Putu Setia | @mpujayaprema
Babak baru dalam memutus penyebaran virus corona atau yang disebut Covid-19. Pemerintah mengumumkan tahapan baru yang akan dilaksanakan awal bulan ini. Ada 5 fase yang disiapkan pemerintah pusat menuju new normal. Tapi tak semua daerah mengikuti arahan itu.
DKI Jakarta menerapkan pembatasan sosial berskala
besar dalam masa transisi. Berlaku mulai kemarin, masa transisi ini memberi
kelonggaran untuk kegiatan ekonomi dan keagamaan. Kota Bekasi mengikuti Jakarta
namun menerapkan tiga fase. Fase persiapan untuk membangun ketaatan masyarakat
akan protokol kesehatan, fase pemulihan membangun kepercayaan masyarakat, dan fase
terakhir menggerakkan sektor ekonomi dengan berbagai kelonggaran.
Bali tidak mau buru-buru melangkah ke new normal.
Jika ada pelonggaran di daerah lain, Bali justru dijaga lebih ketat. Semua
pendatang harus membawa surat bebas Covid-19 dan dikarantina. Obyek wisata
tetap ditutup.
Yang menarik Nusa Tenggara Timur. Gubernur Viktor
Bungtilu Laiskodat, menolak normal baru. Dia menyebut, konsep new normal
tak bisa diterapkan di semua wilayah Indonesia, terutama di NTT. Masyarakat harus beraktifitas normal seperti
biasa. Tempat wisata dan rumah ibadah akan dibuka. Transportasi juga normal,
tak ada daerah yang disekat. Viktor menargetkan 15 Juni 2020, aktivitas sudah
normal dan tidak ada lagi work from home. Dia mengajak masyarakat tidak
takut. “Hari ini yang meninggal karena demam berdarah ada 55 orang di NTT.
Sedangkan positif Covid-19 yang meninggal hanya 1 orang. Itu pun karena tifus,”
kata Victor dalam rapat virtual dengan para bupati di NTT, akhir bulan lalu.
Kenapa Victor Laiskodat tidak takut dengan Covid-19? Penularan
virus itu kecil di daerahnya. Penduduk NTT tidak sepadat di Jawa. Pekerjaan
warganya juga tak mengharuskan ada kerumunan yang besar. Kebanyakan bertani dan
berkebun. Panen jagungnya melimpah. Mereka sudah lama “melanggar program di
rumah saja” karena tak mungkin menanam jagung dari rumah. Ini membuktikan bahwa
sesungguhnya kebijakan menangani wabah Covid-19 memang tak harus seragam di
seluruh negeri.
Program di rumah saja sulit diterapkan untuk semua
penduduk. Banyak orang kehilangan pekerjaan kalau tidak bergerak keluar, sementara
tak semua warga terdampak menerima bantuan sosial. Bagi yang tak masalah dengan
urusan makan, kebosanan menjadi alasan utama diam di rumah. Maka kebandelan
untuk keluar rumah menjadi gerakan baru di mana-mana, di kota mau pun di desa.
Apakah setelah transisi, lalu new normal, virus
corona bisa hilang? Tak ada yang bisa menjawab sebelum vaksin corona ditemukan
para ahli. Memang, ada seorang warga Lampung, Nyoman Subamio, mengaku menemukan
obat yang bisa menyembuhkan pasien corona dengan jamuan herbalnya. Pengakuannya
ditayangkan stasiun televisi Lampung, lalu oleh televisi lain. Meski tayangan
jadi viral, Nyoman mengaku tak ada respon dari pejabat. Lalu dia mengirim surat
ke Presiden Jokowi.
Nyoman mengatakan, hanya butuh waktu seminggu untuk
menyembuhkan pasien dengan obatnya. Garansi kesembuhan seratus persen. Kalau
pasien tak sembuh, dia bersedia dijebloskan ke penjara. Luar biasa. Kenapa tak
ada respon dari pejabat, apalagi mau mengujinya? Barangkali karena pengakuannya
yang menggebu dan jaminan 100 persen itu membuat orang tak sudi melirik,
seolah-olah Nyoman mengambil alih kuasa Tuhan.
Cerita Covid-19 masih panjang. Pemimpin negeri ini
sedang diuji bagaimana melawan virus yang tak terlihat itu. Mungkin ini juga
transisi menuju kepemimpinan yang new normal.
(Koran Tempo 6 Juni 2020)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar