Sabtu, 06 Juni 2020

Transisi

Putu Setia | @mpujayaprema

Babak baru dalam memutus penyebaran virus corona atau yang disebut Covid-19. Pemerintah mengumumkan tahapan baru yang akan dilaksanakan awal bulan ini. Ada 5 fase yang disiapkan pemerintah pusat menuju new normal. Tapi tak semua daerah mengikuti arahan itu.

DKI Jakarta menerapkan pembatasan sosial berskala besar dalam masa transisi. Berlaku mulai kemarin, masa transisi ini memberi kelonggaran untuk kegiatan ekonomi dan keagamaan. Kota Bekasi mengikuti Jakarta namun menerapkan tiga fase. Fase persiapan untuk membangun ketaatan masyarakat akan protokol kesehatan, fase pemulihan membangun kepercayaan masyarakat, dan fase terakhir menggerakkan sektor ekonomi dengan berbagai kelonggaran.

Bali tidak mau buru-buru melangkah ke new normal. Jika ada pelonggaran di daerah lain, Bali justru dijaga lebih ketat. Semua pendatang harus membawa surat bebas Covid-19 dan dikarantina. Obyek wisata tetap ditutup.

Yang menarik Nusa Tenggara Timur. Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat, menolak normal baru. Dia menyebut, konsep new normal tak bisa diterapkan di semua wilayah Indonesia, terutama di NTT.  Masyarakat harus beraktifitas normal seperti biasa. Tempat wisata dan rumah ibadah akan dibuka. Transportasi juga normal, tak ada daerah yang disekat. Viktor menargetkan 15 Juni 2020, aktivitas sudah normal dan tidak ada lagi work from home. Dia mengajak masyarakat tidak takut. “Hari ini yang meninggal karena demam berdarah ada 55 orang di NTT. Sedangkan positif Covid-19 yang meninggal hanya 1 orang. Itu pun karena tifus,” kata Victor dalam rapat virtual dengan para bupati di NTT, akhir bulan lalu.


https://youtu.be/SAxWHI4junQ

Kenapa Victor Laiskodat tidak takut dengan Covid-19? Penularan virus itu kecil di daerahnya. Penduduk NTT tidak sepadat di Jawa. Pekerjaan warganya juga tak mengharuskan ada kerumunan yang besar. Kebanyakan bertani dan berkebun. Panen jagungnya melimpah. Mereka sudah lama “melanggar program di rumah saja” karena tak mungkin menanam jagung dari rumah. Ini membuktikan bahwa sesungguhnya kebijakan menangani wabah Covid-19 memang tak harus seragam di seluruh negeri.

Program di rumah saja sulit diterapkan untuk semua penduduk. Banyak orang kehilangan pekerjaan kalau tidak bergerak keluar, sementara tak semua warga terdampak menerima bantuan sosial. Bagi yang tak masalah dengan urusan makan, kebosanan menjadi alasan utama diam di rumah. Maka kebandelan untuk keluar rumah menjadi gerakan baru di mana-mana, di kota mau pun di desa.

Apakah setelah transisi, lalu new normal, virus corona bisa hilang? Tak ada yang bisa menjawab sebelum vaksin corona ditemukan para ahli. Memang, ada seorang warga Lampung, Nyoman Subamio, mengaku menemukan obat yang bisa menyembuhkan pasien corona dengan jamuan herbalnya. Pengakuannya ditayangkan stasiun televisi Lampung, lalu oleh televisi lain. Meski tayangan jadi viral, Nyoman mengaku tak ada respon dari pejabat. Lalu dia mengirim surat ke Presiden Jokowi.

Nyoman mengatakan, hanya butuh waktu seminggu untuk menyembuhkan pasien dengan obatnya. Garansi kesembuhan seratus persen. Kalau pasien tak sembuh, dia bersedia dijebloskan ke penjara. Luar biasa. Kenapa tak ada respon dari pejabat, apalagi mau mengujinya? Barangkali karena pengakuannya yang menggebu dan jaminan 100 persen itu membuat orang tak sudi melirik, seolah-olah Nyoman mengambil alih kuasa Tuhan.

Cerita Covid-19 masih panjang. Pemimpin negeri ini sedang diuji bagaimana melawan virus yang tak terlihat itu. Mungkin ini juga transisi menuju kepemimpinan yang new normal.

(Koran Tempo 6 Juni 2020)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar