Sabtu, 14 Desember 2019

Bersih-bersih

Putu Setia | @mpujayaprema

Ada gerakan bersih-bersih di Kementrian Badan Usaha Milik Negara. Menteri Erick Thohir mendapat apresiasi tinggi ketika memecat para direksi Garuda Indonesia yang terlibat dalam penyelundupan motor gede di dalam pesawat anyar yang diterbangkan dari pabriknya. Ini memang penyelundupan yang memalukan karena barang yang diselundupkan milik direktur utama perusahaan plat pamerah itu.

Setelah sejumlah direksi dipecat semakin ketahuan betapa kotornya BUMN penerbangan itu. Aib pimpinan Garuda diumbar ke media. Ada perlakuan tak pantas untuk awak kabin, dari jadwal tugas yang tidak manusiawi sampai ke pelecehan seksual yang dialami pramugari. Sungguh tak enak untuk didengar. Hanya ada satu kata untuk para direksi yang telah dipecat itu: brengsek.

Cuma yang mengherankan, kenapa kotornya perusahan penerbangan itu baru diumbar ketika moge yang diselundupkan terbongkar? Seandainya penyelundupan itu tidak diketahui oleh Bea Cukai atau terjadi “main mata” karena nilai nominalnya tak seberapa, apakah kebrengsekan direksi Garuda terurai? Dan apakah Menteri Erick Thohir akan dapat panggung pula untuk bersih-bersih?

Tuhan maha asyik, kata budayawan Sudjiwo Tedjo. Tuhan punya beribu jalan untuk membeberkan kekotoran yang tak kuasa dilakukan dengan cara yang normal oleh umatNya. Jika situasinya normal, kebrengsekan direksi Garuda seharusnya dicium oleh dewan komisaris selaku pengawas perusahaan. Di Garuda juga ada organisasi yang menghimpun awak kabin, kenapa tak difungsikan sebagai alat penyalur ketidak-adilan? Apa gunanya organisasi interen karyawan di sebuah perusahaan jika bukan sebagai wadah untuk memperjuangan karyawan? Kalau ditarik ke atas lagi, apakah Menteri BUMN selama ini tak mengetahui kejanggalan di Garuda yang begitu nyata, seperti ada indikasi laporan keuangan yang tak lazim?

Oke, apa mau ditarik ke atas lagi? Apakah Presiden Jokowi tak terganggu sama sekali ketika menterinya diboikot tak boleh hadir di Dewan Perwakilan Rakyat? DPR merekomendasikan Menteri BUMN Rini Soemarno untuk diberhentikan tetapi Jokowi tak menggubris. Jika ada dengar pendapat dengan DPR, Menteri BUMN diwakili Sri Mulyani yang menjabat Menteri Keuangan. Belum pernah terjadi dalam sejarah republik ada menteri diwakili menteri lain ke DPR padahal kedua menteri dalam keadaan sehat walafiat.

Jokowi boleh jadi tersinggung karena hak prerogatif mengangkat dan memberhentikan menteri mau direcoki DPR. Jokowi pertahankan Rini. Tapi akibat perseteruan Rini dengan DPR pasti membuat pengawasan parlemen menjadi tak prima ke Kementrian BUMN. Boro-boro mengawasi wong menterinya sudah tak dianggap. Bagi Rini pun barangkali juga bukan persoalan, dia tetap percaya diri bekerja membantu presiden, sembari tetap bisa menempatkan siapa yang menjadi direktur utama di BUMN. Termasuk mengangkat direksi Garuda.

Dalam situasi seperti ini, apakah Garuda itu bersih atau kotor sulit dilihat, apalagi dinamika yang terjadi di perusahaan plat merah itu tak mencuat keluar. Nah, ketika kabinet berganti ditambah ada moge dalam lambung pesawat, kekotoran itu baru nampak. Menteri Erick Thohir pun kebagian peran bersih-bersih.

Ini pelajaran berharga untuk BUMN lainnya, termasuk untuk karyawannya, direksi mau pun komisaris. Juga pelajaran untuk kementrian lain. Transparansi harus mendapat tempat yang tinggi. Jangan-jangan kekotoran di kementrian lain juga terjadi dengan kasus yang berbeda. Kalau pengawasan baik, tak perlu menunggu tukang bersih-bersih, mari kita membersihkan sendiri.

(Koran Tempo 14 Desember 2019)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar