Sabtu, 11 Juli 2020

Buron

Putu Setia | @mpujayaprema

Jika merujuk ke kamus Bahasa Indonesia, buron adalah orang yang sedang dikejar polisi. Ada pun di kamus bahasa-bahasa daerah, buron merujuk ke binatang. Yaitu binatang yang biasa diburu.

Apa pun obyeknya, manusia atau binatang, buron harus pandai-pandai ngumpet. Tapi ini tak berlaku untuk Joko Tjandra. Dia sudah berstatus buron sejak vonisnya diperkuat Mahkamah Agung dengan pidana 2 tahun penjara pertengahan Juni 2009. Ia terbukti bersalah melakukan korupsi dalam perkara cessie Bank Bali.

Dikabarkan dia kabur ke Papua Nugini. Tapi dia bisa masuk ke Indonesia lagi dengan aman. Joko bahkan mencari kartu tanda penduduk baru di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta. Di hari yang sama dia mendaftarkan peninjauan kembali perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Petugas kelurahan, panitra pengadilan, dan orang-orang yang banyak berseliweran di kedua instansi itu tak ada yang mengenal Joko Tjandra, padahal dia buron.

Cuma ada yang malu, Menteri Kordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Prof Mahfud, MD. “Malu kalau negara ini dipermainkan oleh Djoko Tjandra,” kata Mahfud. Lalu Mahfud berniat untuk menghidupkan kembali tim pemburu koruptor, sebuah tim pemburu yang dibentuk pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

https://youtu.be/Y2Zaww6ydkM

Bagaimana dengan kejaksaan yang tugasnya mengeksekusi terpidana? Jaksa Agung ST Burhanuddin mengakui kecolongan. "Kami memang ada kelemahan, jujur ini kelemahan intelijen kami," kata Burhanuddin. Jaksa Agung juga heran, seperti keheranan berjuta penduduk di negeri ini, kenapa Joko Tjandra bisa masuk ke Indonesia tidak kena pencekalan.

Yang tenang-tenang saja adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, termasuk jajaran Imigrasi yang dibawahinya. Pak Menteri lagi bungah karena berhasil membawa pulang buron yang lain, Maria Pauline Lumowa. Maria ini pembobol Bank BNI sebesar Rp 1,7 triliun pada 2002. Menteri Yasonna sendiri yang menjemput Maria ke Serbia untuk dibawa ke Indonesia. Jadi, memang pantas rasa puasnya masih lebih besar ketimbang rasa malu seperti Mahfud.

Namun yang paling merasa tenang tentu buron lain, misalnya, Edy Tansil. Masih ingat dia? Pembobol Bank Bapindo ini divonis 20 tahun penjara dan mendekam di LP Cipinang. Pada hari Sabtu 4 Mei 1996, Edy minta izin berobat ke RS Harapan Kita. Sejak itu dia tak diketahui di mana berada. Ada dugaan dia sudah aman berusaha di Cina, tetapi dengan cara apa dia kabur? Jangan-jangan Edy Tansil masih ada di negeri ini. Orang sudah melupakannya.

Joko Tjandra dan Edy Tansil itu buron lama. Polisi sebagai sang pemburu mungkin sudah capek mengejar. Ada buron baru yang juga sulit ditangkap. Dia Harun Masiku, bukan pembobol bank tetapi diduga otak penyuapan yang melibatkan komisioner KPU, Wahyu Setiawan.

Penyidik KPK sudah mengejar Harun Masiku sewaktu dia berada di kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Tapi Harun hilang di sana. Sampai kini kader PDI Perjuangan itu tak jelas keberadaannya. Yang menarik ada pernyataan dari Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman. Dia meyakini kalau Harun Masiku telah meninggal dunia selama pelarian. Tak disebut apa terpapar Covid-19, yang pasti pernyataan ini memberi kesan, ayo lupakan Harun Masiku.

Para buron nampaknya semakin cerdik. Seharusnya para pemburu lebih cerdik lagi menyusun siasat dan melibatkan antar instansi. Arti kata buron dalam kamus bahasa Indonesia diubah saja. Buron itu tak hanya dikejar oleh polisi, tapi oleh seluruh aparat hukum. Bahkan masyarakat wajib membantu memburu buron.

(Koran Tempo 11 Juli 2020)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar