Sabtu, 10 Agustus 2019

Keledai

Putu Setia | @mpujayaprema

Hanya keledai yang jatuh di lubang yang sama dua kali.
Pepatah ini, dulu, sangatlah populer. Keledai itu binatang bodoh namun keras kepala. Yang pertama mempopulerkan kebodohan keledai adalah penulis Yunani di era sebelum masehi, Homer dan Aesop. Pepatah ini mau berpesan, janganlah seperti keledai yang tidak mau belajar dari kesalahan yang sama sehingga terulang kembali.

Namun sejumlah ahli hewan mendiskusikan di London di akhir abad ke 20, apa betul keledai itu binatang paling bodoh. Kesimpulannya, terjadi kesalah-pahaman, keledai tidaklah bodoh-bodoh amat. Maka pepatah pun dimutahirkan (istilah ini baru saja dipakai untuk meralat kekuatan gempa di Banten) dan bunyinya menjadi: “keledai saja tak jatuh di lubang yang sama sampai dua kali”. Maksudnya, sebodoh-bodohnya orang, ia tak akan mengulang kesalahan sebelumnya.

Saya bukan dokter hewan dan tak pernah memelihara keledai, jadi tak tahu seberapa bodohnya binatang mirip domba bertelinga panjang itu. Tetapi urusan mengulangi kesalahan yang sama, bukankah banyak dilakukan orang? Apakah dia tersindir dengan pribahasa itu? Sebut contoh Bupati Kudus Muhammad Tamzil  yang kembali dicokok KPK karena kasus jual beli jabatan. Tamzil sudah pernah dihukum penjara karena kasus korupsi pula. Keluar penjara ikut lagi pemilihan, dan memenangi jabatan bupati itu. Lalu dilantik dan korupsi lagi. Siapa yang bodoh bak keledai? Apakah bupatinya atau KPU yang meloloskan narapidana menjadi calon bupati? Dan rakyat yang memilihnya apakah tergolong bodoh pula, kok memberi kesempatan pada orang untuk kecebur lubang yang sama?

Coba telisik kasus lebih besar yang melibatkan negara. Kebakaran hutan setiap tahun berulang kembali. Setiap tahun pula alasan kebakaran hutan itu disengaja untuk pembukaan lahan. Asapnya menyebar ke negara tetangga sampai membuat Presiden Jokowi malu besar. Nah, presiden mengancam akan mencopot panglima tentara dan kepala kepolisian di daerah yang hutannya masih terbakar. Kasihan tentara dan polisi ini harus bertanggung-jawab untuk pekerjaan yang bukan tugas utamanya. Kenapa tidak mencopot Menteri Kehutanan? Jika kasus ini dihubungkan dengan keledai, siapa yang layak disebut bodoh? Tidak belajar dari kebakaran hutan 2015 yang merugikan Rp 221 Trilyun.

Yang lagi ramai adalah kasus listrik padam di sejumlah kota besar Jawa, termasuk Jakarta. Kerugian disebut-sebut satu trilyun rupiah. Penyebab awalnya hanya karena pohon sengon yang rantingnya berada dalam kawasan magnet SUTET (saluran udara tegangan ektra tinggi) jalur Ungaran – Pemalang. SUTET di jalur utara ini hambruk. Ada satu SUTET di jalur tengah, seharusnya bisa dipakai cadangan mengirim setrum. Kok pas sedang dalam perbaikan.

Lho, bukankah kasus yang mirip begini pernah terjadi di tahun-tahun lalu meski “tersangka” bukan sengon? Bukankah pelajaran berharga yang diambil adalah menyediakan selalu pembangkit cadangan, kok sekarang cadangan itu juga bermasalah? Siapa yang layak dijadikan simbol keledai di sini yang tak belajar dari kesalahan sebelumnya? Yang jelas bukan pohon sengon.

Kini konsumen menuntut ganti rugi dan pimpinan PLN akan memotong gaji karyawannya untuk membayar kompensasi. Kasihan pegawai PLN yang tak tahu urusan itu. Kenapa tidak pimpinan PLN yang disuruh mundur karena jelas lalai membuat sistem keamanan menyalurkan listrik meski sengon itu penyebab awal? Atau sekalian menteri BUMN dicopot karena banyak kasus buruk di sejumlah perusahaan negara.

Nah di sinilah keledainya harus ditetapkan dulu.

(Dari Koran Tempo Akhir Pekan 10 Agustus 2019)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar