Om Swastyastu. Sahabat yang baik. Umat sedharma yang terkasih. Sekarang kita menginjak pada tema tentang Keagungan Dharma atau juga bisa disebut Hakekat Kebenaran. Ini dimulai dari sloka ke 12 sampai nanti pada sloka ke 36. Meski sloka-sloka dalam kitab Sarasamuscaya ini saling terkait, namun pembagian temanya bisa dipilah-pilah. Mari saya bacakan sloka ke 12.
Yan parama artanya, yan artha khama sadhyan, dharma juga lekasa
kena rumuhun, niyata katemwaning arthakama mene tan paramartha wi katemwaning
artha kama dening anasar sakeng dharma.
Jika kekayaan dan kesenangan dicari, lakukanlah kebajikan berdasarkan dharma atau kebenaran terlebih dahulu. Jika kebajikan telah dilakukan, niscaya kekayaan dan kesenangan pastilah didapatkan. Sungguh tidak akan ada artinya jika kekayaan dan kebenaran yang dicari tetapi menyimpang dari ajaran dharma.
Saya kira sloka ini terjemahannya sudah cukup jelas. Penekanannya pada ajaran dharma, ajaran tentang kebajikan dan kebenaran. Kalau didasari pada dharma, kekayaan atau artha dan kesenangan atau khama pastilah sangat membahagiakan. Saya lanjut ke sloka 13.
Kunang sang pandita, sang dharmika juga, inastuti nira, inalem nira an sira prasiddha anemu sukha, tan pengalem sugih, kami apan tan tuhu sukha, ri hananing ahangkara jnanan, ri sedenging dhanakama wyawahara.
Orang yang bijaksana adalah orang yang senantiasa melakukan kebajikan dan kebenaran. Orang yang tidak bijaksana adalah orang yang memperoleh kekayaan dengan cara tidak benar; juga tidak bijaksana mereka yang memperoleh kesenangan dengan cara tidak benar. Bagi mereka yang tidak bijaksana, masih memiliki kerakusan, mereka pasti dapat digoda oleh kekayaan dan kesenangan yang jahat.
Maksud sloka ini adalah mereka yang tidak bijaksana dalam kehidupan ini, akan memiliki sifat rakus dan mudah digoda oleh kekayaan dan kesenangan yang tidak pada tempatnya. Jadi masih menguraikan bagaimana pentingnya kita hidup dengan bijak dalam kehidupan ini yang sesuai di jalan dharma.
Saya lanjutkan dengan sloka 14 yang pendek, seperti ada kesimpulan sementara. Begini bunyinya.
Ikang dharma ngaran nya, henuning mara ring swarga ika, kadi gatining parahu, an henuning banyaga nentasing tasik.
Kebajikan dan kebenaran itu laksana perahu yang dapat mengantarkan manusia untuk pergi ke surga.
Sloka ini sudah sangat jelas karena sudah disinggung selintas dalam sloka sebelumnya. Kita lanjutkan ke sloka 15.
Ikang kayatnan ri kagawayaning kama, artha, mwang moksha, dadi
ika tan paphala, kunang ikang kayatnan ring dharma sadhana, niyata maphala ika,
yadnya pin angenangenan juga, maphala atika.
Dalam usaha mencari kekayaan dan kesenangan, seringkali kegagalan yang justru diperoleh. Namun usaha untuk mencarinya yang didasarkan pada kebajikan dan kebenaran, sudah pasti mendatangkan hasil, walaupun baru dalam pikiran saja.
Sloka ini
mengajarkan kita untuk tidak berputus asa dan tak menyerah kalau menemui
kegagalan. Harus terus diupayakan tetapi tetap berlandaskan pada ajaran dharma,
ajaran kebenaran. Jika kita tekun dan fokus pada masalah itu, pastilah hasilnya
akan datang, meski belum nampak.
Saya teruskan ke sloka 16.
Kadi krama sang hyang Aditya, an wijil humilangken peteng ning rat, mangkana tikang wwang mulahakening dharma, an hilangaken salwiring papa.
Bagaikan terbitnya matahari yang melenyapkan kegelapan dunia, seperti itulah mereka yang senantiasa melakukan kebajikan atau kebenaran dalam hidupnya, memusnahkan segala penderitaan hidup.
Ini tak perlu saya komentari lagi karena sudah jelas. Lebih baik kita simak sloka 17.
Lwiring wwang kanista madhya mottama tuwi, yawat gawe hayu kajenek ni hatinya niyata siddhaning sasina dhyana.
Siapapun mereka,
baik mereka yang berkedudukan rendah, menengah dan tinggi, dianggap hina, mulia,
atau berkuasa, siapa pun, selama mereka tekun melakukan kebajikan dan
kebenaran, akan tercapailah apa yang menjadi tujuan dan cita-citanya.
Nah pada sloka ini
ditekankan bahwa ajaran dharma yaitu kebajikan dan kebenaran berlaku untuk
semua umat, tidak memandang status sosial rendah atau tinggi, jika tekun
berusaha hasilnya akan sampai pada apa yang dicita-citakan. Jadi derajat sosial
manusia itu dalam kehidupan di dunia tak punya pengaruh apa pun.
Mari lanjut ke Sloka 18
Mwaang kotaaman ikang dharma, prasiddha sangkani hita wasana, iri kang mulhaken ya, mwang pinaka sraya sang pandita, sangkepannya dharma manta sakeningkang triloka.
Kebajikan dan kebenaran adalah sumber dari mana kebahagiaan itu datang; dan barang siapa melakukan kebajikan/kebenaran, mereka akan senantiasa dilindungi. Sedang bagi para pandita, dharma itu adalah merupakan pembantu utama yang dapat menyelamatkan dalam kehidupan di dunia ini.
Kata pandita yang
disebut dalam sloka ini bisa diartikan secara umum, yakni mereka yang sudah
menjalankan dharma. Bagi mereka, dharma itu sendiri sudah merupakan pembantu
atau alat utama yang dapat menyelamatkan kehidupan mereka di dunia ini. Tak
disinggung lagi perlunya mencari kekayaan dan kesenangan yang berlebihan karena
sumber kebahagiaan itu sudah dipegang.
Saya baca satu lagi, sloka ke 19.
Hana pwa wwang tan linggar apageh budhhinya, ar tutaken kada melaning dharma sadhana, ya ikang wwang bhagya mantan ling sang pandita, tan kalarakena dening kadang mitranya, yadnyan manasakana panapana mangati tajiwita tuwi.
Mereka yang tidak bimbang, yang tetap teguh hati dalam melaksanakan kebajikan dan kebenaran, sesungguhnya mereka inilah orang yang hidup dalam kebahagiaan. Meskipun untuk menyambung hidupnya mereka menjadi peminta-minta, perkerjaan itu tidak akan membuat saudara, kerabat, dan handai tolan menjadi susah dan bersedih hati.
Ini tuntunan yang sangat penting. Kalau kita sudah teguh dan tak goyah dalam berperilaku menjalankan kebajikan dan kebenaran dalam hidup ini, sesungguhnya itulah kebahagiaan yang sejati. Jadi kebahagiaan itu bukan karena hidup kita mewah, kesenangan kita tak ada henti-hentinya padahal itu cuma kesenangan palsu. Hidup dalam keadaan sederhana bahkan kasarnya menjadi peminta-minta, asal landasannya adalah dharma itu bisa membahagiakan kita, tak akan membuat sanak saudara kita bersedih.
Sahabat yang baik. Kita jeda sejenak sampai sloka ke 19 ini. Kita lanjutkan pada kesempatan lain di mana kita akan mendapat contoh2 bagaimana kebahagiaan itu bisa kita dapatkan. Semoga ada manfaatkan. Rahayu. Om Shanti, Shanti, Shanti, Om
becik niki Ida untuk menambah wawasan agama HIndu
BalasHapus