Putu Setia | @mpujayaprema
Mau menebak siapa menteri yang kira-kira
dipertahankan Presiden Jokowi di periode kedua ini? Ada teman yang bilang,
pantau saja siapa menteri yang paling banyak berbicara soal pemindahan ibu kota
ke Kalimantan Timur.
Jangan sepenuhnya percaya. Tapi memang soal
pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur sangat menyita tayangan
televisi dan cuitan media sosial. Begitu Presiden Joko Widodo meminta izin
memindahkan ibu kota dalam pidato kenegaraan, pujian langsung membahana. Saat
Kalimantan Timur disebut belakangan, pujian kian mengalir. Lahan yang luas
milik negara, kawasan yang minim bencana, hutan yang masih perawan, dan
seterusnya. Bahwa kawasan itu pernah dilanda gempa dengan tsunami dasyat tak
lagi terdengar beritanya. Apalagi lubang-lubang tambang batubara yang masih
menganga dan sebagian lahan dikuasai keluarga Prabowo Subianto, tak lagi digubris
orang.
Presiden Jokowi menyebutkan kajian ibu kota baru
sudah dilakukan. Cuma tak dijelaskan, siapa pakar yang ikut mengkaji, apa saja
yang sudah dikaji dan bagaimana uraiannya. Sudah keburu minta izin kepada DPR.
Lalu Ketua DPR siap menanti usulan adanya rancangan undang-undang. Jadi?
Landasan hukum saja belum dirancang, ibu kota baru sudah mulai terbayang,
betapa megah dan dasyatnya. Kita sibuk berkhayal.
Para menteri gencar memberi pernyataan apa yang
dibangun. Menteri Perhubungan, misalnya, siap membangun MRT (Moda Raya
Terpadu), LRT (Light Rail Transit), BRT (Bus Rapid Transit). Itu yang
canggih-canggih selain infrastruktur dasar. Menteri PU dan Perumahan Rakyat,
sesuai nama kementriannya, membangun gedung dan rumah dinas. Betapa banyaknya
itu, dari istana sampai gedung lembaga tinggi negara, 34 gedung kementrian,
ribuan rumah dinas, rumah sakit, sekolah dan seterusnya. Semua menteri terkait mengaku
sudah merancang fasilitas yang diperlukan, seolah-olah (atau mungkin sudah
yakin) mereka bakal dipilih lagi oleh Jokowi.
Apa cukup waktu lima tahun membangun ibu kota baru?
Masyarakat begitu yakin apa pun yang dibangun Jokowi pasti bisa. Bandung Bondowoso
saja bisa membangun Candi Roro Jonggrang dalam waktu semalam, masak Jokowi tak
bisa membangun ibu kota dalam lima tahun. Optimisme ini justru membuat sebagian
besar pegawai negeri menolak pemindahan ibukota. Mereka khawatir fasilitas buat
keluarganya masih terkendala.
Menteri Penertiban Aparatur Negara meredam
kegelisahan itu dengan menyebutkan kepindahan pegawai negeri tentu setelah
semua fasilitas tersedia, termasuk perumahan, sekolah dan seterusnya. Menteri mengingatkan
agar jangan panik. Barangkali pegawai negeri ini tak menyadari kepindahan itu
masih lama, bahkan mungkin baru terwujud setelah mereka pensiun. Bukankah Presiden
Jokowi saja tak akan pindah ke ibu kota baru karena sudah pensiun?
Kehebohan memindahkan ibu kota begitu berlebihan. Mestinya
pakai tahap-tahapan, adakan kajian yang matang tentang lokasi. Lalu susun
rencana yang rapi termasuk biayanya. Buat landasan hukumnya bersama DPR, bukan
cuma minta izin. Yang terjadi sekarang lebih banyak ributnya. Habis energi
untuk urusan yang masih berstatus khayalan. Padahal masih banyak urusan lain
yang lebih mendesak.
Papua bergolak serius, BPJS bermasalah, intoleransi
terus terjadi justru di tempat-tempat umat beribadah, hoax masih menyebar,
ancaman kekeringan menunggu. Apakah negara atau ada menteri yang fokus
memperhatikan urusan ini? Atau karena urusan ini rada berat diselesaikan,
lantas dicari isu untuk menutupi, yakni pindah ibu kota?
(Cari Angin Koran Tempo 31 Agustus 2019)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar