Sabtu, 07 September 2019

Busana Daerah

Putu Setia  @mpujayaprema| 
Busana daerah atau juga disebut pakaian adat, semakin populer. Yang berjasa mempopulerkan adalah Presiden Joko Widodo. Beliau membawa busana daerah ke acara resmi 17 Agustusan di Istana Merdeka. Bahkan yang berbusana terbaik diberi hadiah sepeda, seolah-olah pakaian adat yang beragam itu bisa dipertandingkan mana lebih bagus.

Jokowi pun memakai busana adat dalam lawatannya ke luar negeri. Dengan pakaian kebesaran raja-raja di kawasan Klungkung, Bali, Jokowi berkunjung ke Kerajaan Malaysia,  memeriksa barisan tentara kerajaan. Mengagumkan, padahal di Bali sendiri baju kebesaran masa lalu itu, kini hanya dijadikan baju penganten. Maklum tak ada lagi raja.
Para Gubernur tak mau kalah mengikuti jejak presidennya. Gubernur Bali Wayan Koster mengeluarkan peraturan tentang “hari berbusana adat”, September tahun lalu.  Seluruh karyawan, baik swasta mau pun aparatur sipil negara (ASN), pelajar dan masyarakat umum, wajib berpakaian adat setiap hari Kamis. Perkecualian hanya untuk petugas yang sulit bekerja dengan pakaian adat seperti petugas pemadam kebakaran.
Provinsi Jawa Tengah mengikuti Bali. Mulai awal Agustus yang lalu, Gubernur Ganjar Pranowo juga mengeluarkan edaran untuk berbusana adat, namun khusus untuk ASN. Hari berbusana adat itu juga pada setiap Kamis.

Yang menarik kementrian pun ikut mewajibkan ASN berpakaian adat. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta ASN berpakaian adat setiap Selasa, mulai pekan ini. Tak ada yang keberatan malah karyawan wanita menyebut dirinya lebih anggun dari biasanya.
Seirama dengan itu muncul gerakan mengenakan kebaya. Tentu untuk para wanita karena gerakan ini bukan lucu-lucuan. Bahkan sudah berdiri Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia yang diketuai Rahmi Hidayati. Dalam diskusi bertajuk Indonesia Berkebaya, Rahmi bahkan punya ide dengan menggagas Hari Berkebaya Nasional. Luar biasa.
Kebaya memang bukan busana daerah tertentu. Kebaya sudah milik Nusantara atau bahkan sudah mendunia. Apa bedanya kebaya Sunda dengan kebaya Jawa atau kebaya Bali? Para pramugari Nusantara sudah mengenakannya sejak lama, juga oleh pramugari Malaysia dan Singapura. Meski demikian kebaya rancangan desainer kondang Anne Avantie tetap menggegerkan jagat kebaya karena mengkombinasikan sulaman, brokat dan batik. Kebaya “Ibu Pertiwi” ini dipakai pramugari Garuda.
Busana mencerminkan budaya. Hampir seluruh negara punya budaya khas dalam berbusana yang dilindungi undang-undang dan wajib digunakan dalam hal tertentu. Jadi gerakan berbusana daerah memang perlu.
Tak usah ada perlawanan, apakah lantaran tak suka melihat keanggunan perempuan mau pun alasan agama. Toh musuh busana adat ini sudah ada, yakni helm. Apa hubungannya?
Begini kisahnya. Busana adat bukan sekadar pakaian yang melekat di badan, tetapi juga hiasan yang ada di kepala. Bisa cuma menyanggul rambut atau ada pernak pernik semacam mahkota di kepala. Lalu, jika berpakaian adat sambil naik motor, bagaimana memasang helm?
Pekan lalu dimulai Operasi Patuh Jaya dan polisi tak lagi memberi dispensasi untuk pengendara motor yang tak menggunakan helm. Puluhan orang di Bali kena tilang karena melaksanakan kewajiban memakai busana adat. Seorang senator mendatangi markas polisi minta dispensasi tanpa helm saat berbusana adat. Khusus di perkotaan yang jarak tempuhnya pendek dan macet pula. Polisi tak mengizinkan karena sanggul tak melindungi kepala jika ada kecelakaan. Apa perlu di setiap kantor, sekolah, dan pura ada kamar ganti untuk memakai sanggul? Ealah...
(Cari Angin Koran Tempo 7 September 2019)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar