Putu Setia |
@mpujayaprema
Inilah
pelecehan yang nyaris sempurna untuk profesi guru. Terjadi di markas Kepolisian
Resort Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tiga guru pembina Pramuka di SMPN 1
Turi, Sleman, digelandang untuk dipertemukan dengan media masa. Ketiganya
memakai celana dan baju tahanan, berjalan tanpa alas kaki, kepalanya gundul plontos.
Ketiganya sudah
menjadi tersangka. Mereka bersalah menyebabkan 10 siswa SMPN 1 Turi meninggal
dunia dalam kegiatan susur sungai di Kali Sempor. Mereka lalai sebagai pembina
Pramuka. Mereka tak memperhitungkan bahwa arus sungai itu bisa deras karena ada
hujan..
Semua orang
tahu ketiga guru itu sangat ceroboh. Kita sepakat mereka harus dihukum. Tapi, apakah
ketiga guru itu sejak awal berniat lalai dan merencanakan kelalaiannya? Pasti
tidak. Bencana bisa muncul tanpa diundang.
Beda dengan perampok
yang sudah merencanakan dengan matang bagaimana mereka bekerja. Apa yang
dirampok, bagaimana caranya, bagaimana melawan jika kepergok. Begitu pula para
koruptor, ada rencana yang rapi bagaimana menilep uang agar tidak ketahuan.
Kalau perampok tertangkap rasanya masih boleh kepalanya digunduli dan
dipamerkan ke media massa, agar calon perampok lainnya menjadi jera. Namun,
apakah ada koruptor yang tertangkap lalu kepalanya digunduli dan digelandang
tanpa alas kaki? Tidak, koruptor hanya diberi baju oranye. Andai nanti Harun
Masiku dan Nurhadi tertangkap, kepalanya tak mungkin digunduli.
https://youtu.be/I-psnju7z3I
Kaum guru berduka karena ada anak didik yang meninggal dunia dalam kegiatan Pramuka, sebuah kegiatan yang tujuan awalnya baik. Namun para guru lebih berduka lagi ketika tiga sejawatnya digelandang tanpa mempertimbangkan bahwa kesalahannya adalah unsur kelalaian, bukan direncanakan. Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Prof. Dr. Unifah Risyidi, yang terjun ke lapangan saat musibah itu, mengecam keras pelecehan atas ketiga guru tersebut. Prof Unifah mengancam para guru turun ke jalan memprotes tindakan polisi.
Kaum guru berduka karena ada anak didik yang meninggal dunia dalam kegiatan Pramuka, sebuah kegiatan yang tujuan awalnya baik. Namun para guru lebih berduka lagi ketika tiga sejawatnya digelandang tanpa mempertimbangkan bahwa kesalahannya adalah unsur kelalaian, bukan direncanakan. Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Prof. Dr. Unifah Risyidi, yang terjun ke lapangan saat musibah itu, mengecam keras pelecehan atas ketiga guru tersebut. Prof Unifah mengancam para guru turun ke jalan memprotes tindakan polisi.
Organisasi guru
lainnya, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) meminta polisi tidak berlebihan
memperlakukan guru SMPN 1 Turi tersebut. Wakil Sekretaris Jenderal FSGI,
Satriawan Salim, menilai polisi tidak seharusnya menggelandang tersangka yang
sudah digunduli. Namun FSGI, seperti juga PGRI, mendukung kasus ini diproses
secara hukum.
Kenapa kita mulai
tidak hormat pada seorang guru? Bahwa ada guru yang mencabuli muridnya, ada
guru yang kelewat keras menegur anak didiknya. Itu bisa kita maklumi karena
luasnya negeri ini dan begitu banyak dibutuhkan profesi guru. Tapi ada guru
yang dilaporkan ke polisi dengan tuduhan melanggar HAM hanya karena menjewer
seorang murid. Apalagi ada siswa yang berani melawan guru dengan mengajak guru
berkelahi. Ini sudah luar biasa. Sangat terbalik dengan masa lalu ketika guru
begitu dihormati.
Banyak guru dengan
predikat “mengabdi”, yang dikerjakan tak sesuai nafkahnya. Guru hononer cuma dibayar Rp 260
ribu sebulan, dan itu pun di daerah terpencil baru bisa diambil setelah 6
bulan. Kaum guru yang ikhlas dengan pengabdiannya ini sudah lama menciptakan “hymne
guru” dengan judul Pahlawan Tanpa Tanda
Jasa. Sesungguhnya “lagu perjuangan” ini sebagai sindiran kepada negara yang
menyanjung jasa-jasa guru setara pahlawan bangsa, namun tak pernah diberi tanda
jasa. Celakanya, baik presiden mau pun menteri terkait, tak pernah merasakan disindir
oleh Pahlawan Tanpa Tanda Jasa ini.
Seharusnya guru
menjadi profesi yang dihormati jika bangsa ini mau lebih beradab. Kita berutang
rasa kepada guru.
(Dari Koran Tempo 29 Februari 2020)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar