Sabtu, 22 Desember 2018

Bersihkan Hati Sambut Hari Suci

Oleh Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda

RANGKAIAN Hari Raya Galungan kali ini tergolong istimewa. Orang selalu menyebutkan Galungan digandengkan dengan Hari Raya Kuningan, karena memang tak bisa dilepaskan. Ada kaitan di kedua hari raya itu. Uniknya kali ini, Galungan dan Kuningan dipisahkan oleh tahun masehi. Galungan pada tahun 2018 dan Kuningan pada tahun 2019.
 
Penampahan Galungan juga bersamaan dengan Hari Raya Natal, kelahiran Yesus Kristus dalam keyakinan umat Nasrani. Jadi pada Natal hari kedua persis bertepatan dengan Galungan, hari kemenangan dharma menurut keyakinan umat Hindu di Indonesia. Dua agama besar merayakan hari sucinya yang sama-sama menyiratkan sebuah kebahagiaan.

Lalu ada lagi yang istimewa bagi umat Hindu dalam kaitan dengan penyucian diri yang memang harus dilakukan untuk merayakan kemenangan dharma. Yakni pada hari Sabtu ini adalah Purnama Kepitu. Dengan demikian pada Sabtu dua minggu mendatang, yang bertepatan dengan Hari Kuningan akan bertepatan dengan Hari Siwaratri, malam pemujaan Siwa sebagai malam tergelap sepanjang tahun. Ini pun hari yang baik untuk menyucikan rohani dengan melakukan brata Siwaratri.

Boleh dikatakan bahwa hari Sabtu ini, pada Purnama Kepitu adalah puncak dari segala ritual penyucian diri itu sebelum menyongsong Galungan. Kamis dua hari yang lalu ada disebut Sugian Jawa, hari yang dirayakan oleh umat Hindu untuk membersihkan lingkungan sekitarnya. Jawa berasal dari kata Jaba yang berarti luar. Banyak yang keliru mengartikan Jawa ini sebagai pulau di sebelah Bali, apalagi hari Jumat kemarin disebut Sugian Bali, seolah-olah kata Jawa dan Bali itu merujuk kepada nama pulau. Kesalah-kaprahan itu membuat ada yang beranggapan Sugian Jawa hanya dirayakan oleh umat Hindu yang leluhurnya datang dari Jawa, yaitu Majapahit. Sedangkan Sugian Bali dirayakan oleh umat Hindu yang leluhurnya memang asli Bali yaitu Bali Mula.


Padahal keduanya harus dirayakan karena berbeda pengertiannya dan bukan menunjukkan asal-usul. Makna kedua hari itu sama yakni pembersihan. Sugian itu artinya pembersihan, bukankah dalam bahasa Bali kata mesugi itu artinya membersihkan muka?  Pada Sugian Jawa (hari Kamis Sungsang) yang dibersihkan adalah alam semesta (bhuana  agung), sedangkan  Sugian Bali  (Jumat Sungsang) mengadakan pembersihan kembali (mewali) yakni penyucian diri sendiri (bhuana alit).

Nah, jika Sabtu ini disambung dengan bulan purnama, tentu sesuatu yang lebih membawa berkah. Jadikan saja ini sebagai pusat dari segala pembersihan yang telah dilakukan untuk bhuana agung dan bhuana alit. Karena mulai besok selama tiga hari, umat Hindu akan dihadapkan dengan godaan besar, yakni datangnya Sang Bhuta Tiga. Hari Minggu besok kita digoda oleh Sang Bhuta Galungan yang disebut hari penyekeban. Hari Senin digoda oleh Sang Bhuta Dungulan yang disebut hari penyajaan atau pengejukan. Dan hari Selasa digoda Sang Bhuta Amangkurat, disebut sebagai hari penampahan. Ketiga simbol bhuta itu harus mampu kita lawan karena sejatinya itu adalah simbol dari nafsu buruk kita. Dengan mengalahkan nafsu buruk ini kita bisa melaksanakan Galungan sebagai hari kemenangan dharma.

Penyucian itu menjadi penting karena dengan membersihkan hati terlebih dahulu barulah kita bisa merayakan hari yang suci. Rentetan pembersihan sebelum Hari Raya Galungan itu yang membuat kita lebih tahan menghadapi nafsu buruk yang dilambangkan oleh Sang Bhuta Tiga agar bisa merayakan Galungan dengan lebih baik.

Jangankan menyambut Galungan yang menjadi “rahinan jagat”, setiap jenjang ritual dari yang paling kecil sampai yang besar, pasti dimulai dengan pembersihan diri agar kita menjadi suci. Manusia diberi Tri Pramana yaitu sabda (berkata-kata), bayu (bernapas) dan idep (pikiran). Ketiga aspek inilah yang disucikan setelah melakukan pembersihan ke seluruh tubuh sebagai badan kasar yang sebelumnya juga dimulai dengan pembersihan lingkungan sekitar kita.

Bukankah sebelum melakukan persembahyangan kita terbiasa  membersihkan badan phisik terlebih dahulu, misalnya, mandi? Pasti perasaan lebih segar. Namun, dalam keadaan terpaksa kita bisa dengan hanya mencuci tangan, muka, rambut, kaki dan sebagainya. Atau jika lebih terpaksa lagi, misalnya, tidak ada air, maka kita bisa melakukan penyucian diri dengan melantunkan doa yang disebut karasodana. Hakekatnya adalah mari bersihkan hati kita sebelum bersembahyang, apalagi persembahyangan itu menyambut hari yang suci. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar