Putu Setia |
@mpujayaprema
Hanya keledai
yang jatuh di lubang yang sama dua kali.
Pepatah ini,
dulu, sangatlah populer. Keledai itu binatang bodoh namun keras kepala. Yang pertama
mempopulerkan kebodohan keledai adalah penulis Yunani di era sebelum masehi, Homer dan Aesop. Pepatah ini mau berpesan, janganlah seperti
keledai yang tidak mau belajar dari kesalahan yang sama sehingga terulang
kembali.
Namun sejumlah ahli hewan mendiskusikan di
London di akhir abad ke 20, apa betul keledai itu binatang paling bodoh.
Kesimpulannya, terjadi kesalah-pahaman, keledai tidaklah bodoh-bodoh amat. Maka
pepatah pun dimutahirkan (istilah ini baru saja dipakai untuk meralat kekuatan
gempa di Banten) dan bunyinya menjadi: “keledai saja tak jatuh di lubang yang
sama sampai dua kali”. Maksudnya, sebodoh-bodohnya orang, ia tak akan mengulang
kesalahan sebelumnya.
Saya bukan dokter hewan dan tak pernah
memelihara keledai, jadi tak tahu seberapa bodohnya binatang mirip domba
bertelinga panjang itu. Tetapi urusan mengulangi kesalahan yang sama, bukankah
banyak dilakukan orang? Apakah dia tersindir dengan pribahasa itu? Sebut contoh
Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang kembali dicokok KPK karena kasus jual beli jabatan. Tamzil
sudah pernah dihukum penjara karena kasus korupsi pula. Keluar penjara ikut
lagi pemilihan, dan memenangi jabatan bupati itu. Lalu dilantik dan korupsi
lagi. Siapa yang bodoh bak keledai? Apakah
bupatinya atau KPU yang meloloskan narapidana menjadi calon bupati? Dan rakyat
yang memilihnya apakah tergolong bodoh pula, kok memberi kesempatan pada orang
untuk kecebur lubang yang sama?
Coba telisik kasus lebih besar yang melibatkan
negara. Kebakaran hutan setiap tahun berulang kembali. Setiap tahun pula alasan
kebakaran hutan itu disengaja untuk pembukaan lahan. Asapnya menyebar ke negara
tetangga sampai membuat Presiden Jokowi malu besar. Nah, presiden mengancam
akan mencopot panglima tentara dan kepala kepolisian di daerah yang hutannya
masih terbakar. Kasihan tentara dan polisi ini harus bertanggung-jawab untuk
pekerjaan yang bukan tugas utamanya. Kenapa tidak mencopot Menteri Kehutanan?
Jika kasus ini dihubungkan dengan keledai, siapa yang layak disebut bodoh? Tidak
belajar dari kebakaran hutan 2015 yang merugikan Rp 221 Trilyun.
Yang lagi ramai
adalah kasus listrik padam di sejumlah kota besar Jawa, termasuk Jakarta.
Kerugian disebut-sebut satu trilyun rupiah. Penyebab awalnya hanya karena pohon
sengon yang rantingnya berada dalam kawasan magnet SUTET (saluran udara
tegangan ektra tinggi) jalur Ungaran – Pemalang. SUTET di jalur utara ini
hambruk. Ada satu SUTET di jalur tengah, seharusnya bisa dipakai cadangan
mengirim setrum. Kok pas sedang dalam perbaikan.
Lho, bukankah
kasus yang mirip begini pernah terjadi di tahun-tahun lalu meski “tersangka”
bukan sengon? Bukankah pelajaran berharga yang diambil adalah menyediakan
selalu pembangkit cadangan, kok sekarang cadangan itu juga bermasalah? Siapa
yang layak dijadikan simbol keledai di sini yang tak belajar dari kesalahan
sebelumnya? Yang jelas bukan pohon sengon.
Kini konsumen
menuntut ganti rugi dan pimpinan PLN akan memotong gaji karyawannya untuk
membayar kompensasi. Kasihan pegawai PLN yang tak tahu urusan itu. Kenapa tidak
pimpinan PLN yang disuruh mundur karena jelas lalai membuat sistem keamanan
menyalurkan listrik meski sengon itu penyebab awal? Atau sekalian menteri BUMN
dicopot karena banyak kasus buruk di sejumlah perusahaan negara.
Nah di sinilah
keledainya harus ditetapkan dulu.
(Dari Koran Tempo Akhir Pekan 10 Agustus 2019)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar