Bagaimana dengan pujanya? Ini zaman Covid-19, apa2 bisa dengan virtual. Dengan bantuan Video Call saya memuja di Griya Pujungan, lalu tugas anak2 ngayab di Griya Pedungan. Ya... selesai sudah pagi2.
Leluhur kita di Bali sudah sejak zaman dulu -- jauh sebelum ada corona -- sudah melakukan puja dengan cara virtual, bahkan tanpa gambar. Coba perhatikan puja Pandita di saat Nyuryasewana, ngarga tirtha semua sungai suci di India "ditarik" ke siwamba. Gangga, Sindhu Saraswati, Yamuna... semua air sucinya disedot dengan puja, lalu dimasukkan ke siwamba dan jadilah tirtha suci.
Di merajan ada pelinggih dengan ciri khas tanduk kijang, itulah disebut Pelinggih Menjangan Seluwang, tempat memuja Mpu Kuturan. Jadi, kalau piodalan Mpu Kuturan di Silayukti kita tak bisa kesana, cukup lewat pelinggih Menjangan Seluwang. Itu namanya "ngayat" lewat "pelinggih pengayatan" -- ini sesungguhnya tak lain dari teknik "memuja secara virtual" tanpa gambar.
New Normal sesungguhnya kembali ke masa lalu, kenapa kita harus repot2 memuja Ida Bethara atau memuja Hyang Widhi, jika keadaan memaksanya?
Jumat ini, pas Purnama, kebetulan umat Muslim sudah boleh sholat Jumat di masjid dengan cara2 yang disebabkan Covid-19. Jaga jarak, tak boleh berdesakan. Nantinya, kita maturan di Pura Besakih dan pura2 besar lainnya harus bisa begitu, duduk berjarak dengan anak, cucu, istri, suami. Harus bisa. Kalau tak mau begitu, ya, cukup sembahyang dari rumah --- secara virtual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar