Minggu, 17 Mei 2020

Memahami Sarasamuscaya (seri 7): Yang Menemani Saat Meninggal

Om Swastyastu. Sahabat yang baik. Umat sedharma yang terkasih. Pada seri ke 7 ini saya akan membacakan dan membahas sloka ke 32 sampai sloka 36 sehingga tema tentang Keagungan Dharma atau Hakekat Kebenaran bisa disudahi. Ayo mari saya bacakan sloka ke 32.

Apanikang kadang warga rakwa, ring tunwan hingan ikan pengater aken, kunang ikang tumut, sahayaning dadi hyang ring paran, gawenya subhasubha juga, matangnyan prihena tiking gawe hayu, sahayanta amuntu nakena ri pona dhala.

Keluarga, sahabat, dan teman hanya bisa mengantar sampai di kuburan saja ketika kematian itu datang. Adapun yang tetap turut mengantarkan roh hingga ke alam akherat adalah perbuatan baik dan buruk semasa hidupnya; lakukanlah segera perbuatan baik itu, yang akan menjadi teman pengantar ke alam surga.

Di sloka ini ditekankan bahwa sesungguhnya yang paling setia mengantarkan kita sampai ke akherat adalah perbuatan baik. Ada pun keluarga kita sendiri, termasuk sahabat kita, hanya mengantar sampai ke kuburan atau ke tempat kremasi. Kita tak bisa ditolong oleh keluarga atau kenalan baik itu, karena roh kita hanya bisa ditolong oleh perbuatan kita di dunia, perbuatan kita baik diantar ke surga, perbuatan kita yang buruk diantar ke neraka. Hanya ada dua pilihan, karena itu senantiasalah berbuat baik ketika masih diberi kesempatan untuk hidup. Kita lanjut ke sloka 33.

 Lawan Tattwanikang kadang ngaranya, ri patinta, kari akang sarira tanpa mulya, makantang timpalakena, tan hana pahinya lawan wartta wingka, ya ta sinungkemaning kadangta, irikang sadhana, wekasan lungha tika makatang, matangnyan prihen tikang dharma sadhana, sahayanta tumekakena kita ring bhakti muktipada.

 Dapat dipastikan setelah mati yang tertinggal hanyalah badan kasar tanpa guna dan akhirnya akan dibuang karena tidak ada bedanya dengan pecahan piring dan mangkok. Untuk sementara jasad itulah yang dihormati oleh keluarga dan kerabat, selanjutnya mereka akan membakar atau menanamnya dalam tanah. Oleh karena itu usahakanlah


https://youtu.be/0BJGeaqUboQ

terus untuk melakukan kebajikan dan kebenaran, ia yang akan menjadi teman abadi guna mencapai kebahagiaan dan kebebasan abadi.

Kembali pada sloka ini disodorkan simbol-simbol bahwa badan kasar itu, yakni tubuh kita sendiri, tak ada artinya jika kita sudah meninggal dunia. Tak ada bedanya dengan piring, mangkok, periuk atau alat-alat dapur lainnya. Barang itu akan dihormati sementara, lalu ditanam di dalam tanah alias dikubur, atau dibakar alias dikremasi, karena memang tak ada gunanya untuk disimpan jika tak ada rohnya. Akan halnya sang roh itu sendiri hanya berteman karma baik dalam menuju ke dunia yang lain, dunia akherat. Saya lanjut ke sloka 34.

Nghing dharma keta saksat hayu, saksat wibhawa ngaranya, nghing lebaning manah, kelanta ring panas tis, keta prasidha tamba prayascita, pemadem lara ngaranya, nghing samyagjnana tuturta, ajinta, wruh ta ring tatwa, paramartha inakambek ngaranya, nghing ahimsa si tanpamatimati, si tan han kakrodha, byaktaning sukha ngaranya.

 Hanya kebajikan dan kebenaran itu saja yang terpenting, hanya ketentraman hati yang merupakan daya tahan dari berbagai godaan sesat, hanya itulah yang dapat melebur dosa dan menghilangkan duka hati. Camkanlah dengan baik kebenaran dan kesadaran diri. Hendaknya ilmu pengetahuan yang benar menjadi tujuan hidup, karena pengetahuan yang benar membawa pada kebahagiaan, sedangkan tindakan tidak menyakiti, tidak membunuh, tidak dibutakan oleh amarah, semua itulah yang dinamakan dengan kebahagiaan hakiki.

Sloka ini sudah sangat jelas memberi arahan bagaimana kebahagiaan yang hakiki itu. Saya lanjutkan ke sloka 35.

Yan tunggala keta Sang Hyang Agama, tan sangcaya ngwang irikang sinanggah hayu, swarga pawarga phala, akweh mara sira, kapwa dudu paksanira sowang-sowang hetuning wulangun, tan anggah ring anggehakena, hana ring guhagahwara, sira sang hyang hayu.

Sesungguhnya semua agama memiliki tujuan yang sama. Semua agama mengajarkan kebajikan/kebenaran untuk mencapai alam surga dan pembebasan dari kesengsaraan; namun cara masing-masing dalam mencari kebenaran berbeda-beda. Perbedaan itu sering menyebabkan kebingungan, sehingga di dalam gua yang besarlah tempatnya kebenaran itu. 

Di sloka ini mulai disinggung tentang ajaran agama lain, seolah-olah tujuannya tidak sama. Padahal tujuan utama agama-agama tetap sama, yakni mencapai alam surga tempat kedamaian yang abadi, bebas dari segala penderitaan. Kebingungan ini hanya disebabkan oleh cara mencapai tujuan itu yang tidak sama, sehingga akhirnya saling menyalahkan ajaran agama yang satu dengan yang lainnya. Seolah-olah Tuhan hanya milik kelompoknya saja, begitu pula sorga hanya milik kelompok tertentu saja. Saya lanjutkan pada sloka 36.

Atangnya bapa, haywa juga masampai ring wwang matuha, lot atanaminta winarah, ring kadi sira ta pwa kita, apanikang dharma ngaranya, pada lawan ula, rikapwa tan kinaniscayan larinira, dadyan saka lor, dadyan saka kidul, marikang ula.

 Karenanya janganlah angkuh pada orang yang bijaksana, namun mohonlah selalu pada beliau ajaran tentang kebijaksanaan. Sebab yang disebut dengan kebajikan dan kebenaran hakiki, pengertian dan pemahamannya kadang ibarat ular, tak tahu dari mana datangnya, bisa dari utara, bisa dari selatan.

Ini adalah sloka penutup dalam tema Keagungan Dharma atau Hakekat Kebenaran. Setelah diuraikan secara panjang hakekat kebenaran itu dan bagaimana hidup berlandaskan dharma, maka disebutkan betapa pentingnya minta petunjuk atau minta nasehat kepada orang tua, orang yang bijaksana, bagaimana melaksanakan hidup penuh kebajikan di dunia ini. Jangan ragu, jangan angkuh, dan mintalah petunjuk dari segala arah, karena ilmu itu bisa datang dari mana-mana. Di banyak kitab Weda ada dicantumkan, kebenaran itu bukan milik seseorang, dia bisa datang dari banyak orang dan dia bisa datang dari mana-mana, termasuk dari orang dan tempat yang tidak kita sukai.

Kita jeda sampai di sini, karena kita akan memasuki seri selanjutnya dengan tema Prihal Sumber Dharma. Di sini kita akan bertemu kitab-kitab apa saja yang menjadi rujukan penting dalam melaksanakan ajaran dharma.

Sampai jumpa, semoga ada manfaatnya. Rahayu. Om Shanti3.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar