Putu Setia | @mpujayaprema
Ini merek jam tangan. Untuk orang-orang kaya yang tak tahu bagaimana menghabiskan uang. Hanya untuk mengetahui waktu, orang harus mengenakan jam tangan yang harganya milyaran rupiah. Padahal penunjuk waktu ada di setiap tempat. Di mobil, di setiap ruang, di taman kota ada jam penunjuk waktu itu. Di handphone juga ada. Lebih sering mana Anda melihat handphone dibanding melihat jam tangan?
Jam tangan
Rolex itu dibeli Edhy Prabowo di Hawai. Juga ada tas Hermes dan entah barang
mewah apa lagi. Beliau adalah Menteri Kelautan dan Perikanan yang sedang
kunjungan kerja. Edhy lagi banyak uang. Didampingi istri mereka belanja
barang-barang mewah itu untuk dibawa ke Indonesia, sebuah negeri yang lagi
terpuruk karena pandemi Covid-19. Sayang sekali kemewahan itu tak bisa
dipamerkan kepada koleganya. Di Bandara Soekarno Hatta, simbol kemewahan itu
berubah menjadi simbol kehinaan ketika penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi
menyita Rolex itu. Rupanya, uang yang dipakai menukar adalah hasil korupsi.
Kehidupan
keluarga Edhy runtuh. Kini ia menghadapi masalah berat. Tapi apa perlu lagi kita
menambahkan beban berat itu kepadanya dengan mengolok-olok? Bahwa langkah
pertamanya masuk ke Kementrian Kelautan dengan mengizinkan ekspor lobster sudah
menjadi tanda tanya besar karena bertentangan dengan kebijakan menteri
sebelumnya, Susi Pudjastuti. Apalagi adanya izin ekspor itu disertai dengan
munculnya secara mendadak eksportir lobster yang kebanyakan kerabat-kerabatnya
separtai. Tak perlu lagi kita berdebat apakah ekspor ini akan menambah
pundi-pundi negara lewat pajak dan kesejahtraan nelayan meningkat. Orang lebih
mudah mencium akan adanya penyalahgunaan wewenang yang berbuntut pada korupsi.
Bagai permainan catur, langkah bidak sudah bisa ditebak ke mana menteri
bergerak.
https://youtu.be/fnbvH-YkMQU
Kasus memalukan
buat negeri ini lebih baik dibicarakan dari sisi mental dan juga akhlak.
Presiden Jokowi pernah mencanangkan revolusi mental dalam kaitan dengan
maraknya korupsi. Para menterinya menyambut antusias. Edhy Prabowo, jelang hari
antikorupsi internasional yang lalu, mengunggah cuitan di akun Twitternya. Ia
menulis: “Korupsi adalah musuh utama yang harus kita perangi. Bersama-sama
membangun komitmen KKP menjadi birokrat yang bersih dan melayani untuk
mewujudkan masyarakat kelautan dan perikanan yang sejahtra. Selamat Hari
Antikorupsi Sedunia”.
Dan sekarang
Edhy melakukan korupsi. Bersama istrinya ia membeli Rolex dan Hermes dengan uang
hasil korupsi. Bayangkan, pejabat setingkat menteri belum selesai dengan
hidupnya karena masih membutuhkan gengsi duniawi. Jam tangan harganya milyaran
rupiah, padahal apa bedanya dengan jam tangan merek Alba, Seiko dan lainnya,
seharga ratusan ribu, kalau hanya untuk melihat waktu?
Jadi, revolusi
mental Jokowi belum merasuk ke orang dekatnya. Sementara yang ditunggu rakyat
adalah pejabat panutan yang seirama antara ucapan dan perbuatan. Revolusi
mental tak mempan kalau hanya diucapkan tanpa teladan. Lalu kini muncul apa
yang disebut revolusi akhlak. Unik bin ajaib, revolusi akhlak dikumandangkan
dari panggung kebencian. Bagaimana kata itu bisa meresap ke masyarakat kalau
yang berkoar tentang revolusi akhlak justru bicaranya kasar?
Tentunya ada
banyak tokoh yang masih bisa memperbaiki mental dan akhlak bangsa, tokoh yang
tak memerlukan Rolex. Sayang mereka masih diam. Barangkali kesal dan malas
berhadapan dengan pendengung. Padahal diamnya mereka itulah yang salah, karena
rakyat jadinya hanya mendengar dengung para pendusta.
(Koran Tempo 29 November 2020)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar