: #666666; letter-spacing: .1pt; mso-border-alt: none windowtext 0in; padding: 0in;">Jerinx dihukum 14 bulan penjara,
lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni 3 tahun. Pembelanya merasa itu tak
adil. Pengikut Jerinx tak puas dan ingin pemusik penuh tato ini terus melawan.
Tapi Jerinx hanya diam. Dia sudah berjanji untuk mengubah prilakunya. Apakah
Jerinx kembali menjadi Gede Ari Astina, nama yang menyiratkan seorang putra
yang penuh bakti pada orang tua? Yang jelas pengikut Jerinx kecewa karena kehilangan
seorang figur untuk dijadikan pahlawan.<o:p></o:p></span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="border: none windowtext 1.0pt; color: #666666; letter-spacing: .1pt; mso-border-alt: none windowtext 0in; padding: 0in;"> </span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="border: none windowtext 1.0pt; color: #666666; letter-spacing: .1pt; mso-border-alt: none windowtext 0in; padding: 0in;">Apakah Jerinx atau Gede Ari
Astina akan kehilangan penggemar? Apakah dia rugi? Padahal, usai menjalani
hukuman, Ari Astina bisa tetap membagikan nasi bungkus kepada gelandangan tanpa
mengumpat pemerintah yang tak becus mengurusi rakyat jelata. Dia bisa ikut membagikan
masker tanpa harus memaki polisi pamong praja yang hanya bisa menghukum.
Sepertinya, mengutip saat dia menyampaikan permohonan dalam sidang, Ari Astina
tak peduli apa kata pengikutnya. Bahkan tak peduli masih ada pengikut fanatik
atau tidak. Yang penting dia mau mengubah “cara berjuang”-nya yang salah. Itu
juga dia buktikan dengan tidak menyalahkan hakim yang tetap mengantarkannya ke
penjara. Pendukungnya kecewa berat.<o:p></o:p></span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="border: none windowtext 1.0pt; color: #666666; letter-spacing: .1pt; mso-border-alt: none windowtext 0in; padding: 0in;"> </span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="border: none windowtext 1.0pt; color: #666666; letter-spacing: .1pt; mso-border-alt: none windowtext 0in; padding: 0in;">Ada banyak tokoh, termasuk yang
menyebut dirinya tokoh agama, lebih mempertahankan pengikutnya justru pada saat
dia tahu kelakuannya tidak benar. Tokoh itu memang menaikkan citra dirinya
dengan selalu menyalahkan pemerintah. Bahasanya jorok dan kasar mengikuti selera
yang diinginkan pengikutnya. Ketika punya kasus sang tokoh ngumpet beberapa
lama. Pada saat kasusnya dilupakan dia kembali ke panggung, bukannya muncul
dengan penampilan yang lebih adem, tetapi justru tambah jorok dan kasar
ucapannya. Dia lebih mempertahankan pengikutnya ketimbang sadar untuk berbuat
lebih baik. Celakanya, pemerintah pun gamang malah cenderung takut pada sang
tokoh agama, apalagi memperkarakan seperti kepada Jerinx.<o:p></o:p></span></p><p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="border: none windowtext 1.0pt; color: #666666; letter-spacing: .1pt; mso-border-alt: none windowtext 0in; padding: 0in;"><br /></span></p><p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="border: none windowtext 1.0pt; color: #666666; letter-spacing: .1pt; mso-border-alt: none windowtext 0in; padding: 0in;"><i>(Koran Tempo 21 November 2020)</i></span></p><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-23115364399179119662020-11-14T14:26:00.001+08:002020-12-01T14:28:42.673+08:00Pesan Ibu<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: 0.1pt;">Putu Setia | @mpujayaprema</span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;"> </span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;">Masih ingat pesan ibu? Pertanyaan ini
membuat ibu-ibu rumah tangga yang bergerombol di tukang sayur keliling itu pada
ketawa. Salah satu menjawab: “Itu kan lagu grup band Padi, tiap hari di
televisi. Jangan lupa memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan,” jawab
seorang ibu sambil bergoyang. Di tangannya ada seikat kangkung.<span></span></span></p><a name='more'></a><o:p></o:p><p></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;"> </span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;">Tapi mereka, enam ibu dan dua anak
kecil, tak ada yang jaga jarak. Hanya dua ibu memakai masker, itu pun cuma
menutup dagu. </span>Yang lainnya tanpa masker, begitu pula anak-anak kecil.<span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;"> Ada pun tukang sayur maskernya ada
di saku baju. “Saya baru pakai masker kalau berkeliling di jalan besar,”
katanya.<o:p></o:p></span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;"> </span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;">Gang ini tidak besar. Tapi selalu
ramai. Pagi dengan tukang sayur plus pemulung barang bekas. Sore lebih ramai
lagi dengan pedagang nasi goreng dan kue putu. Penghuninya, sebagian besar
tidak memakai masker, kecuali yang jualan. “Mana ada razia masker sampai masuk
gang,” kata seorang ibu. <o:p></o:p></span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;"> </span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-5FGequyEHHc/X8XidSgIouI/AAAAAAAAAr0/koceGdYsWTkHPXBSDMKqC0s8wtHGdGcdACLcBGAsYHQ/s1476/BANNER%2BCA%2B14%2BNov%2B2020.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="902" data-original-width="1476" src="https://1.bp.blogspot.com/-5FGequyEHHc/X8XidSgIouI/AAAAAAAAAr0/koceGdYsWTkHPXBSDMKqC0s8wtHGdGcdACLcBGAsYHQ/s320/BANNER%2BCA%2B14%2BNov%2B2020.jpg" width="320" /></a></div><br /><p></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;">Suasana seperti ini mungkin ada di
mana-mana. Jangankan di sebuah gang dalam kota yang dipenuhi rumah petak dan rumah
kos. Di banyak tempat yang ada kerumunan, dari tiga “pesan ibu” hanya satu yang
dipatuhi, memakai masker. Menjaga jarak sudah diabaikan, apalagi mencuci
tangan.<o:p></o:p></span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;"> </span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;">Kenapa disiplin masyarakat begitu
rendah? Mungkin “pesan ibu” ini terlalu syahdu. Maklum diambil dari penggalan
lagu. Sementara itu, di lapangan tak ada upaya lebih keras untuk memberlakukan
“pesan ibu” ini. Ada aksi demo di berbagai kota menggugat Undang Undang Cipta
Kerja. Di Bali aksi demo undang-undang ini masih ditambah dengan demo menggugat
anggota Dewan Perwakilan Daerah yang diduga melecehkan umat Hindu. Cobalah
telisik, apa ada massa aksi ini menjaga jarak dan mencuci tangan? Tidak, pemakaian
masker pun ada yang dilalaikan.<o:p></o:p></span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;"> </span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;">Aparat tak berdaya. Berfokus menjaga
keamanan dari para perusuh yang mendompleng demo ketimbang mengurusi masker dan
jaga jarak. Bahkan ketika Rizieq Shihab pulang ke tanah air, yang disambut
ribuan pengikutnya bak pahlawan – memang saat itu Hari Pahlawan – Bandara
Soekarno Hatta tak dijaga ketat aparat keamanan. Kalau kursi bandara saja bisa
hancur karena orang berdesakan, bagaimana pula mengharap penjemput bisa menjaga
jarak dan cuci tangan?<o:p></o:p></span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;"> </span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;">Banyak orang seperti melupakan
pandemi ini. Bahkan mulai percaya, gerakan orang tak perlu dibatasi sepanjang
menjaga protokol kesehatan yang satu itu: memakai masker. Lihatlah saat liburan
panjang Maulid Nabi, tempat wisata penuh sesak. Tak hanya di Ancol, Puncak,
Lembang, Yogya, Pasuruhan, di pantai Bali Selatan juga mulai ramai. <o:p></o:p></span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;"> </span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;">Orang dibelenggu delapan bulan tak
boleh piknik, kini ada pelampiasan untuk bepergian. Usai liburan ada
pernyataan, “Tak ada kenaikan kasus positif corona di Bali, malah angkanya
turun.” Komponen pariwisata semakin yakin Covid-19 sudah berlalu. Tapi para
dokter mengingatkan, “Kan harus menunggu masa inkubasi dua minggu, baru
ketahuan”.<o:p></o:p></span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;"> </span></p>
<p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;">Apa sesungguhnya target pemerintah?
Bernafsu menggerakkan sektor ekonomi dengan mengendurkan kewaspadaan, tentu
resikonya besar. Harus ada kajian yang jelas, kapan masyarakat diberi
kelonggaran. Berkaca pada kasus-kasus di luar negeri, pelonggaran itu malah
memunculkan gelombang baru pandermi Covid-19, seperti di Italia. Kalau memang suatu
daerah masih berstatus merah, tegaskan saja masyarakat jangan dulu keluyuran.
Lakukan tindakan keras. Kalau kerumunan orang dilarang, demo juga jangan
diizinkan. Yang berbondong-bondong ke rumah Rizieq Shihab juga dibatasi. Tak
bisa dengan slogan mendayu-dayu sambil bernyanyi <i>ingat pesan ibu.</i><o:p></o:p></span></p><p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;"><i><br /></i></span></p><p style="line-height: 16.5pt; margin: 0in; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; letter-spacing: .1pt;"><i>(Koran Tempo 14 November 2020)</i></span></p><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-40343242623227769602020-11-07T14:23:00.001+08:002020-12-01T14:25:50.976+08:00Vaksin<p style="background: white; margin-bottom: 12.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;">Putu Setia | @mpujayaprema</p><p style="background: white; margin-bottom: 12.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;"><o:p></o:p></p>
<p style="background: white; margin-bottom: 12.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;">Harapan dan kegembiraan itu
tiba-tiba surut. Kembali muncul ketidak-pastian, kapan Covid-19 akan berakhir. Program
pemerintah untuk mengadakan vaksinasi virus corona semakin tak jelas. <o:p></o:p></p>
<p style="background: white; margin-bottom: 12.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;">Rencana awal vaksinasi akan
dilakukan di bulan November ini. Masyarakat terlanjur senang. Mereka tak peduli
apa beda vaksin dengan obat. Yang terbayang adalah Covid-19 sudah akan hilang
begitu vaksinasi berjalan. Orang bebas bergerak ke mana maunya. Masker pun,
yang bikin sesak bagi sebagian orang, bisa dicopot. Anak-anak kembali
bersekolah. Harapan yang begitu tinggi setelah sejak Maret lalu semua orang seolah
menjadi tahanan rumah.<span></span></p><a name='more'></a><o:p></o:p><p></p>
<p style="background: white; margin-bottom: 12.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;">Begitu banyak pejabat memberi
keterangan soal vaksin ini. Informasi justru semakin simpang siur. Masyarakat malah
tambah bingung. Kabarnya, Presiden Jokowi pun kesal karena komunikasi soal
pengadaan vaksin dan rencana vaksinasi begitu buruknya.<o:p></o:p></p>
<p style="background: white; margin-bottom: 12.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;">Semakin hari semakin tidak
jelas, vaksin dari negara mana yang akan didatangkan. Apakah vaksin itu sudah
melewati uji klinis fase 3, sebagaimana yang disyaratkan. Bahkan vaksin Sinovac
yang uji klinis fase 3 dilakukan di Bandung oleh Biofarma tidak jelas kapan
selesai uji cobanya. Muncul masalah lain, soal kehalalan vaksin itu. Ternyata
urusan vaksin masih panjang. Ada lagi soal berapa banyak vaksin harus
dibutuhkan dan apakah vaksin itu – dari negara mana pun didatangkan – sudah
memenuhi syarat untuk disuntikkan.<o:p></o:p></p>
<p style="background: white; margin-bottom: 12.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;">Kabar terbaru vaksinasi akan
dilakukan minggu ketiga bulan Desember. Yang menyampaikan kabar itu Menteri
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Beliau
adalah Wakil Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Dijelaskan
bahwa mundurnya jadwal vaksinasi bukan karena tidak adanya pasokan vaksin,
tetapi vaksinasi ini harus mengikuti prosedur. Apa itu? Penggunaan vaksin harus mendapatkan
persetujuan dari lembaga yang berkompeten, yakni Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM).<o:p></o:p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/---qwYb6pgzU/X8Xhzq6WLqI/AAAAAAAAArs/KbV6zidbP94GWZOQmbVONER3IhslgC-vgCLcBGAsYHQ/s1476/BANNER%2BCA%2B7%2BNovember.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="902" data-original-width="1476" src="https://1.bp.blogspot.com/---qwYb6pgzU/X8Xhzq6WLqI/AAAAAAAAArs/KbV6zidbP94GWZOQmbVONER3IhslgC-vgCLcBGAsYHQ/s320/BANNER%2BCA%2B7%2BNovember.jpg" width="320" /></a></div><br /><p style="background: white; margin-bottom: 12.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;"><br /></p>
<p style="background: white; margin-bottom: 12.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;">Sayangnya, persetujuan ini tak
mudah. Sebab, uji coba fase 3 belum selesai untuk vaksin yang diproduksi di
berbagai negara. Masih menunggu lama. Di situ masyarakat mulai kecewa. Kegembiraan
ternyata terlalu dini untuk diumbar. Namun lagi-lagi, untuk sebuah target,
pemerintah mencoba menyiasati agar masyarakat tidak kesal, yakni meminta BPOM
memberikan persetujuan vaksinasi dengan status penggunaan darurat atau dikenal
dengan <i>emergency use authorization</i> (EUA). Apakah ini sebuah berita
gembira?<o:p></o:p></p>
<p style="background: white; margin-bottom: 12.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;">Ternyata tidak. Justru ini
membuat orang semakin was-was untuk divaksin. Apalagi para pakar wabah
mengkritik rencana pemerintah melakukan vaksinasi Covid-19 dengan status EUA
itu. Menurut pakar wabah, imunisasi dengan keadaan darurat tidak seharusnya
dilakukan kepada khalayak ramai. Seharusnya tindakan itu hanya dilakukan untuk
kalangan terbatas. Resikonya terlalu tinggi.<o:p></o:p></p>
<p style="background: white; margin-bottom: 12.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;">Kekhawatiran masyarakat
tercermin lewat survei yang dilakukan Koalisi Warga <i>LaporCovid19.org</i>. Hasil
survei mengenai vaksinasi ini adalah 60 persen masyarakat ragu-ragu hingga
tidak bersedia menerima vaksin Sinovac jika terinfeksi Covid-19. Hanya 23
persen masyarakat yang menyatakan bersedia menerima vaksin itu. Sisanya tak
memberikan jawaban. Bagaimana dengan vaksin Merah Putih yang dikembangkan
Lembaga Eijkman? Ada 56 persen masyarakat Indonesia ragu-ragu hingga tidak bersedia
menerima vaksin Merah Putih itu. Sementara 35 persen menyatakan setuju dan
sisanya tak menjawab.<o:p></o:p></p>
<p style="background: white; margin-bottom: 12.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;">Apa yang salah? Perencanaan
yang tidak matang dan kordinasi yang amburadul atau sekadar komunikasi yang
buruk? Bisa jadi semuanya.<o:p></o:p></p><p style="background: white; margin-bottom: 12.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in;"><i>(Koran Tempo 7 November 2020)</i></p><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-34084190378446868912020-10-31T14:19:00.001+08:002020-12-01T14:22:59.827+08:00Bunuh Diri<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Putu Setia | @mpujayaprema</span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Seorang siswi Sekolah Menengah Atas di
Gowa, Sulawesi Selatan, bunuh diri. Dia merekam saat-saat minum racun itu di <i>handphone</i>-nya.
Dia depresi karena kewalahan mengerjakan tugas sekolahnya lewat pembelajaran
jarak jauh. Tidak disebutkan apakah dia anak cerdas. Tapi secerdas-cerdasnya
anak bagaimana bisa mengerjakan tugas sekolahnya dengan tepat waktu, kalau
akses internet kadang ada dan tidak.<span></span></span></p><a name='more'></a><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"><o:p></o:p></span><p></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Di Tarakan, Kalimantan Utara, ada juga
siswa Sekolah Menengah Pertama yang tewas gantung diri di kamar mandi. Penyebabnya
sama dengan di Gowa, tugas sekolah yang menumpuk. Kepolisian Resort Kota
Tarakan menyebutkan dari keterangan beberapa saksi, korban sering mengeluh karena
banyaknya tugas dari sekolah. </span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pembelajaran jarak jauh – sebelumnya
disebut belajar dalam jaringan –program dari Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan yang berlaku seragam di seluruh Nusantara. Padahal negeri ini begitu
luas dengan kemakmuran penduduk yang tidak merata. Sebagian siswa bisa dengan
mudah gonta-ganti <i>handphone</i>. Di pedalaman anak-anak petani harus
berjuang keras untuk mendapatkan <i>handphone</i> meski yang bekas. Itu baru
soal perangkat. Belum lagi bagaimana membeli paket data agar bisa berjaringan. </span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Belakangan ada subsidi pulsa untuk paket
data, meski pun mendapatkannya dengan ribet dan tak merata. Bagaimana dengan
akses internet? Ini persoalan besar bagi siswa di pelosok, berjuang untuk
mendapatkan sinyal. Ada jalan lebih mudah dengan nongkrong di emperan “toko
modern” (sebutan untuk Alfamart dan Indomaret yang bertebaran di penjuru desa)
yang punya jaringan <i>wifi</i>. Tapi tak semua pengelolanya ramah memberi
akses gratis. Ada yang mewajibkan belanja dalam jumlah tertentu untuk bisa mendapatkan
<i>password</i>. </span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"><o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-b9vKoufjsR8/X8XhBUDw4KI/AAAAAAAAArk/QsVaG4ueVjMe32ZH-HZ5YctvM_4gTS0vQCLcBGAsYHQ/s1476/BANNER%2BCA%2B31%2BOkt%2B2020.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="902" data-original-width="1476" src="https://1.bp.blogspot.com/-b9vKoufjsR8/X8XhBUDw4KI/AAAAAAAAArk/QsVaG4ueVjMe32ZH-HZ5YctvM_4gTS0vQCLcBGAsYHQ/s320/BANNER%2BCA%2B31%2BOkt%2B2020.jpg" width="320" /></a></div><br /><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span><p></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Apa kesulitan ini diketahui oleh
pejabat-pejabat Kementrian Pendidikan? Ketua Umum Jaringan Sekolah Digital
Indonesia, Muhammad Ramli Rahim, meminta pemerintah mengevaluasi sistem belajar
jarak jauh ini. Tak ada pedoman baku bagaimana sistem ini harus dijalankan. Ramli
menyebut standar penugasan oleh guru tidak diatur, baik oleh Kemendikbud, Dinas
Pendidikan Provinsi maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Jika setiap guru
memberi satu tugas dalam seminggu, siswa SMA bisa mendapatkan 14 sampai 16
tugas dalam seminggunya. Bayangkan tugas itu harus dikerjakan dan dikirim
dengan akses internet yang tak mudah didapat. Siapa yang tak stress?</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Program pembelajaran jarak jauh memang
gara-gara Covid-19. Sekolah tetap ditutup karena kasus positif Covid-19 belum turun.
Tapi apakah pandemi masih mengganas di seluruh negeri? Ada banyak kawasan yang
pandeminya sudah menurun, bahkan banyak desa yang dari awal tak ada kasus. Sekolah
mereka tetap ditutup dan anak-anak desa itu memanfaatkan “libur pandemi” untuk
membantu orangtuanya bekerja atau bermain layang-layang. Mereka berkerumun
tanpa masker tanpa jarak dan mereka yakin sesama orang desa aman-aman saja. Kenapa
sekolah harus ditutup di kawasan seperti itu. Belajar tatap muka semestinya
aman, guru bisa mengawasi anak didik untuk menggunakan masker, jaga jarak dan
cuci tangan. Dibandingkan anak-anak berkerumun main layangan yang justru lebih
berbahaya. Banyak ada desa yang sebenarnya bebas dari pandemi Covid-19, meski
pun catatan per kabupaten semua terpapar.</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Program pembelajaran jarak jauh harusnya
memperhatikan kondisi setempat. Janganlah anak-anak desa itu dipaksa membeli
gadged lalu menjawab soal-soal guru lewat WashApp dengan bersusah-payah nebeng
jaringan internet. Jangan sampai korban bunuh diri bertambah.</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"><o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><i>(Koran Tempo 31 Oktober 2020)</i></span></p><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-22140354718035832052020-10-27T13:04:00.003+08:002020-10-27T13:04:50.379+08:00Mengasuh Anak Menjadi Suputra<span style="background-color: #f9f9f9; color: #030303; font-family: Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 14px; white-space: pre-wrap;">Anak adalah titipan Tuhan Sang Pencipta yang harus diasuh sehingga menjadi anak yang suputra. Dialah kelak mencegah roh orangtuanya memasuki kawasan neraka.</span><div><span style="background-color: #f9f9f9; color: #030303; font-family: Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 14px; white-space: pre-wrap;"><br /></span></div><div><span style="background-color: #f9f9f9; color: #030303; font-family: Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 14px; white-space: pre-wrap;"><a href="https://youtu.be/tvQULXX2zp8">https://youtu.be/tvQULXX2zp8</a><br /></span></div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-6Q1fSCyL7lI/X5eqTNyLKyI/AAAAAAAAArI/a-7CNPG_6loac5HFeraitdBF5yn_UfnrwCLcBGAsYHQ/s984/Banner%2BWacana%2BMengasuh%2BAnak.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="654" data-original-width="984" src="https://1.bp.blogspot.com/-6Q1fSCyL7lI/X5eqTNyLKyI/AAAAAAAAArI/a-7CNPG_6loac5HFeraitdBF5yn_UfnrwCLcBGAsYHQ/s320/Banner%2BWacana%2BMengasuh%2BAnak.jpg" width="320" /></a></div><br /><div><br /></div>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-86693060302641329202020-10-25T15:09:00.003+08:002020-10-25T15:09:57.464+08:00Tersangka - Cari Angin Koran Tempo<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Putu Setia |
@mpujayaprema</span></p><p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Seorang mahasiswa
hukum bertanya, “Apakah tersangka bisa diumumkan identitasnya secara terbuka
oleh media massa?” Saya menjawab sekenanya sambil meminta dia mencari informasi
yang lebih valid. “Tidak boleh. Seorang tersangka belum tentu bersalah sebelum
dia dijadikan terdakwa di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. Namanya harus
memakai inisial. Polisi dan penegak hukum lainnya sampai sekarang taat pada
aturan itu. Teroris paling berbahaya pun jika tertangkap, nama yang diumumkan
inisial saja. Koruptor kelas kakap yang tertangkap tangan juga hanya diumumkan
inisialnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Aparat hukum ini taat asas,” begitu
jawaban saya.<span></span></span></p><a name='more'></a><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Mahasiswa ini
makin bersemangat. Dia lanjutkan, “Saya tahu. Tapi pada saat kepolisian
mengumumkan dalam jumpa pers, tersangka dihadirkan tanpa ada yang ditutupi.
Lengkap dengan baju tahanan. Bahkan tersangka, baik oleh polisi mau pun
penyidik KPK, tangannya diborgol. Lalu untuk apa nama inisial itu kalau
semuanya terang benderang?”<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Untuk sementara
saya tak mampu menjawab. Pertanyaan diteruskan, “Termasuk aktivis KAMI yang
baru saja ditangkap polisi, semuanya diborgol dan dipamerkan ke media. Apa
maksudnya?” Saya sedang berpikir untuk menjawab, tapi mahasiswa ini terus
bertanya, “Apa untuk maksud mempermalukan dan membunuh karakter mereka? Kata
Prof Jimly, mereka tak perlu ditahan, apalagi diborgol.”<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-oUTFlFkqh04/X5UkT44XQKI/AAAAAAAAAq8/zqjYByTx7zUvXuoq2woZoZ1oDoPxDf0-gCLcBGAsYHQ/s1476/BANNER%2BCA%2B24%2BOktober%2B2020.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="837" data-original-width="1476" src="https://1.bp.blogspot.com/-oUTFlFkqh04/X5UkT44XQKI/AAAAAAAAAq8/zqjYByTx7zUvXuoq2woZoZ1oDoPxDf0-gCLcBGAsYHQ/s320/BANNER%2BCA%2B24%2BOktober%2B2020.jpg" width="320" /></a></div><a href="https://youtu.be/eVpmljAdws0">https://youtu.be/eVpmljAdws0</a><br /><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span><p></p><p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Saya kemudian menjelaskan,
mungkin polisi dan aparat hukum lainnya punya kriteria sendiri yang dianggapnya
benar. Tak peduli apakah bertabrakan dengan etika hukum yang selama ini
disepakati, yang penting kebenaran mutlak ada pada mereka. Ini juga menjadi
kebiasaan banyak pejabat termasuk para politikus. Menteri Komunikasi dan
Informatika Johnny G. Plate menyebutkan, jika pemerintah memberikan pernyataan
tak mungkin hoaks. Tapi kalau pemerintah bilang hoaks, ya, pasti hoaks. Ini
diucapkan dalam kaitan penolakan terhadap Undang-undang Cipta Kerja. Bahaya
sekali pemerintah memonopoli kebenaran.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Cobalah ikuti
debat terbuka para politikus. Pendukung pemerintah pasti dengan segala upaya
membenarkan apa pun yang dikatakan pejabat pemerintah, termasuk Presiden. Kalau
ada pejabat yang jelas salah ucap, tetap dicari pembenarannya. Setidaknya digunakan
teknik <i>ngeles</i>. UU Cipta Kerja yang disahkan DPR berbeda jumlah
halamannya dengan yang diserahkan ke Presiden. Selalu disebutkan tak ada penyelundupan pasal.
Juga “penyesuaian pasal” setelah ada aksi penolakan. Caranya <i>ngeles</i>
adalah menyalahkan format kertas yang berbeda. Anak SD pun terbahak-bahak.
Dokumen resmi kenegaraan seharusnya disahkan dalam format <i>PDF (p</i></span><i><span style="background: white; color: #202122; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">ortable document format)</span></i><span style="background: white; color: #202122; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">. </span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Bukankah format ini sulit diedit? Kalau dokumen mudah diubah formatnya, rentan
terjadi pemalsuan. Bisa-bisa soal ulangan umum di masa “belajar dalam jaringan”
ini diedit dulu sebelum dijawab para siswa.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Kembali ke soal
tersangka yang dipamerkan dengan tangan diborgol, apakah itu untuk
mempermalukan? Tergantung kebenaran siapa yang digunakan. Juga berkaitan dengan
sangkaan. Kalau masalahnya perbedaan pendapat, cara mengkritisi kebijakan, dan menyatakan
kebenaran yang lain – karena kebenaran bisa datang dari mana-mana– para
tersangka tak perlu malu. Bisa saja yang berniat mempermalukan jadi malu jika kebenarannya
nanti salah. Apalagi tidak konsisten menjalankan hukum dan keadilan, harus
dilihat dulu siapa kawan dan lawan.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
</p><p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Padahal, jika
dikotomi lawan dan kawan dipakai acuan, kita semuanya sama-sama tersangka,
karena kebenaran mutlak ada di kuasaNya.</span><span style="color: #727272; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 10.0pt; mso-fareast-language: IN;"><o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><i>(Koran Tempo 24 Oktober 2020)</i></span></p><span class="fullpost">
</span>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4196455800500054848.post-72025196077803550622020-10-21T16:59:00.016+08:002020-10-21T21:17:59.408+08:00Fokus Pada HK, Sampradaya Lain Jangan Diobok-Obok<iframe frameborder="0" height="270" src="https://www.youtube.com/embed/VCEo4VQZZtI" style="background-image: url(https://i.ytimg.com/vi/VCEo4VQZZtI/hqdefault.jpg);" width="480"></iframe><div><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></div><div><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Mpu Jaya Prema</span><div><p class="MsoNormal">
</p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Belakangan ini kalau saya amati perbincangan di media sosial,
banyak sekali postingan atau status yang mempermasalahkan sampradaya.
Seolah-olah semua sampradaya itu merusak tatanan keagamaan kita, setidaknya
bagi kita yang melaksanakan tata cara agama Hindu dengan budaya Bali. Bahkan
seolah-olah apa yang disebut ashram itu sepertinya harus dihindari oleh
masyarakat Bali yang beragama Hindu. Semua ini gara-gara kita diusik oleh
aliran Hare Krishna yang sudah berkembang di Bali. Kita tahu kelompok Hare Krishna
mempergunakan juga istilah ashram dan sampradaya.<span></span></span></p><a name='more'></a><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mari kita lebih bijak. Penolakan umat Hindu atau
katakanlah sebagian umat Hindu terhadap Hare Krishna itu ada dasarnya. Pertama
karena Hare Krishna menyebut sebagai bagian dari agama Hindu, bahkan mendapat
surat resmi pengayoman dari majelis agama Hindu, yakni PHDI. Sementara pimpinan
mereka menyebutnya bukan sebuah agama karena kelompok mereka ada pula yang
beragama bukan Hindu. Kedua, tata cara keagamaan mereka yang berbeda dengan
tata cara keagamaan orang Hindu di Bali, disertai dengan unsur penghinaan
kepada tata cara umat Hindu melaksanakan ritual budaya Bali. Kalau tanpa ada
penghinaan itu barangkali tak akan ada masalah, karena keyakinan seseorang atau
kelompok tak perlu kita campuri. Yang ketiga, buku-buku ajaran mereka mengacaukan
buku pelajaran agama Hindu karena seolah-olah itu buku berlaku untuk seluruh
pemeluk Hindu. Termasuk Bhagawad Gita versi mereka seolah-olah yang paling benar
sehingga disebut Bhagawad Gita Menurut Aslinya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Padahal semua BG sepanjang konsiten memuat sloka apa
adanya, semuanya asli. Yang berbeda itu cara penafsirannya. Ada puluhan kitab
Bhagawad Gita dengan penafsiran yang berbeda-beda, tak ada masalah. Okelah soal
kitab Bhagawad Gita ini, nanti saya perbincangkan tersendiri.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Nah, kembali ke istilah sampradaya dan ashram. Sampradaya
itu kalau disederhanakan adalah sebuah kumpulan dari orang-orang yang berminat
kepada sesuatu ajaran dan ada guru spiritual yang membina ajaran itu.
Sampradaya itu adalah doktrin tradisional tentang pengetahuan yang berkaitan
dengan ajaran agama. Istilah sampradaya itu berasal dari kata samprada yang
artinya begitu luas, yakni memberi, menghadiahi, menyerahkan, menganugrahkan,
menurunkan, yang semuanya lewat tradisi. Jadi sampradaya itu adalah satu
filosofi yang diturunkan dengan penyampaian baik secara lisan mau pun kemudian
yang tertulis oleh seorang yang disebut guru. Sampradaya lebih luas dibandingkan
parampara atau di Bali biasa disebut aguron-guron. Karena parampara atau
aguron-guron filosofi itu langsung diterima oleh guru sucinya, sedang
sampradaya sudah bisa diterima oleh para pengikut guru suci, tak harus diterima
langsung oleh guru sucinya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Begitu banyak ada sampradaya. Dari kelompok Waisnawa
saja ada beberapa. Misalnya ada Ramanuja sampradaya didirikan oleh Ramanuja,
ada rahma sampradaya didirikan oleh Madya, ada rudra sampradaya didirikan oleh
Vallabha, Sri Sampradaya didirikan oleh Swami Ramananda. Banyak lagi, tak usahlah
kita sebutkan lagi. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kalau kita perkecil sampradaya ini menjadi parampara
atau aguron-aguron kita di Bali pun bisa terdiri dari berbagai parampara. Ya,
saya sebagai sulinggih dari Mahagotra Pasek bisa disebut parampara dari Sapta
Rsi, tujuh Pandita Mpu yang suci. Kelompok pendeta lainnya bisa parampara dari
pandita suci lainnya lagi. Kalau lama-lama berkembang dan semakin banyak ada
pandita, parampara atau aguron-guron itu pun bisa diperkecil lagi dengan misalnya
disebut garis penabean. Misalnya, ada pandita Mpu garis penabean Mpu A, pandita
Mpu garis penabean Mpu B, dan seterusnya. Sumber pokok ajarannya semuanya
ajaran Hindu, tetapi praktek ritual atau sering disebut budaya ritualnya bisa
ada perbedaan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Tetapi perbedaan ini tidak disertai dengan mencela
pihak lain yang berbeda. Nah di sini bedanya dengan sampradaya Hare Krishna
karena mereka mencela budaya ritual yang lain sementara Hare Krishna dalam
pengayoman majelis Hindu. Ini yang jadi masalah.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sekarang coba kita perhatikan langsung di masyarakat Bali
saat ini. Ada berbagai kelompok yang bisa disebut parampara dan bisa pula
dikatagorikan sampradaya. Tetapi kalau mereka berbaur di masyarakat secara
umum, tradisi atau ajaran kelompok itu ditinggalkan. Misalnya, Sai Baba. Kelompok
ini sudah bisa disebut sampradaya karena mereka menghormati guru sucinya Sai
Baba. Pengikutnya banyak di berbagai daerah. Mereka sering menyebut sebagai
kelompok pembelajar Weda dan menghayati wejangan-wejangan guru sucinya, Sai
Baba. Foto Sai Baba pun dipajang oleh pengikutnya. Mereka juga punya tempat
berkumpul yang disebut ashram atau belakangan disebut centre, kalau di
lingkungan mereka panganjalinya bisa secara khas, misalnya; Om Sai Ram atau Sai
Ram. Mereka juga punya buku Bagawad Gita yang merupakan inti sari wejangan Sai
Baba, namun tak menyebutkan buku itu yang harus dibaca, BG lain tak boleh. Namun
kalau berbaur di masyarakat adat, mereka tetap mengikuti ritual Hindu budaya
Bali. Tak ada yang mencela ritual budaya Bali itu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ada banyak lagi contoh-contohnya, mungkin karena berskala
kecil dan tak banyak dipublikasikan. Misalnya, kelompok yang diasuh Made
Darmayasa yang tak memberi nama untuk kelompoknya itu. Mereka punya ashram yang
besar dan selalu ramai setiap hari di Padanggalak. Kelompok ini bermula dari
praktek meditasi yang dipelajari Darmayasa dari gurunya ketika bertahun-tahun
belajar di India. Teknik meditasi itu disebut Meditasi Angka, karena memang
kunci pembukanya dari sebuah angka. Setelah lama berkembang Darmayasa
mendirikan ashram di Kawasan Padanggalak dan Teknik Meditasi Angka diteruskan
oleh pengikutnya di sana yang ditambah dengan mempelajari Weda dengan
ritual-ritual yang sejalan dengan Weda. Misalnya ada berbagai pemujaan Istadewata,
melakukan agni hotra dan seterusnya. Namun, pengikutnya termasuk Made Darmayasa
sendiri tetap aktif dengan ritual dalam budaya Bali. Agni hotra di ashramnya
itu didahului dengan pengelukatan oleh pemangku kepada seluruh peserta dengan
banten budaya Bali, ada byakaon, prayascita dan sebagainya. Merajan keluarga
dan padmasana untuk umum pun didirikan di ashram itu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Dalam setiap ritual ada pembacaan sloka Bhagawad Gita.
Bahkan Guru Darmayasa selalu menganjurkan kepada pengikutnya agar setiap hari
upayakan membaca satu sloka Bhagawad Gita. Tapi tak pernah Darmayasa meminta
agar sloka BG yang dibaca harus dari buku karyanya sendiri. Dari buku BG
terjemahan siapa pun sama saja, toh sloka yang dibaca, berbahasa Sansekerta
sama saja teksnya di setiap buku BG. Semuanya asli, kalau berbeda berarti bukan
BG. Padahal Darmayasa membuat terjemahan BG yang begitu tebal karena
menguraikan sejarah turunnya BG itu, ini buku BG paling tebal yang pernah saya
temui saat ini. Sudah ratusan ribu buku ini dicetak dan ada program “sejuta BG”
yang dibagikan gratis oleh pengikut Darmayasa. Ini jelas beda dengan kelompok HK
yang menyebut harus membaca buku karya guru sucinya karena itu BG yang asli dan
judul bukunya juga BG Menurut Aslinya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Di desa saya juga ada banyak ashram. Ada kelompok Sai
Baba, Bairawa, juga ada pengikut Hare Krishna. Gde Gatot mendirikan ashram
dengan ajaran Bairawa setelah pulang dari belajar di India dengan anggota inti
pengikut meditasi TM, maklum almarhum orangtuanya, Ketut Sukrata adalah guru TM
tersohor di Bali. Kini kalau ada agni hotra di ashramnya banyak para dokter dari
seluruh Bali yang datang.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Pasraman Manikgeni tempat saya tinggal di desa,
dulunya juga bernama Ashram Manikgeni ketika saya dirikan 1994. Bahkan orang
desa semua masih menyebutnya ashram sampai saat ini, meski pun sudah saya resmikan
namanya menjadi Pasraman sesuai dengan keputusan Menteri Agama. Karena saya
sulinggih pasek, tentu saya punya merajan khusus yang memuja kawitan pasek, tergolong
besar. Namun karena yang datang tak cuma warga pasek, di halaman aula saya
dirikan Padmasana untuk pemujaan Tuhan yang biasa diikuti oleh seluruh umat
Hindu tanpa membedakan soroh. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Bahkan umat Hindu luar Bali yang tak mengenal soroh
melakukan pemujaan di sini. Di sini juga saya dirikan lingga Siwa untuk melukat
siapa saja yang datang, lalu ada pelataran untuk tempat agni hotra. Sering ada agni
hotra dan bahkan hampir sebagian besar upacara sudiwadani, upacara masuk Hindu,
dilaksanakan dengan ritual agni hotra. Maklum mereka orang non-Bali, kalau
sepenuhnya memakai banten Bali, bisa jadi mereka bingung.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Karena orang yang baru masuk Hindu tak harus masuk
Hindu budaya Bali. Tapi pengelukatan tetap saya memakai byakawon, prayascita
dan sebagainya. Pemujaan atau mantram dalam agni hotra pun hampir sebagian sama
dengan mantram saat memuja sebagai pendeta tradisional Bali. Bukankah pendeta
Hindu Bali memuja selalu pula dengan jotir atau disebut pedupan dan pedamaran
yang sama mantramnya untuk memuja dewa agni sebagai pesaksi?<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Nah, apa yang mau saya katakan dalam wacana kali ini?
Dalam hal menuntut dikeluarkannya Hare Krishna dari pengayoman Majelis Hindu,
karena kelompok ini jelas menyalahi tradisi Hindu budaya Bali karena ada unsur
penghinaan pada budaya Bali, jangan gebyah uyah dengan sampradaya lainnya.
Jangan pula langsung menyebut ashram itu sebagai tempat ritual yang melecehkan
budaya Bali. Ashram itu kan artinya asrama, tempat belajar dan berkumpul. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Memang dengan keluarnya peraturan Menteri Agama yang
jelas mencantumkan istilah Pasraman, sebaiknya kata ashram itu mulai diganti
Pasraman. Di kalangan pandita Mpu hal ini sudah dilakukan. Tapi karena sudah
kebiasaan, masyarakat sering masih menyebut ashram saja.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mari kita focus meminta agar Majelis Hindu yakni PHDI
mengeluarkan HK dalam pengayoman, karena jelas mereka bersalah. Tapi untuk
sampradaya atau parampara atau aguron-aguron atau kelompok lain yang mungkin
punya sebutan beda, jangan diganggu, karena mereka tidak ada salahnya. Dan PHDI
pun dalam anggaran dasarnya, Bab X Pasal 41 jelas menyebutkan mengayomi setiap
sampradaya yang berbentuk organisasi, forum, Lembaga, badan, dan yayasan.
Pengayoman itu tak ada disebutkan harus lewat surat khusus. Makanya berkali-kali
saya sebutkan, adanya surat pengayoman khusus ke HK adalah kesalahan individual
Ketua Umum PHDI waktu itu tanpa diketahui pengurus lainnya. Saat itu saya juga
pengurus PHDI Pusat duduk sebagai Sabha Pandita. Tak tahu menahu ada surat
pengayoman itu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Di desa saya kelompok-kelompok yang bisa disebut sampradaya
ini justru menjadi pemrakarsa upacara ngenteg linggih di Pura Puseh tahun lalu,
yang sejak berdirinya desa itu tak pernah ada ritual ngenteg linggih. Kelompok
itu sesungguhnya lebih sebagai sekehe demen, seperti halnya sekehe demen mesantian,
dan kini mereka mendirikan sekehe demen mebajan, apa yang salah? Makan babi
guling yang katanya enak setiap hari, tapi saya sudah tak makan daging, tentu
bosan dan kepingin ikan bakar. Jadi, setiap hari metembang dan mewargasari,
sesekali ingin melantunkan irama lain dalam bajan, kan tidak ada salahnya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Demikian sahabat yang baik, jangan kebablasan menuntut
sampradaya yang lainnya harus keluar dari Hindu. Fokus pada Hare Krihsna saja. Karena
mereka tak ada yang salah, lagi pula sebutan Hindu itu adalah sebutan agama
milik dunia, bukan cuma milik orang Bali<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Salam sehat. Rahayu.</span></p><br /><p></p></div></div>Pandita Mpu Jaya Prema Anandahttp://www.blogger.com/profile/12954843588185452540noreply@blogger.com0