Ida Pandita
Mpu Jaya Prema Ananda
UMAT Hindu
etnis Bali sudah memasuki rangkaian Hari Raya Galungan dan Kuningan.
Tahap-tahap pelaksanaan hari suci ini pun sudah dimulai. Kemarin disebut Sugian Bali sebagai kelanjutan
dari Sugian Jawa. Besok sudah hari penyekeban.
Berlanjut penyajajaan, lalu penampahan, dan ahirnya Rabu Kliwon
nanti tibalah Galungan.
Apa
sebenarnya inti dari tahapan ini? Sugian, baik Jawa mau pun Bali, intinya
adalah pembersihan. Tidak ada kaitannya dengan Pulau Jawa dan Pulau Bali. Jawa
asal usulnya dari kata jaba atau
luar. Yang dibersihkan pada saat itu adalah semua hal yang berada di luar diri
kita. Apakah itu membersihkan pura atau merajan, membersihkan halaman,
membersihkan balai yadnya dan sebagainya. Tentu dalam kaitan ini pembersihan
itu secara sekala dan niskala. Sekala adalah membersihkan dari
segala kotoran. Sekala adalah
memberikan sesajen sebagai simbol dari mengawali parayaan Galungan.
Sedangkan
kata Bali dalam Sugian Bali berarti kembali. Bali asal usul dari kata wali atau kembali. Apa yang kembali
dibersihkan? Rohani dan pikiran kita harus bersih. Dengan begitu Sugian Jawa
membersihkan Bhuwana Agung dan Sugian Bali adalah Bhuwana Alit. Jadi keduanya
harus dilakukan. Tak bisa dipilih salah satu seperti yang banyak dilakukan umat
Hindu di Bali. Bahkan ada anggapan Sugian Jawa dirayakan oleh umat Hindu yang
leluhurnya datang dari Jawa, yaitu Majapahit. Sedangkan Sugian Bali dirayakan
oleh umat Hindu yang leluhurnya memang asli Bali atau Bali Mula.
Kenapa kita
harus membersihkan Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit menjelang Galungan? Galungan
adalah hari besar keagamaan, karena itu penyucian pun menyeluruh. Jangankan
menyambut Galungan yang menjadi “rahinan jagat”, setiap jenjang ritual dari
yang paling kecil pasti dimulai dengan pembersihan diri agar kita menjadi suci.
Manusia diberi Tri Pramana yaitu sabda (berkata-kata),
bayu (bernapas) dan idep (pikiran). Ketiga aspek inilah yang
disucikan setelah melakukan pembersihan ke seluruh tubuh sebagai badan kasar.
Setelah
semesta dan badan kita bersih, maka kita menyongsong pertarungan yang
sesungguhnya berat, yakni mengalahkan Sang Kala Tiga Galungan. Itulah runtutan
perayaan Galungan yang dimulai pada esok hari setelah fase pembersihan. Orang menyebutnya,
mengalahkan adharma sehingga pada
Hari Raya Galungan kita bisa memenangkan dharma.
Orang mudah mengucapkan kata-kata
itu: “Galungan adalah hari raya kemenangan dharma
atas adharma.” Kemenangan “kebenaran”
melawan “kejahatan”. Siapa yang membawa kejahatan itu? Ada tiga bentuk adharma yang turun disimbolkan sebagai
bhuta atau kala. Jika itu tidak bisa kita kendalikan, seharusnya kita belum
bisa memperoleh kemenangan. Maka mari kita kendalikan “tiga bhuta” itu atau
dalam bahasa populernya mari kita taklukkan.
Ketiganya disebut Sang Bhuta Tiga.
Yang pertama datang adalah Sang Bhuta (Kala) Galungan pada Redite Pahing Wuku
Dungulan. Jadi esok hari, persis mengawali wuku Dungulan yang di Jawa disebut
pula wuku Galungan. Bhuta ini menyerang kita dan itu haruslah kita tangkis
dengan upaya mengendalikan diri dari segala nafsu-nafsu buruk. Tetua kita di
masa lalu mewariskan pula simbol yang mudah diterima masyarakat dengan menyebut
hari Minggu besok sebagai “hari penyekeban”. Nyekeb atau sekeb berarti
menyembunyikan atau menutupi diri dari segala nafsu-nafsu jahat.
Pada hari Soma Pon datang Sang Bhuta
Dungulan. Tetaplah bertahan dengan pengendalian diri terhadap nafsu-nafsu jahat
dan tetap menjaga keteguhan kesucian diri kita. Tetua kita memberi simbol sebagai
“hari penyajaan” atau disebut pula “hari pengejukan”. Kita ejuk (tangkap) nafsu-nafsu buruk itu supaya tidak berkeliaran.
Pada hari Anggara Wage, muncul Sang
Bhuta Amangkurat. Bhuta terakhir ini datang untuk membelenggu kita. Kalau kita
lemah ketika diserang dan bisa ditaklukkan, pada hari inilah seluruh kehidupan
kita dikuasai oleh adharma yang
dibawa Kala Amangkurat itu. Mari kita taklukkan dengan membunuh semua nafsu
kejahatan yang disebar itu. Tetua kita di masa lalu mewariskan simbol sebagai
“hari penampahan”. Maksudnya semua nafsu hewani yang buruk itu kita sembelih.
Dengan berhasil menaklukkan Sang
Kala Tiga maka kita berhasil mengalahkan adharma.
Maka pada hari Rabu (Budha) Kliwon Dungulan kita merayakan kemenangan dharma melawan adharma. Hanya orang yang bersih dari segala kekotoran bisa melawan
nafsu hewani dan bisa merayakan kemenangan dharma atau merayakan Galungan dengan
baik. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar