Sabtu, 09 Mei 2020

Akhir Corona

Putu Setia | @mpujayaprema

 Kapankah pandemi Covid-19 berakhir? Orang tahu bahwa ini sebenarnya bukan pertanyaan, tetapi harapan.  Orang sudah bosan di rumah. Orang kaya ingin segera keluar untuk piknik. Atau makan-makan di restoran. Orang miskin sudah lebih dulu keluar dari rumahnya, mencari nafkah untuk membiayai keluarga.

Presiden Joko Widodo memasang target. "Target kita di bulan Mei ini harus betul-betul tercapai, yaitu kurvanya sudah harus turun, dan masuk pada posisi sedang di bulan Juni. Di bulan Juli harus masuk pada posisi ringan, dengan cara apa pun," katanya. Tak dirinci apa yang dimaksud “dengan cara apa pun”. Tapi tentu bukan dengan memanipulasi data.

 Ada yang lebih optimistis dibandingkan Jokowi. STUD (University of Technology and Design) yang berpusat di Singapura memprediksi virus corona di dunia berakhir 8 Desember 2020. Sedang di Indonesia akan berakhir 6 Juni, meski lalu diralat menjadi 23 September dan diralat lagi menjadi Oktober.

 Pakar statistika Universitas Gajah Mada menyebut virus corona berakhir 29 Mei nanti. Penelitian ini menggunakan model probabilistik yang didasarkan atas data real atau Probabilistik Data-Driven Model. Penjelasannya rumit, bisa bingung membacanya.


Sebelum itu Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof Amin Soebandrio, sempat menyebut wabah corona diperkirakan usai pada pertengahan April hingga Mei. Setidaknya bulan Mei puncaknya, lantas menurun menuju hilang. Banyak akademisi lain, seperti dari ITB dan UI yang prediksinya hampir mirip.

 Yang menarik, Badan Intelejen Nasional ikut membuat prediksi, seolah-olah ada jaringan intel yang bisa menyusup ke virus corona yang tak kasat mata itu. Covid-19 di Indonesia akan memuncak sekitar 60-80 hari sejak pengumuman kasus positif 2 Maret silam. Kalau dihitung, puncak dari kasus Covid-19 versis intel ini pada 2 hingga 22 Mei nanti. Masih ada waktu menguji kesaihan para intel ini.

Kaum agamawan terbelah. Di satu pihak merasa yakin bahwa corona ini bisa dihalau dengan berdoa sambil memohon ampun. Seorang ulama yang biasa menjadi imam dengan lantang menentang dilarangnya sholat Jumat di masjid. Mereka berseru, masjid ini dijaga malaikat, justru dengan banyak berdoa di masjid maka corona bisa mereda. Hampir mirip dengan gugatan banyak orang Bali ketika dulu, di bulan Maret saat Nyepi, masyarakat dilarang mengarak ogoh-ogoh. Mereka protes, justru ogoh-ogoh itu bisa diandalkan mengusir corona.

 Tapi lebih banyak agamawan yang melihat virus corona ini tak terkait agama. Buktinya, pertemuan ulama di Goa, Sulawesi Selatan jadi episentrum penyebar corona. Juga kematian para pendeta Nasrani sehabis mengadakan kebaktian di gereja. Kasus positif corona di Bali justru meningkat setelah berbagai jenis sesajen yang dipercaya mengusir corona dipersembahkan. Karena ketika sesajen dihaturkan, ratusan pekerja migran asal Bali pulang kampung tanpa pengawasan yang ketat.

 Jokowi yang dulu mengajak perang melawan corona, kini berbalik minta berdamai. Lalu, apa yang harus kita lakukan? Yuk kita mengurung diri di rumah saja. Virus yang super hebat ini tidak bisa berjalan-jalan sendiri. Dia tak punya sepeda motor, mobil, mau pun pesawat. Dia hanya mendompleng kita. Kalau kita diam, dia tak tahan, lalu mati sendiri.

 Sesederhana itu. Maka vaksin melawan corona tak lain adalah kebutuhan pokok untuk orang yang diam di rumah. Kalau itu bisa dilakukan pemerintah, juga orang kaya mau menolong orang miskin dalam bingkai kebersamaan, prediksi kapan pandemi berakhir mudah dilakukan.

(Koran Tempo 9 Mei 2020)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar