Mpu Jaya
Prema
SEBUAH
yayasan yang berniat ikut menyemarakkan kehidupan sastra Bali moderen
diresmikan pekan lalu di Banjar Gelulung, Sukawati Gianyar. Yayasan itu bernama
Yayasan Wahana Dharma Sastra Made Sanggra atau yang disingkat Yayasan Made
Sanggra, diresmikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Wayan “Kun”
Adnyana.
Made Sanggra
semasa hidupnya adalah pegiat sastra Bali moderen. Banyak karya yang sudah
dihasilkannya, baik berupa cerita pendek mau pun puisi. Bersama karibnya Nyoman
Manda, pengawi (pengarang) sastra Bali yang sangat produktif, mereka juga
menerbitkan majalah Canang Sari. Yang
menarik semua penerbitan itu dibiayai sendiri, baik buku kumpulan cerpen,
kumpulan puisi mau pun majalahnya.
Kini
anak-anak Made Sanggra meneruskan cita-cita ayahnya untuk ikut menggairahkan
kehidupan sastra Bali moderen. Menurut ketua yayasan, Made Suarjana, suatu hari
sebelum meninggal dunia, ayahnya pernah menyampaikan keprihatinannya akan
redupnya sastra Bali moderen, bahkan bahasa Bali itu sendiri. Dia ingin punya
suatu wadah yang ikut aktif agar bahasa dan sastra Bali terhindar dari
kepunahan. Atas dasar keprihatinan itulah, menurut anak-anak Made Sanggra, yayasan
ini didirikan. “Mulai dari hal-hal yang kecil, siapa tahu suatu saat bisa
memberikan penghargaan kepada penggiat sastra Bali moderen yang selama ini
justru diberikan oleh Yayasan Rancage di Bandung,” kata Made Suarjana.
Bagaimana
sesungguhnya kehidupan sastra Balli moderen? Apakah begitu memprihatinkan dan
mandeg selama ini? Sejatinya tidak juga. Karya sastra Bali moderen masih tetap
eksis di media lokal Bali, termasuk di koran Pos Bali ini setiap akhir pekan. Penulis cerita pendek dan puisi
terus bermunculan dari kalangan anak-anak muda. Tak pernah sepi dari naskah.
Tema-tema cerita pun sudah mulai kekinian mengikuti arus modernisasi. Ini
menandakan para penulisnya memang datang dari generasi milenial. Dan jika
dikaitkan dengan program Gubernur Bali Wayan Koster dalam Nangun Sad Kerti Loka Bali, maka kehidupan sastra Bali moderen
tinggal diberikan suntikan untuk bergairah. Suntikan itu bisa berupa rangsangan
untuk berkarya, panggung dan media untuk menyalurkan kreasinya, dan penyebaran
karya-karya itu ke segala arah. Tak cuma di sekolah-sekolah tetapi juga pada
masyarakat umum. Bagaimana caranya tentu bisa didiskusikan lagi.
Kenapa
disebut sastra Bali moderen? Ini membedakan dengan sastra Bali klasik atau
tradisional. Ada pun sastra Bali klasik itu adalah semacam tembang atau
geguritan dan kekawin. Ada empat jenis geguritan, yakni Sekar Rare, Sekar Alit,
Sekar Madya dan Sekar Agung. Sedangkan sastra Bali moderen adalah karya sastra
yang menggunakan bahasa Bali tetapi tidak terikat kepada pakem tembang.
Misalnya dalam Sekar Alit ada pakem atau di masyarakat disebut pupuh, seperti Pupuh Sinom, Pupuh
Ginada, Pupuh Pangkur dan seterusnya, dalam sastra Bali moderen tidak ada
patokan itu. Patokannya mengacu kepada sastra Indonesia seperti cerita pendek,
novel, puisi dan drama.
Sastra Bali
moderen ini pun sesungguhnya sudah dikenal lama. Jadi moderen dalam pengertian
bentuk dan bukan dalam pengertian keberadaannya. Kapan sastra berbahasa Bali
moderen itu muncul? Prof Ngurah Bagus pernah menyebutkan bahwa sastra Bali
moderen mulai dikenal pada tahun 1930. Guru Besar Fakultas Sastra Universitas
Udayana itu mendasarkan pendapatnya pada penerbitan novel karya I Wayan Gobiah
yang diterbitkan Balai Pustaka pada 1931.
Namun
belakangan, pengajar di Fakultas Sastra Unud I Nyoman Darma Putra menemukan
karya baru yang jauh sebelum itu. Darma Putra menyebutkan, sastra Bali moderen
sudah ada di tahun 1910 dengan karya yang dibuat oleh Made Pasek dan Mas
Nitisastro dalam bentuk cerita pendek. Buku-buku ditemukannya dalam mikrofilm
koleksi V.E. Korn di perpustakaan University of Queennsland, Australia. Ini
berarti sastra Bali moderen sudah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu.
Jika
demikian halnya, yang terjadi adalah pasang surut dalam kehidupan sastra Bali
moderen. Kalau mati pasti tidak, tetapi mati suri beberapa tahun barangkali ada
benarnya. Itu pun dalam pengertian penggiatnya berkurang dan perhatian
pemerintah juga kurang. Di tahun 1970-an ketika Listibiya (Mejelis Pertimbangan
dan Pembinaan Kebudayaan) Bali aktif mengadakan lomba penulisan sastra Bali
moderen, kehidupan sastra Bali moderen sempat bangkit. Karya-karya bermunculan.
Namun setelah itu, ketika Listibiya tak jelas juntrungannya, sastra Bali
moderen kembali sepi. Lalu bangkit lagi di tahun 1990an ketika Yayasan Kebudayaan
Rancage yang dipelopori sastrawan Ayip Rosidi memperluas jangkauannya memantau
sastra daerah. Jika sebelumnya Yayasan Rancage hanya memberikan penghargaan
kepada sastra Sunda, kemudian dikembangkan ke sastra daerah lainnya, termasuk
sastra Bali. Ada imbas dari penghargaan Rancage itu untuk kehidupan sastra Bali
moderen.
Penerima
pertama anugerah Rancage untuk buku terbaik tahun 1997 adalah buku puisi Kidung
Republik karya I Made Sanggra, sedangkan untuk tokoh yang berjasa dalam
pengembangan sastra Bali modern adalah I Nyoman Manda sebagai pengelola majalah
sastra Bali Canang Sari. Menurut Darma
Putra yang menjadi juri penilaian Rancage untuk sastra Bali, buku yang
diseleksi 1997 itu hanya satu. Karya Made Sanggra ini tidak punya saingan
tetapi karyanya itu memang dianggap layak. Nah setelah ada penghargaan itulah
sastra Bali moderen kembali giat. Penulis-penulis Bali menyambut anugerah
sastra Rancage lewat karya. Mereka menerbitkan buku-buku sastra seperti
kumpulan puisi, cerpen, dan novel. Sejak tahun 2000, rata-rata buku sastra Bali
modern yang terbit sekitar delapan judul. Setelah itu terus bertambah buku yang
terbit dan lebih dari 30-an sastrawan Bali modern yang meraih hadiah sastra
Rancage, baik atas buku yang diterbitkan maupun sebagai tokoh yang berjasa.
Nyoman Manda sendiri sudah tiga kali menerima anugrah Rancage ini. Generasi
lebih muda menyusul seperti Nyoman Tusthi Eddy, Made Sugianto, Made Suarsa.
Ini
berarti kalau ada lembaga, baik itu yayasan mau pun pemerintah, memberi
penghargaan kepada sastrawan Bali, maka menjadi harapan yang baik bahwa sastra
Bali moderen akan terus berkembang. Di situ penting arti berdirinya Yayasan
Made Sanggra. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar