Putu
Setia | @mpujayaprema
Ada
gerakan bersih-bersih di Kementrian Badan Usaha Milik Negara. Menteri Erick
Thohir mendapat apresiasi tinggi ketika memecat para direksi Garuda Indonesia
yang terlibat dalam penyelundupan motor gede di dalam pesawat anyar yang
diterbangkan dari pabriknya. Ini memang penyelundupan yang memalukan karena
barang yang diselundupkan milik direktur utama perusahaan plat pamerah itu.
Setelah
sejumlah direksi dipecat semakin ketahuan betapa kotornya BUMN penerbangan itu.
Aib pimpinan Garuda diumbar ke media. Ada perlakuan tak pantas untuk awak
kabin, dari jadwal tugas yang tidak manusiawi sampai ke pelecehan seksual yang
dialami pramugari. Sungguh tak enak untuk didengar. Hanya ada satu kata untuk
para direksi yang telah dipecat itu: brengsek.
Cuma yang
mengherankan, kenapa kotornya perusahan penerbangan itu baru diumbar ketika
moge yang diselundupkan terbongkar? Seandainya penyelundupan itu tidak
diketahui oleh Bea Cukai atau terjadi “main mata” karena nilai nominalnya tak
seberapa, apakah kebrengsekan direksi Garuda terurai? Dan apakah Menteri Erick
Thohir akan dapat panggung pula untuk bersih-bersih?
Tuhan
maha asyik, kata budayawan Sudjiwo Tedjo. Tuhan punya beribu jalan untuk
membeberkan kekotoran yang tak kuasa dilakukan dengan cara yang normal oleh
umatNya. Jika situasinya normal, kebrengsekan direksi Garuda seharusnya dicium
oleh dewan komisaris selaku pengawas perusahaan. Di Garuda juga ada organisasi
yang menghimpun awak kabin, kenapa tak difungsikan sebagai alat penyalur
ketidak-adilan? Apa gunanya organisasi interen karyawan di sebuah perusahaan
jika bukan sebagai wadah untuk memperjuangan karyawan? Kalau ditarik ke atas
lagi, apakah Menteri BUMN selama ini tak mengetahui kejanggalan di Garuda yang
begitu nyata, seperti ada indikasi laporan keuangan yang tak lazim?
Oke, apa
mau ditarik ke atas lagi? Apakah Presiden Jokowi tak terganggu sama sekali ketika
menterinya diboikot tak boleh hadir di Dewan Perwakilan Rakyat? DPR
merekomendasikan Menteri BUMN Rini Soemarno untuk diberhentikan tetapi Jokowi
tak menggubris. Jika ada dengar pendapat dengan DPR, Menteri BUMN diwakili Sri
Mulyani yang menjabat Menteri Keuangan. Belum pernah terjadi dalam sejarah
republik ada menteri diwakili menteri lain ke DPR padahal kedua menteri dalam
keadaan sehat walafiat.
Jokowi
boleh jadi tersinggung karena hak prerogatif mengangkat dan memberhentikan
menteri mau direcoki DPR. Jokowi pertahankan Rini. Tapi akibat perseteruan Rini
dengan DPR pasti membuat pengawasan parlemen menjadi tak prima ke Kementrian
BUMN. Boro-boro mengawasi wong
menterinya sudah tak dianggap. Bagi Rini pun barangkali juga bukan persoalan,
dia tetap percaya diri bekerja membantu presiden, sembari tetap bisa
menempatkan siapa yang menjadi direktur utama di BUMN. Termasuk mengangkat
direksi Garuda.
Dalam
situasi seperti ini, apakah Garuda itu bersih atau kotor sulit dilihat, apalagi
dinamika yang terjadi di perusahaan plat merah itu tak mencuat keluar. Nah,
ketika kabinet berganti ditambah ada moge dalam lambung pesawat, kekotoran itu
baru nampak. Menteri Erick Thohir pun kebagian peran bersih-bersih.
Ini
pelajaran berharga untuk BUMN lainnya, termasuk untuk karyawannya, direksi mau
pun komisaris. Juga pelajaran untuk kementrian lain. Transparansi harus
mendapat tempat yang tinggi. Jangan-jangan kekotoran di kementrian lain juga
terjadi dengan kasus yang berbeda. Kalau pengawasan baik, tak perlu menunggu tukang
bersih-bersih, mari kita membersihkan sendiri.
(Koran Tempo 14 Desember 2019)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar