Senin, 31 Agustus 2020

Sarasamuscaya Sloka 234-250 Anak Wajib Hormat Kepada Orangtuanya.


Umat sedharma yang berbahagia. Kita lanjutkan pembahasan Kitab Sarasamuscaya himpunan Bhagawan Wawaruci. Kitab yang berisi himpunan etika dalam meniti kehidupan ini. Saya tidak menyertakan sloka itu, baik yang menggunakan bahasa Jawa Kuno atau di Bali disebut bahasa Kawi mau pun bahasa Sansekerta. Ini dimaksudkan agar kita lebih menukik ke pokok bahasan. Bagi sahabat yang ingin membaca teks dalam bahasa Jawa Kuno, termasuk apa yang saya uraikan dalam pembahasan ini, silakan nanti menunggu bukunya. 

Di sana ada termuat sloka dalam bahasa Jawa Kuno, juga sloka aslinya dalam bahasa Sansekerta. Baiklah, kita lanjutkan tema tentang kehidupan di dalam keluarga. Kali ini fokus hubungan antara anak dan kedua orang tua, bagaimana seorang anak harus berbhakti dan hormat kepada kedua orang tuanya. Saya mulai dengan sloka ke 234.

Jika ada orang yang dengan pikiran, perkataan, dan perbuatannya menghianati guru, menghianati ibu dan ayahnya, dosa mereka ini sangatlah besar, bahkan lebih besar dari dosa akibat menggugurkan kandungan.

Sloka ini menekankan tentang bhakti kita kepada orang tua dan guru. Jangan sekali-kali menghianati mereka. Dalam ajaran di kitab lain, ada yang disebut dengan Catur Guru, empat guru yang harus kita hormati. Yakni orang tua yang disebut dengan Guru Rupaka, guru yang mengajar kita di sekolah mau pun di perguruan non formal yang disebut Guru Pengajian, pejabat-pejabat pemerintahan yang disebut Guru Wisesa dan Tuhan Hyang Widhi yang disebut Guru Swadahya. Nah karena tema sloka ini tentang etika di dalam lingkungana rumah tangga dan lingkungan sekitar hanya disebutkan dua guru itu saja yang harus kita hormati. Dosa menghianati ini lebih besar dari dosa menggugurkan kandungan, artinya sudah merupakan puncak dari dosa. Saya lanjutkan ke sloka 235.

Beginilah hubungannya antara ibu, bapa dan guru. Ibu dan bapa menyebabkan lahirnya kita ke dunia yang tidak kekal ini. Tetapi ada kelahiran yang lain, yakni lahir ke dunia ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh guru yang suci, sehingga ajarannya patut dituruti. Inilah bhakti kita yang utama.

Sloka ini sudah jelas, intinya adalah Ibu dan ayah adalah sumber dari kehidupan kita di dunia ini, sedangkan guru adalah sumber pengetahuan rohani yang mengajarkan hakekat hidup. Kepada mereka kita layak untuk berbhakti dan tidak mengkhianatinya. Saya lanjut ke sloka 236.

Kita harus mendahului memberi hormat kepada guru yang mengajarkan pergaulan, mengajarkan ajaran agama berdasarkan weda, mau pun ilmu pengetahuan lainnya.

Guru yang terlebih dahulu dihormati adalah guru sebagai penuntun hidup dan kehidupan, sebagai pemberi pengetahuan dan kerohanian. Ini dimaksudkan jika kita banyak mempunyai guru yang membimbing kita, misalnya, ada guru yang memberikan pelajaran olahraga, guru yang mengajarkan menyanyi dan seterusnya. Guru yang paling tinggi mendapat penghormatan adalah mereka yang mengajarkan pengetahuan rohani. Saya lanjut ke sloka 237.

Ini yang harus diperbuat, janganlah bertengkar dengan guru. Apabila guru sedang marah dan jengkel, usahakanlah berbuat yang dapat menyenangkan hatinya.

Bertengkar dengan guru adalah perbuatan yang tidak baik. Namun guru juga manusia biasa, beliau kadang bisa marah dan jengkel. Tugas kita adalah menghibur merek dan bersikaplah bijak dengan kata-kata yang manis menyegarkan. Saya kira sudah jelas, mari lanjut ke sloka 238.

Janganlah mencela guru, kalau pun perbuatan mereka itu keliru, kita harus cari jalan yang sungguh-sungguh untuk menyadarkan beliau. Mencela guru menyebabkan kita banyak dosa.

Sloka ini pun sudah jelas. Karena dalam ajaran Catur Guru pun disebutkan bahwa ke empat guru itu harus kita hormati jangan sekali-kali mencelanya. Dalam pergaulan di masyarakat kita memang sering mengecam guru, apalagi kalau kita jelas melihat guru itu keliru. Cara mengecam itu tidak baik karena kita harus menghormati posisi mereka atau jabatan mereka. Kita lanjut ke sloka 239.

Mereka yang hormat kepada ayah dan ibunya, ia disebut teguh iman dalam tapa yang berkeadaan sama dengan seorang brahmana yang kuat menjaga kesucian dan berada pada jalan kebajikan dan kebenaran.

Sloka ini adalah pengandaian dari seseorang yang hormat kepada orangtuanya yang disetarakan dengan kesucian seorang brahmana dalam menjalankan tapa. Maksudnya adalah untuk menunjukkan bahwa hormat kepada orangtua adalah segalanya. Saya lanjut ke sloka 240.

Bahwa berat kewajiban ibu jauh melebihi beratnya bumi, itu tak dapat disangkal sesungguhnya. Lebih tinggi kemuliaan bapak dari tingginya langit. Lebih cepat larinya pikiran dari pada cepatnya angin.

Sloka ini masih berkaitan dengan kenapa orang tua, ayah dan ibu, harus dihormati. Karena seorang ibu menanggung kewajiban yang berat untuk membesarkan putra-putrinya. Begitu pula seorang ayah, kemuliaannya dalam mengasuh anak tak bisa diperbandingkan dengan sesuatu yang lain, bahkan dengan tingginya langit. Menyadari hal itu, seorang anak hendaknya menghormati dan bakti secara bersungguh-sungguh kepada orang tuanya. Saya lanjut sloka ke 241.

Barang siapa yang bakti tulus kepada orang tuanya dan selalu berusaha untuk menyenangkan serta memuaskan hati mereka, orang tersebut akan terpuji dan menjadi bajik, baik sekarang mau pun kelak.

Sloka ini tak perlu saya komentari lagi karena sudah gamblang apa adanya. Saya lanjut ke sloka 242.

Ada tiga macam yang dianggap sebagai orangtua yaitu sarirakit , pranadata dan annadata. Sarirakit artinya yang membuat badan wadag, pranadata artinya yang memberikan hidup, anna data artinya yang memberi makan atau yang memelihara.

Sarirakit dan pranadata asli dalam bahasa Sansekerta dan memang ada dalam sloka aslinya di Kitab Sarasamuscaya. Namun anna data nampaknya tambahan dari Bhagawan Wararuci untuk lebih mempertegas apa yang dimaksud dengan memberikan hidup itu, yakni memberi makan atau memelihara. Inti dari sloka ini adalah seorang ayah yang baik akan memberi sepenuh kebutuhan hidupnya kepada anak-anaknya. Dan ini adalah tanggung jawab yang utama. Saya lanjut ke sloka 243.

Seorang anak patut memberikan kesenangan pada orang tuanya dengan perbuatannya. Adapun orang tua akan menyerahkan apa saja untuk kebahagian anaknya, tidak ada yang dikikirkan oleh orang tua, sampai jiwa raga pun rela dikorbankan untuk kebahagiaan anaknya.

Saya kira sloka ini sudah jelas, dan memang begitulah umumnya orang tua yang baik, mempertaruhkan segala miliknya untuk kebahagiaan anaknya. Saya lanjut ke sloka 244.

Juga kecintaan ibu terhadap anaknya sangatlah besar dan adil. Cakap atau tidak cakap, baik atau kurang baik, semua anak-anaknya dijaga dan dipelihara dengan penuh rasa cinta. Sesungguhnya tidak ada yang melebihi cinta seorang ibu terhadap anaknya.

Sloka ini pun sudah jelas, berbicara tentang kewajiban seorang ibu dalama mengasuh dan membesarkan anaknya. Penekanan di sini adalah keadilan. Tidak boleh membedakan anak-anaknya hanya karena penampilan dan kecerdasannya. Saya lanjut ke sloka 245.

Seorang ayah, seberapa miskin pun keberadaannya, ia akan selalu berusaha untuk mencari penghidupan untuk anak-anaknya dan berusaha untuk menyenangkan mereka dengan pemberian dan hadiah.

Kalau sloka sebelumnya tentang kewajiban ibu, maka ini tentang kewajiban seorang ayah. Semuanya sudah jelas tak perlu pembahasan lagi. Saya lanjut ke sloka 246.
Ada pun seseorang yang sampai punya anak dan cucu, tetapi tetap bhakti kepada ibunya sendiri, ibarat sama bhaktinya kepada dewa-dewa, maka sorgalah pahalanya.

Sloka ini tentang kewajiban seorang anak. Walau sang anak itu sudah kawin, punya anak dan bahkan punya cucu, ia tetap harus berbhakti kepada ibunya sendiri, sebagaimana bhakti dia kepada para dewa. Punya keluarga, punya anak, menantu dan cucu, tak bisa mengurangi hormat dan bhakti kepada ibunya sendiri. Jadi sudah jelas pula sloka ini. Lanjut ke sloka 247.

Anak yang ditinggalkan ibunya karena percekcokan, anak yang seperti ini seberapa pun kayanya adalah tetap disebut orang yang miskin, seberapapun bahagianya adalah orang sengsara, bagi mereka dunia akan menjadi sangat sepi walau berada dalam hiruk-pikuk keramaian.

Sloka ini menekankan bahwa bertengkar dengan ibu sampai-sampai ibu itu meninggalkan sang anak, lalu ibu hidup terpisah dengan anak, maka pahala yang diterima sang anak sangatlah buruk. Betapa pun kayanya anak itu harta tak akan sanggup memuaskannya. Janganlah hal itu sampai terjadi. Saya lanjut ke sloka 248.

Oleh karenanya, baktilah pada orang tua, duduklah bersila dan hormatlah dengan ketulusan hati. Jika diminta atau jika tidak diminta sekalipun, tawarkan terlebih dahulu keinginan untuk mengantar kemana pun beliau hendak pergi, antarlah dengan hati yang tulus.

Begitulah seorang anak harus berbakti kepada orang tuanya. Biasakan sungkem kepada orangtua sebagai wujud rasa syukur dan hormat. Saya lanjut ke sloka 249.

Jika berhadapan dengan orang tua, si anak seperti akan kehilangan jiwanya, tapi jika si anak sudah sujud dengan hormat kepada orang tuannya, kembalilah jiwa si anak ketubuhnya.

Ini memberi perumpamaan bagaimana orang tua itu punya kharisma yang kuat dan mempengaruhi baik buruk anak-anaknya. Aura orang tua akan merasuki sang anak seolah-olah jiwanya kembali membara dengan sentuhan kasih orang tua. Saya lanjut ke sloka 250.

Adapun pahalanya orang bhakti dan hormat kepada orang tua akan ditambahkan empat hal yaitu kirti, ayusa, bala, yasa. Kirti artinya pujian atas kebaikan. Ayusa artinya hidup panjang, bala artinya kekuatan, yasa artinya jasa baik. Ke empat hal ini bertambah-tambah kesempurnaannya sebagai pahala orang yang hormat dan bhakti kepada orang tua.

Nah, ini adalah sloka terakhir dalam tema tentang etika di lingkungan keluarga atau rumah tangga. Jika seseorang tetap bhakti kepada orangtuanya sepanjang hidup maka pujian akan mereka terima, kekuatan hidup akan diperolehnya, usia panjang akan dijalani dan jasa baik termasuk nama baik akan didapatnya.

Umat sedharma yang berbahagia. Semoga sloka-sloka dalam seri ini menyadarkan kita untuk selalu hormat dan bhakti kepada kedua orangtua kita, sepanjang hayatnya. Bahkan ketika beliau sudah tiada, rasa hormat itu tetap kita wujudkan dalam persembahyangan kepada leluhur. Untuk itu leluhur kita di Bali membuat stana khusus untuk para leluhur yang sudah tiada, yang sudah menyatu di alam Tuhan. Yakni sebuah pelinggih yang disebut Rong Tiga.

Mari kita selalu hormat kepada orang tua dan tetap sujud bhakti lewat Rong Tiga ketika kedua orang tua itu sudah tak ada lagi di dunia ini. Semoga bermanfaat, sampai jumpa. Rahayu.

 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar