Selasa, 01 September 2009

Putu Setia Lahir Jadi Pandita

Oleh Bina Bektiati, Wartawan Majalah Tempo

Ida Bhawati Putu Setia ditahbiskan menjadi pandita. Tanda pencapaian spiritual dan bukti keberhasilannya memperjuangkan kesetaraan menjadi Brahmana.
****

Menjelang tengah malam di Pasraman Dharmasastra Manikgeni. Dua sosok berselimut kain putih diangkat dalam posisi terbujur. Di bawah rinai hujan tipis-tipis, beberapa orang memanggul keduanya dari bale upacara ke bale besar di tengah kompeks Pasraman. Wangi dupa, alunan kidung, dan denting genta sulinggih—sebutan Bali untuk pandita—melahirkan aroma mistis dan syahdu. Angin malam berhembus dari Gunung Batukaru di belakang Pasraman, melorotkan udara hingga 18 derajat Celcius.

Inilah ritual menuju puncak upacara Rsi Yadnya Mediksa bagi Ida Bhawati Putu Setia dan isterinya, Ida Bhawati Istri Ni Made Sukarnithi. Berlangsung pada Kamis malam dua pekan lalu, upacara itu menahbiskan pasangan tersebut menjadi pandita Brahmana. Tidak ada upacara pembersihan --tubuh dan jiwa—yang lebih tinggi dari Mediksa.

Pasraman Manikgeni yang terletak di Desa Pujungan, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan riuh oleh tamu-tamu. Ada belasan pandita, anggota keluarga, serta sebagian warga desa, ikut bertugur hingga jauh malam. Di bale gede, Ida Bhawati Putu Setia dan isterinya dibaringkan dalam posisi bersanding. Ruang tidur mereka ditutup tirai kain Bali warna merah- ungu beraksen keemasan. Keduanya dalam kondisi ”mati”. Dan berkelana di luar raga hingga guru nabe, pandita tertinggi pemandu upacara agung itu membangunkan mereka dengan percikan tirta suci.

Saat itu tiba pada pukul 01.10 waktu Indonesia Tengah. Pandita Mpu Nabe Jaya Rekananda, sang guru nabe, memerciki mereka dan memberikan bhiseksa atau nama. Ida Bhawati Putu Setia mendapat nama baru Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda. Dan isterinya, Ida Pandita Mpu Rai Istri Jaya Prema Ananda. “Saya hanyalah fasilitator. Nama itu titipan dari Tuhan,” ujar Mpu Jaya Rekananda kepada Tempo.

Pada 18 Juni 2008, Putu Setia dan isterinya menjalani ritual menjadi Ida Bhawati. Tahapan itu wajib mereka tempuh sebelum menjadi sulinggih tertinggi: Ida Pandita. Sejak menjadi Ida Bhawati, Putu Setia berada di “rahim” guru nabe. Di sana, dia menanti dilahirkan kedua kalinya ke dunia. Ada tiga guru yang membimbing pria kelahirnan Tabanan, 58 tahun silam ini. Yakni, Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Rekananda sebagai guru nabe; Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Prateka Tanaya sebagai guru waktra; dan Ida Pandita Mpu Nabe Dharmika Tanaya, guru saksi.

“Layak tidaknya menjadi pandita, harus melalui uji kemampuan. Termasuk, harus sehat secara fisik,” kata Mpu Nabe Jaya Rekananda. “Perlu kejeniusan tertentu untuk menjadi pandita,” dia menambahkan.

Setelah setahun Ida Bhawati Putu Setia dinyatakan layak naik jenjang melalui Rsi Yadnya Mediksa. Putu Setia dan isterinya melakukan ritual Seda Raga (kematian), lalu disusul Napak, yaitu dilahirkan kembali sebagai pandita.

Seusai upacara, Putu Setia menuturkan, di saat “mati”, tanda kehidupan hanya dia rasakan di bagian dada ke atas. “Dada ke bawah terasa mati,” ujarnya. Dalam pengembaraan di luar raga selama satu jam lebih—Putu merasa melintasi hutan Bali di zaman kuno. Dia melihat manusia-manusia kecil, pepohonan, danau-danau. Rasanya belum ingin kembali (ke kesadaran dunia), tapi sudah dibangunkan oleh percikan air,” dia menuturkan.

Setelah kelahiran kedua ini, Putu Setia dan Ni Made Sukarnithi sudah tak ada lagi, berganti dengan Mpu Jaya Prema Ananda dan Mpu Rai Istri Jaya Prema Ananda. Pimpinan Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi—klan terbesar di Bali—Prof. Dr. Ketut Wita, menjelaskan saat ini ada 141 orang pandita tertinggi di Bali. Ketika dia menjabat lima tahun lalu, jumlah petinggi keagamaan itu baru 72 orang. Hadirnya Mpu Jaya Prema Ananda menambah jumlah pandita tertinggi.

Para pandita Brahmana Bali tak lagi semata-mata datang dari jalur keturunan atau “nyambung rah”. Yaitu bila ayahnya seorang pandita, anak laki-lakinya otomatis bisa menjadi pandita setelah dewasa. “Para pandita nyambung rah kini jumlahnya kurang dari 10 orang,” kata Mpu Jaya yang pernah menjadi wartawan Tempo. Karena anak seorang pandita belum tentu memilih jalur yang sama. Dan untuk sampai ke tahapan sulinggih –pemimpin keagamaan—dia harus lulus serangkaian tes.

Kehadiran Putu Setia sebagai Ida Pandita adalah salah satu bukti keberhasilan ”reformasi” dalam tradisi keagamaan Hindu Bali. Reformasi ini memperjuangkan setiap orang Hindu berhak menjadi pendeta bila memenuhi syarat—dan bukan hanya keturunan brahmana. Inilah tesis dari kontroversi panjang tentang paham warna –pembagian masyarakat berdasar pekerjaan— yang dibelokkan menjadi kasta –pembagian warga berdasar garis keturunan.

Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), organisasi keagamaan umat Hindu—berdiri pada 1961—menyatakan setiap pemeluk Hindu dapat menjadi pandita. Namun dalam prakteknya tidak semudah itu. Pergulatan di antara masyarakat yang pro dan kontra terhadap pendapat terus bergulir dari masa ke masa.

Mpu Jaya Prema Ananda, misalnya, ketika masih sebagai Putu Setia, dikenal gigih memperjuangkan penghapusan diskriminasi jalur menjadi pendeta. Antara lain melalui Forum Cendekiawan Hindu Indonesia. Putu pernah menjadi ketuanya pada periode 1991-1996.

Menjadi pelayan agama adalah jalur yang telah dipilih Putu Setia sejak lama. Sejak pindah dari Jakarta ke Bali pada 2002, Putu menunjukan komitmennya dengan sungguh. Dia menempuh berbagai jenjang kerohanian yang disyaratkan. Dia mengaku, tidak mudah. Dan, ada pula banyak pantangan.

Sebagai Ida Pandita, misalnya, dia hanya boleh mengenakan baju putih. Dia tak boleh berkata bohong, menyetir mobil, melakukan transaksi ekonomi, marah, dan banyak lagi.

Untunglah tak ada larangan menggunakan Internet, termasuk fasilitas Facebook. Karena Facebook dapat digunakan sebagai sarana berdakwah dan berhubungan dengan publik. Jumat sore pekan lalu, Mpu Jaya Prema Ananda membuka akun baru. Statusnya bertulisan: “Saya orang baru di facebook, semoga ada yang mau berteman untuk mewujudkan bumi yang damai”.

Bina Bektiati (Pujungan, Tabanan)

(Majalah Tempo 31 Agustus 2009)


1 komentar:

  1. "Om Swastiastu"
    Selamat saya ucapkan atas "mediksa"nya Bapak Putu Setia beserta Istri, dimana kini Bapak Putu Setia telah terlahir untuk kedua kalinya dengan bhiseka Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda...
    Sesuai dengan bhiseka atau nama yang menyiratkan kasih sayang, semoga kedepannya senantiasa dapat memberikan pencerahan kepada umat dengan penuh kasih sayang"prema"yang membawa hati dalam suasana damai,,,
    Jujur saya sebagai umat yang meskipun tidak ikut secara langsung dalam prosesi upacara pediksan itu, namun dari cerita, berita dan rasa di jiwa...sungguh saya merasakan sesuatu yang amat luarbisa yang telah dilakukan dan diterima oleh Ida Pandita...sesuatu yang luarbiasa bagi beliau dan kita semua,,,

    Ada satu hal yang pernah saya alami bersama Beliau, meskipun saya tidak pernah bertemu langsung dengan Beliau, tapi Beliau pernah hadir dalam mimpi saya, bercakap-cakap singkat dan memberi wejangan luarbiasa pada saya...dan pada saat itu Beliau terlihat sangat sumbringah...mungkin pd saat itu beliau sedang berbahagia...sungguh beliau sangat mengagumkan...

    n....ketika saya mengetahui "karya agung" ini...saya terharu sekaligus bahagia..luarbiasa...

    sebenarnya banyak hal yang ingin saya tuliskan disini namun saya tidak kuasa...hehehe...(maaf)
    yang jelas kekaguman saya pada Beliau...

    Sekali lagi 'selamat'saya ucapkan semoga dengan kasih sayang akan membawa kejayaan dan kedamaian pada beliau dan kita semua...

    Tuhan Yang Agung Memberkati...

    Salam Damai,
    (pengagum anda)

    BalasHapus