Sabtu, 28 November 2020

Rolex

Putu Setia | @mpujayaprema

Ini merek jam tangan. Untuk orang-orang kaya yang tak tahu bagaimana menghabiskan uang. Hanya untuk mengetahui waktu, orang harus mengenakan jam tangan yang harganya milyaran rupiah. Padahal penunjuk waktu ada di setiap tempat. Di mobil, di setiap ruang, di taman kota ada jam penunjuk waktu itu. Di handphone juga ada. Lebih sering mana Anda melihat handphone dibanding melihat jam tangan?

Jam tangan Rolex itu dibeli Edhy Prabowo di Hawai. Juga ada tas Hermes dan entah barang mewah apa lagi. Beliau adalah Menteri Kelautan dan Perikanan yang sedang kunjungan kerja. Edhy lagi banyak uang. Didampingi istri mereka belanja barang-barang mewah itu untuk dibawa ke Indonesia, sebuah negeri yang lagi terpuruk karena pandemi Covid-19. Sayang sekali kemewahan itu tak bisa dipamerkan kepada koleganya. Di Bandara Soekarno Hatta, simbol kemewahan itu berubah menjadi simbol kehinaan ketika penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menyita Rolex itu. Rupanya, uang yang dipakai menukar adalah hasil korupsi.

Kehidupan keluarga Edhy runtuh. Kini ia menghadapi masalah berat. Tapi apa perlu lagi kita menambahkan beban berat itu kepadanya dengan mengolok-olok? Bahwa langkah pertamanya masuk ke Kementrian Kelautan dengan mengizinkan ekspor lobster sudah menjadi tanda tanya besar karena bertentangan dengan kebijakan menteri sebelumnya, Susi Pudjastuti. Apalagi adanya izin ekspor itu disertai dengan munculnya secara mendadak eksportir lobster yang kebanyakan kerabat-kerabatnya separtai. Tak perlu lagi kita berdebat apakah ekspor ini akan menambah pundi-pundi negara lewat pajak dan kesejahtraan nelayan meningkat. Orang lebih mudah mencium akan adanya penyalahgunaan wewenang yang berbuntut pada korupsi. Bagai permainan catur, langkah bidak sudah bisa ditebak ke mana menteri bergerak.


https://youtu.be/fnbvH-YkMQU

Kasus memalukan buat negeri ini lebih baik dibicarakan dari sisi mental dan juga akhlak. Presiden Jokowi pernah mencanangkan revolusi mental dalam kaitan dengan maraknya korupsi. Para menterinya menyambut antusias. Edhy Prabowo, jelang hari antikorupsi internasional yang lalu, mengunggah cuitan di akun Twitternya. Ia menulis: “Korupsi adalah musuh utama yang harus kita perangi. Bersama-sama membangun komitmen KKP menjadi birokrat yang bersih dan melayani untuk mewujudkan masyarakat kelautan dan perikanan yang sejahtra. Selamat Hari Antikorupsi Sedunia”.

Dan sekarang Edhy melakukan korupsi. Bersama istrinya ia membeli Rolex dan Hermes dengan uang hasil korupsi. Bayangkan, pejabat setingkat menteri belum selesai dengan hidupnya karena masih membutuhkan gengsi duniawi. Jam tangan harganya milyaran rupiah, padahal apa bedanya dengan jam tangan merek Alba, Seiko dan lainnya, seharga ratusan ribu, kalau hanya untuk melihat waktu?

Jadi, revolusi mental Jokowi belum merasuk ke orang dekatnya. Sementara yang ditunggu rakyat adalah pejabat panutan yang seirama antara ucapan dan perbuatan. Revolusi mental tak mempan kalau hanya diucapkan tanpa teladan. Lalu kini muncul apa yang disebut revolusi akhlak. Unik bin ajaib, revolusi akhlak dikumandangkan dari panggung kebencian. Bagaimana kata itu bisa meresap ke masyarakat kalau yang berkoar tentang revolusi akhlak justru bicaranya kasar?

Tentunya ada banyak tokoh yang masih bisa memperbaiki mental dan akhlak bangsa, tokoh yang tak memerlukan Rolex. Sayang mereka masih diam. Barangkali kesal dan malas berhadapan dengan pendengung. Padahal diamnya mereka itulah yang salah, karena rakyat jadinya hanya mendengar dengung para pendusta.

(Koran Tempo 29 November 2020)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar